Fenomena Anime yang Mendunia (Sejarah & Perkembangannya) 9

Fenomena Anime yang Mendunia (Sejarah & Perkembangannya)

Gue punya beberapa kabar bagus buat para pecinta anime, nih! Yuk, siap-siap dulu. Jadi, beritanya adalah ….

Anime Demon Slayer atau Kimetsu no Yaiba season 3 bakal tayang di tahun 2023! Yap! Dilansir dari akun Twitter resminya, @DemonSlayerUSA (13/02/2022), mereka mengumumkan cerita di season 3 ini akan berfokus ke kisah Tanjirou di Swordsmith Village Arc atau desa pembuat pedang.

Gimana nggak excited, ya? Dari season 1 yang menceritakan kisah tokoh Tanjirou melawan iblis aja, itu udah kompleks banget alur ceritanya. Makanya, nggak heran juga nih kalau banyak penggemar Kimetsu no Yaiba yang heboh pas tahu ada season 3 nanti.

Eh, tapi, nggak cuma itu aja! CGV juga mengabarkan akan menayangkan film Jujutsu Kaisen Vol. 0 tanggal 16 Maret 2022 nanti. Catat tanggalnya baik-baik, ya. Di sini, elo bakal menyelami cerita sebelum dunia Jujutsu Kaisen dimulai.

Dan yang nggak kalah menariknya, serial anime Jujutsu Kaisen season 2 juga bakal tayang di tahun 2023 nanti! WOW!

Duh, ini sih asupan segar banget buat para pecinta anime, ya. Disuguhi tiga kabar terbaik yang bikin para penontonnya nggak sabar. Kalau elo, paling nunggu yang mana, nih?

Tapi, elo sadar nggak sih, kabar-kabar ini tuh sempat diomongin sama banyak orang? Padahal itu kartunnya Jepang, tapi negara-negara lain ikutan gempar pas dengar berita perilisan tersebut.

Kenapa ya, kok bisa sampai mendunia? Gue punya jawabannya di sini. Jadi, yuk kita bahas bareng-bareng!

Baca juga: Review Encanto Disney: Pelajaran Hidup Menarik dari Keluarga Madrigal

Apa Itu Anime?

Sebenarnya, anime itu apa, sih? 

Dikutip dari Lifewire, laman penyedia informasi mengenai teknologi, kata “anime” di Jepang berasal dari bahasa Inggris, animation. Nah, kalau diartikan ke Bahasa Indonesia, artinya menjadi animasi. Jadi, anime ini merupakan animasi atau kartun 2D yang berasal dari Jepang. 

Eits, tapi anime ini berbeda ya sama manga. Manga sendiri merupakan komik dari Jepang. Biasanya nih, manga dirilis dengan gambar berwarna hitam putih. Tujuannya, supaya bisa diproduksi dengan cepat secara mingguan. Tapi, ada juga kok manga yang berwarna-warni. Itu biasanya buat perilisan edisi khusus. 

Fenomena anime berjudul Death Note (2006)  (Arsip Zenius, dok. berbagai sumber)
Fenomena anime berjudul Death Note (2006)  (Arsip Zenius, dok. berbagai sumber)

Hayo … elo termasuk ke salah satu yang nonton Death Note nggak, nih? 

Nah, sebenarnya anime ini juga terbagi ke dua jenis, Sobat Zenius. Pertama, yaitu subbed anime, atau anime dengan subtitle bahasa asli si penonton. 

Contohnya, pas elo nonton Death Note (2006) di Netflix, itu tuh voice acting atau suara dari karakternya pakai Bahasa Jepang. Nah, yang mengisi suaranya juga aktor suara dari Jepang atau sering disebut sebagai seiyuu. Tapi, elo bisa pakai subtitle yang bahasanya jadi Bahasa Inggris sampai Indonesia.

Sedangkan yang kedua, yaitu dubbed anime. Contohnya gini, dulu tuh suka ada Crayon Shin-chan yang tayang di RCTI jam 9 pagi. Elo pernah nonton, nggak? Kalau iya, di situ tuh Shin-chan dan tokoh lainnya ngomong pakai Bahasa Indonesia. Jadi, versi dubbed ini punya pengisi suara dari negara penontonnya.

Yap! Dari dulu tuh ternyata udah banyak anime yang ditayangkan di channel TV lokal, lho. Ada One Piece (1999), Naruto (1999), Captain Tsubasa (2018), sampai Doraemon (1979). 

Eits, tapi sebenarnya nonton anime tuh nggak cuma sekadar hiburan aja. Ada juga manfaatnya dari sisi psikologi dan berbagai ajaran kebijakan dalam kehidupan. Duh, puitis banget, ya? Eh, tapi ini beneran! Langsung aja deh, elo cari tahu di Infografis: Fakta Anime Menarik, Budaya Populer di Jepang, ya.

Baca juga: Disney Princess di Era Modern: Nggak Butuh Pangeran!

Sejarah dan Perkembangan Teknologi Anime

Sekarang kan anime udah dikenal sama banyak orang. Tapi, kapan sih awal mulanya diperkenalkan? 

Dikutip dari Nippon, salah satu laman mengenai budaya Jepang, Jepang sendiri tuh sebenarnya udah mulai memproduksi animasi dari tahun 1917. Tapi, lewat teknik trial and error, mereka coba bikin gambar yang terinspirasi dari animasi pendek milik Amerika Serikat.

Anime pertama kali yang tayang, Astro Boy (Arsip Zenius, dok. Netflix)
Anime pertama kali yang tayang, Astro Boy (Arsip Zenius, dok. Netflix)

Tapi, ada salah satu hal yang nggak bisa ketinggalan dari produksi anime di Jepang, nih. Yap! Teknologinya yang semakin maju. 

Dilansir dari Cartoon Brew, salah satu media yang memberitakan animasi, di tahun 1920-an itu produksi anime bergantung sama cakram meja animasi. Jadi sebelum ada animator, seniman menggunakan cakram meja supaya bisa membuat pergerakan yang mulus dari setiap karakter.

Cakram meja pembuatan animasi di tahun 1920-an (dok. Cartoon Brew)
Cakram meja untuk pembuatan animasi di tahun 1920-an (dok. Cartoon Brew)

Terus, para seniman juga menggunakan proyektor berjenis Moviola saat proses editing. Fungsinya, supaya pergerakan gambarnya lebih sinkron dengan audio.

Moviola, proyektor untuk proses edit anime di tahun 1930-an (dok. Cartoon Brew)
Moviola, proyektor untuk proses edit anime di tahun 1930-an (dok. Cartoon Brew)

Dan, di proses terakhir pengecekan, mereka dulu menggunakan planning board atau sebuah mesin teknologi berbasis cahaya. Nah, ini fungsinya buat mengecek kesalahan yang ada sebelum akhirnya perilisan. 

Kalau sekarang, teknologi komputer atau laptop canggih aja udah bisa membuat sebuah animasi. Contohnya nih, Macromedia Flash, salah satu program di komputer yang bisa membantu pembuatan animasi menjadi lebih halus.

Baca juga: Fenomena Gundam sampai Jadi Budaya Jepang

Terus, Gimana Anime sampai Bisa Mendunia?

Nah, sekarang elo udah tahu gimana awalnya anime diperkenalkan sampai teknologi yang digunakan saat pembuatan anime dulu. Tapi, kok bisa sih, sekarang dikenal sama seluruh dunia?

Dilansir dari Japan Info, laman resmi milik Jepang, anime mulai dilirik oleh masyarakat luas sejak rilisnya beberapa judul. Mulai dari Dragon Ball (1986), Sailor Moon (1992), dan juga Slam Dunk (1993). Bahkan di tahun 1984, akhirnya diadakan tes kemampuan Bahasa Jepang (JLPT) yang peminatnya tinggi banget dari penonton anime.

Dari berbagai judul tersebut, fenomena anime ini semakin marak dikenal hingga melahirkan fenomena sosial baru, yaitu cosplay atau berkostum dengan meniru karakter tertentu.

Cosplay ini biasanya dilakukan saat ada acara pertemuan para pecinta manga dan anime. Nah, di acara inilah, para fans biasanya berkumpul dan membeli merchandise atau barang tertentu yang berkaitan dengan anime.

Fenomena cosplay di Jepang (Arsip Zenius)
Fenomena cosplay di Jepang (Arsip Zenius)

Nggak cuma di Jepang aja, lho. Bahkan, ada acara cosplay tahunan di San Diego, Amerika Serikat, bernama Comic Con. Dari situ, akhirnya Indonesia ikut menyelenggarakan acara cosplay tahunannya juga nih, bernama Indonesia Comic Con. Dulu sih, bisa dikunjungi langsung, ya. Tapi sekarang, elo bisa nonton acara ini secara virtual dari rumah.

Nah, jadi kebayang kan gimana awalnya Jepang merintis anime dengan teknologi terbatas? Sampai akhirnya, sekarang animasi Jepang udah dikenal masyarakat luas berbagai belahan dunia. Bahkan, fenomena cosplay-nya juga menjadi salah satu acara budaya yang ditunggu–tunggu pecinta anime.

Kalo elo sendiri, paling tertarik cosplay jadi karakter siapa, nih? Yuk, share di kolom komentar!

Baca juga: Genre Musik Emo, Apa Pengaruhnya dari Masa ke Masa?

Referensi:

What Is Anime? – Lifewire (2021)

What is the difference between manga and anime? – Japan Craft (2017)

The evolution of the Japanese Anime Industry – Nippon (2013)

5 Forgotten Pieces Of Animation Technology That Used To Be Essential For Making Cartoons – Cartoon Brew (2018)

How Has Japanese Anime Influenced the World? – Japan Info (2015)

Harajuku, Tokyo: The Cosplay and Fashion Capital of the Universe – Japan Info (2015)

Sumber foto: Cartoon Brew, Netflix, IMDb, Amazon

Bagikan Artikel Ini!