revolusi prancis 1789 zenius

Peran Perempuan yang Terlupakan di Balik Revolusi Prancis 1789

Ada peran perempuan yang berpengaruh besar dalam mendorong Revolusi Prancis dan menuntut hak-hak mereka sebagai perempuan. Bagaimana kisahnya? Yuk, simak selengkapnya!

Akhir-akhir ini, gue lagi kepincut sama tontonan bertema sejarah. Beberapa waktu lalu, gue nonton serial Netflix berjudul The Last Czars (2019). Serial itu nyeritain drama pemerintahan kekaisaran Rusia yang dipimpin oleh Nicholas II.

Selama dia jadi kaisar, ada orang kepercayaannya yang menurut gue misterius dan unik, bernama Grigori Rasputin. Meskipun Rasputin bukan tokoh utama, dia berhasil bikin gonjang-ganjing pemerintahan, sampai akhirnya Kekaisaran Rusia runtuh. Elo bisa baca biografi tentang Grigori Rasputin di sini.

Gue suka sama tokoh yang punya peran besar behind the scene. Hal itu juga gue dapatkan dari film One Nation, One King (2018), film berlatar Revolusi Prancis 1789. Menurut gue, peran para perempuan yang merjuangin Revolusi Prancis 1789 dalam film ini bikin gue kagum. Namun, mereka jarang tersorot dan nggak dapat hak yang sama dengan laki-laki.

Peran Perempuan yang Terlupakan di Balik Revolusi Prancis 1789 73
Poster film One Nation, One King (2018) versi Prancis. (Dok. Imdb.com)

So, gue akan nyeritain bagaimana para perempuan sejak Revolusi Prancis 1789.

Awal Mula Peran Perempuan dalam Revolusi Prancis 1789

Semua bermula dari Prancis era Abad Pencerahan di abad ke-18. Saat itu, peran perempuan masih dianggap hanya seputar ngurusin rumah, suami, dan anak.

Sebenarnya, para perempuan biasa di Prancis punya pekerjaan. Ada yang jadi tukang cuci, petani, sampai penjaga toko. Namun, sebagai perempuan, mereka dikenal bukan karena pekerjaan luar rumah, tetapi peran mereka di dalam rumah.

Selain itu, pada era pemerintahan Louis XVI, Raja Prancis, perempuan nggak punya hak pilih di kancah politik. Belum ada undang-undang yang resmi mengaturnya. Hal itu bikin ibu-ibu bangsawan bikin semacam forum yang diadakan di salon. Di Prancis, salon merupakan tempat pertemuan para perempuan yang dimiliki ibu-ibu bangsawan.

Peran Perempuan yang Terlupakan di Balik Revolusi Prancis 1789 74
Perkumpulan perempuan di salon. (Dok. Abraham Bosse, Wikimedia Commons)

Salah satu perempuan terkenal pemilik salon adalah Germaine de Staël. Dia merupakan anak menteri keuangan saat itu, Jacques Necker. Meskipun keluarganya konservatif, de Staël punya pemikiran yang maju. Dia ngumpulin para perempuan dari seluruh lapisan masyarakat buat kumpul di salonnya, memunculkan ide-ide buat menuntut hak individu dan pendidikan perempuan.

Peran Perempuan yang Terlupakan di Balik Revolusi Prancis 1789 75
Germaine de Staël (Dok. Pierre-Louis Bouvier, Wikimedia Commons)

Perkumpulan perempuan salon pun nyoba pengajuan petisi yang menuntut hak-hak mereka kepada Estate-General (semacam DPR). Namun, suara mereka nggak digubris karena mereka perempuan. Boro-boro perempuan, laki-laki aja kalau nggak bangsawan atau tokoh agama, nggak bakal digubris.

Hingga akhirnya, negara teralihkan oleh masalah lain. Raja Louis XVI naikin pajak ke rakyat, roti (makanan rakyat jelata saat itu) makin langka dan harganya makin mahal. Jiwa ibu-ibu yang mikirin anak-suami makan apa, langsung terusik. Mau protes ke pemerintah juga nggak bisa.

Akhirnya, berkat the power of emak-emak, 6.000-10.000 orang menyerbu pasar di Paris. Mereka bawa senjata masing-masing, kayak pisau sampai pedang, buat minta stok roti. Mereka juga mengambil alih balaikota agar stok roti diperbanyak, dan keluarga mereka bisa makan.

Pada saat itu, Revolusi Prancis 1789 sudah dimulai. Kaum revolusioner ingin menggulingkan rezim Louis XVI yang dianggap sewenang-wenang. Ketika para revolusioner lagi menduduki balai kota, mereka nyaranin para demonstran buat pergi ke istana raja di Versailles. Soalnya, Louis XVI sekeluarga lagi sembunyi di situ.

Peran Perempuan yang Terlupakan di Balik Revolusi Prancis 1789 76
Pawai Wanita di Versailles, 5-6 Oktober 1789. (Dok. Wikimedia Commons)

Dari Paris, demonstran perempuan dan laki-laki jalan kaki sejauh 12 mil menuju Versailles. Di tengah hujan deras dan kondisi yang lelah, mereka sampai di istana. Selama enam jam, para demonstran nuntut Louis XVI untuk ngasih makanan buat keluarga mereka. Louis XVI pun setuju, dan ngasih makanan dari toko kerajaan kepada sebagian demonstran. Raja juga janji buat ngasih lebih banyak makanan selanjutnya.

Sebagian demonstran pulang. Namun, sebagian lagi masih stay di istana karena nggak percaya sama janji Raja Louis XVI. Mereka pun menyerbu istana dan nyari kamar sang ratu, yang dianggap suka hura-hura pakai uang rakyat.

Sebelum demonstran berhasil nemuin ratu dan nyaris membunuhnya, Garda Nasional berhasil meredam kerusuhan. Buat menghindari pertumpahan darah lebih lanjut, raja bersedia balik ke Paris. Aksi ini kemudian disebut Pawai Wanita dalam Revolusi Prancis 1789, yang berhasil bikin raja balik ke Paris dan menghadapi protes rakyat.

Baca juga: Jeanne d’Arc, Prajurit Suci Prancis yang Berakhir Tragis

Para Perempuan Era Revolusi Prancis 1789 dan Pengaruhnya

Pawai Wanita Revolusi Prancis 1789 bukanlah akhir, tetapi justru permulaan. Para perempuan makin berani buat memperjuangkan hak-hak kaumnya, yang sekarang lebih fokus ke politik.

Sophie de Condorcet dan Cercle Social

Peran Perempuan yang Terlupakan di Balik Revolusi Prancis 1789 77
Sophie de Condorcet (Dok. Sophie de Condorcet, Wikimedia Commons)

Muncullah tokoh pertama sejak Revolusi Prancis 1789 yang merjuangin hak politik perempuan. Dia adalah Sophie de Condorcet.

Bersama suaminya, Marquis de Condorcet, Sophie nulis artikel berjudul Sur l’admission des femmes au droit de cite (1790). Sophie menyatakan, jutaan perempuan Prancis harus menikmati hak politik yang sama dengan laki-laki. Sophie juga nantang para revolusioner yang patriarki, yang menganggap perempuan kurang rasional dibandingkan laki-laki.

Artikel Sophie langsung hits di Prancis, karena belum ada perempuan yang berani membahas itu. Artikelnya pun menginspirasi sekelompok perempuan buat bikin Cercle Social, klub politik yang mengkampanyekan hak-hak perempuan.

Cercle Social jadi klub yang aktif banget. Klub ini nuntut pemerintah ngasih kesempatan perempuan buat bisa mengajukan perceraian. Selain itu, mereka juga meminta agar perempuan dikasih kesetaraan dalam penerimaan warisan. Berkat kampanye Cercle Social, permintaan mereka pun dikabulkan Majelis Nasional Prancis pada Agustus 1790.

Olympe de Gouges

Peran Perempuan yang Terlupakan di Balik Revolusi Prancis 1789 78
Potret Olympes de Gouges (Dok. Alexander Kucharsky, Creative Commons)

Meskipun peran perempuan ada kemajuan dalam hukum keluarga, mereka tetap nggak punya hak berpolitik sejak Revolusi Prancis 1789. Hal itu bikin Olympe de Gouges, penulis Prancis, nerbitin tulisan berjudul “Deklarasi Hak Perempuan dan Warga Negara”. Tulisan itu jadi tanggapan atas “Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara” yang dikeluarin Majelis Nasional Prancis pada tahun 1789.

Dalam deklarasi itu, Majelis Nasional negasin hak kedaulatan warga negara kepada laki-laki. So, Gouges bikin deklarasi tandingan pada tahun 1791, yang menyatakan perempuan punya kapasitas nalar dan pengambilan keputusan yang sama kayak laki-laki. Gouges juga negasin, perempuan punya hak buat bebas berpendapat.

Deklarasi tandingan bikin Gouges dikenal publik. Namun, tulisan itulah yang bikin dia ditangkap sama pemerintah dan dihukum penggal pada tahun 1793.

Baca juga: Biodata Charles de Gaulle, Kisah Presiden Prancis dalam Perang Dunia ke-2

Pauline Léon

Tewasnya Gouges nggak bikin para perempuan Prancis menyerah dalam menyuarakan hak berpolitik. Malahan, semakin banyak klub politik yang didirikan sejak Revolusi Prancis 1789. Sampai tahun 1793, ada 56 klub politik yang dibikin para aktivis perempuan.

Klub politik yang paling terkenal saat itu adalah Society of Revolutionary Republican Women. Klub ini dibikin sama aktivitis revolusi perempuan, Pauline Léon dan Claire Lacombe, dengan Léon sebagai pentolannya. Semua anggota klub adalah perempuan yang berjuang menuntut hak pilih dan membawa senjata.

Peran Perempuan yang Terlupakan di Balik Revolusi Prancis 1789 79
Seniman Émile Wattier menggambarkan Pauline Léon dan temannya, Augustin Challamel (Dok. guides.loc.gov)

Pada musim gugur 1793, klub Léon kerja sama dengan para kritikus pemerintah buat memprotes harga pangan yang kembali naik. Hal itu bikin pemerintah revolusioner Prancis yang dipimpin Maximilien Robespierre jadi geram. Pemerintah nggak nyaman sama keterlibatan perempuan. So, pada 30 Oktober 1793, pemerintah melarang adanya klub perempuan, yang jadi akhir riwayat Society of Revolutionary Republican Women.

Akhir Nasib Hak Perempuan Selama Revolusi Prancis

Saat Robespierre turun dari posisinya pada Juli 1794, harga makanan makin naik. Para perempuan mulai bergerak lagi. Mereka mengajak dan membujuk para lelaki buat nyerbu Konvensi Nasional (majelis rakyat Prancis).

Pemberontakan pecah pada 20-23 Mei 1795. Mereka bawa senjata buat nyerang para pejabat majelis. Beberapa pejabat terbunuh. Sejak saat itu, perempuan dilarang datang ke pertemuan politik apapun.

Peran perempuan di ranah publik jadi terdegradasi. Meskipun para aktivis perempuan udah jatuh-bangun memperjuangkan hak sejak Revolusi Prancis 1789, pada akhirnya, pemerintah yang menang.

Kemunduran yang signifikan pada hak-hak perempuan makin terasa. Pandangan terhadap perempuan kembali berpusar pada ngurus anak-suami dan nurut sama pemerintah, seperti sebelum Revolusi Prancis 1789 terjadi.

Tanpa Sadar, Perempuan Sebenarnya Diakui

Melalui sejarah di atas, para perempuan sudah membuktikan kalau mereka punya peran penting sejak Revolusi Prancis 1789. Usaha mereka dalam memperjuangkan hak pilih perempuan di Prancis nggak pernah sia-sia, karena pada akhirnya terkabulkan melalui undang-undang yang disahkan pada tahun 1944.

Fun fact: tanpa disadari, perempuan sebenarnya jadi simbol nilai-nilai Revolusi Prancis 1789. Marianne adalah sosok kiasan yang jadi simbol Republik, cita-cita Revolusi Prancis. Dia mewakili semboyan terkenal “liberté, égalité, fraternité”, yang artinya “kebebasan, kesetaraan, persaudaraan”. Kalau elo lihat gambarnya, dia pakai topi Frigia, simbol kebebasan yang dulu dipakai budak dari Yunani dan Roma.

Peran Perempuan yang Terlupakan di Balik Revolusi Prancis 1789 80
Marianne sebagai simbol Liberte, karya Eugène Delacroix. (Dok. eco-gites.eu)

“Iya juga ya. Kalau dulu perempuan nggak diistimewakan, kenapa revolusioner Prancis nggak pakai sosok laki-laki aja?”

Soalnya, kaum revolusioner menghindari identifikasi terhadap politisi atau kelompok politik laki-laki tertentu. Semua orang juga sudah tahu kalau perempuan nggak mungkin duduk di pemerintahan. So, perempuan jadi pihak yang aman buat dijadikan simbol Republic, dan lahirlah Marianne.

Peran Perempuan yang Terlupakan di Balik Revolusi Prancis 1789 81
Semboyan Revolusi Prancis, “liberté, égalité, fraternité”. (Dok. nationalgeographic.grid.id)

Sebenarnya, ada lagi contoh-contoh penggambaran perempuan sebagai simbol Revolusi Prancis 1789. Kalau elo nemuin contoh lainnya, kasih tahu gue di kolom komentar ya!

Baca Juga Artikel Lainnya

Latar Belakang dan Dampak Revolusi Amerika – Materi Sejarah Kelas 11

Latar Belakang dan Tokoh Revolusi Cina – Materi Sejarah Kelas 11

Latar Belakang dan Dampak Revolusi Rusia – Materi Sejarah Kelas 11

Referensi

Pawai Wanita di Versailles: Titik Balik dalam Revolusi Prancis – Greelane.com (2019)

The Many Roles of Women in the French Revolution – ThoughtCo. (2019)

Women and The Revolution – Roy Rosenzweig Center for History and New Media

Women in the French Revolution: fighting for equality – History Extra (2021)

Women in the French Revolution – Hypotheses (2020)

Bagikan Artikel Ini!