peran jenderal sudirman dalam serangan umum 1 maret 1949 zenius

Serangan Umum 1 Maret 1949: Jenderal Sudirman sang Penyusun Siasat

Gimana sih strategi Jenderal Sudirman dalam mengatur Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta? Yuk, baca selengkapnya!

Hidup memang nggak selalu lurus-lurus aja. Waktu gue lulus SMA, gue ngerasa udah merdeka dari jam dan aturan sekolah yang mengikat, karena perkuliahan lebih fleksibel dari sekolah. Namun, ketika gue kuliah, permasalahan-permasalahan menuju dewasa muncul. Gue berjuang buat menghadapi berbagai hal itu. Gue ingin segera lulus kuliah, biar makin bebas nentuin arah hidup. However, “hidup” yang sebenarnya justru dimulai…

Gue nggak bermaksud curcol lho ya, hehehe. Yang ingin gue obrolin adalah, perjuangan dalam kehidupan bakal selalu ada. Indonesia juga pernah mengalaminya, meskipun sudah merdeka. Permasalahannya adalah Belanda yang datang lagi buat memecah belah Indonesia.

Ibarat elo udah punya pacar, lagi mesra-mesranya, terus mantan elo datang dan berusaha ngerusak hubungan elo sama pacar baru elo. Ngeselin sih emang…

Sikap Belanda yang kayak gini mendorong adanya peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Melalui peristiwa ini, Indonesia ingin membuktikan kalau dia masih eksis sebagai negara, dan nggak bakal lemah lagi sama Belanda.

Serangan Umum 1 Maret 1949: Jenderal Sudirman sang Penyusun Siasat 49
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 di Kota Yogyakarta. (Dok. 22Kartika via Creative Commons https://creativecommons.org/licenses/by-sa/3.0/)

Langsung aja gue ceritain deh.

Latar Belakang Serangan Umum 1 Maret 1949

Tadi, gue nyebut kalau Belanda memecah belah indonesia. Yap. Semua bermula dari Perjanjian Renville antara Indonesia dan Belanda. Perjanjian itu dibuat dalam rangka mendamaikan Indonesia dan Belanda atas peristiwa Agresi Militer Belanda I. Elo bisa baca di sini tentang apa yang terjadi waktu Agresi Militer Belanda I.

So, salah satu isi Perjanjian Renville yaitu Belanda mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai wilayah Republik Indonesia. Indonesia sebenarnya nggak puas sama perjanjian itu, karena wilayah Indonesia nggak cuma tiga wilayah itu aja, tetapi dari Sabang sampai Merauke.

Serangan Umum 1 Maret 1949: Jenderal Sudirman sang Penyusun Siasat 50
Suasana Perjanjian Renville antara Indonesia dengan Belanda di atas kapal perang AS, USS Renville, 8 Desember 1947, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (Dok. Kementerian Penerangan RI via Wikimedia Commons)

Nah, poin itu dimanfaatin Belanda buat bikin negara-negara boneka di Kalimantan, Sulawesi, Bali, sampai Irian. Indonesia nggak terima, karena cara itu dianggap memecah belah bangsa. Indonesia sama Belanda jadi marahan lagi, hingga mendorong terjadinya Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948. Elo bisa baca selengkapnya di sini ya.

Waktu Agresi Militer Belanda II, pasukan Belanda mengepung Yogyakarta. Soalnya, waktu itu, Yogyakarta jadi ibukota Republik Indonesia. Pasukan Belanda juga menangkap para pemimpin negara, termasuk Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Selain itu, Belanda juga menolak upaya PBB buat mendamaikannya dengan Indonesia. Belanda bilang kalau negara Indonesia dan TNI bahkan “udah nggak ada lagi”. Berita itu sampai ke luar negeri.

Penolakan itu diumumkan oleh PBB via radio luar negeri pada awal Februari 1949. PBB juga bilang, masalah Indonesia-Belanda bakal dibicarakan di Sidang Dewan Keamanan PBB selanjutnya.

Baca juga: Penyebab dan Dampak Agresi Militer Belanda 2 – Materi Sejarah Kelas 11

Keterlibatan Jenderal Sudirman

Raja Kasultanan Yogyakarta sekaligus Menteri Negara Koordinator Keamanan Indonesia saat itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, mendengarkan siaran PBB tersebut. Sultan Hamengkubuwono IX auto cemas.

Serangan Umum 1 Maret 1949: Jenderal Sudirman sang Penyusun Siasat 51
Sultan Hamengkubuwono IX. (Dok. Kementerian Penerangan RI via Wikimedia Commons)

Apalagi, keadaan di Yogyakarta lagi nggak stabil, semangat rakyat sekitar Yogyakarta buat nyerang Belanda juga sudah menurun. Sultan Hamengkubuwono IX pun mikir keras gimana caranya nunjukkin ke luar negeri kalau Republik Indonesia masih ada, dan TNI punya kekuatan.

Sultan kemudian punya ide. Dalam buku Seri Buku Tempo,Soedirman: Seorang Panglima, Seorang Martir (2012), Sultan Hamengkubuwono IX mengirim surat melalui kurir buat Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar TNI. Waktu itu, Jenderal Sudirman lagi bergerilya di Pacitan, Jawa Timur.

Serangan Umum 1 Maret 1949: Jenderal Sudirman sang Penyusun Siasat 52
Panglima Besar Jenderal Sudirman. (Dok. Kementerian Penerangan RI via Wikimedia Commons)

For your information, Jenderal Sudirman emang jadi salah satu pentolan tim gerilya. Gerilya (guerrilla warfare) adalah sebuah taktik perang yang dilakukan dalam skala kecil dan sembunyi-sembunyi, sehingga nggak bikin target curiga. Karena sifatnya yang nggak terbuka itu, pelaku gerilya langsung menyerang target secara mendadak.

Balik lagi ke surat Sultan Hamengkubuwono IX buat Jenderal Sudirman. Dalam surat itu, Sultan nyeritain pengumuman PBB. Sultan pun mengusulkan ide agar TNI menyerang pasukan Belanda di Yogyakarta. Dengan cara itu, dunia internasional bakal tahu kalau Republik Indonesia dan TNI masih ada.

Menurut buku Soedirman: Biografi Singkat 1916-1950 (2014), Jenderal Sudirman lagi sama Letkol Wiliater Hutagalung waktu menerima surat. Jenderal Sudirman ngasih tahu isi surat tersebut dan ngobrolin apa yang harus dilakukan. Letkol Hutagalung ngide buat manggil Kolonel Bambang Sugeng, Panglima Divisi III yang membawahi Pulau Jawa. Setelah ketiganya bertemu, mereka brainstorming.

Dari hasil brainstorming, Jenderal Sudirman bikin keputusan: TNI menyerang pasukan Belanda di Yogyakarta buat “ngerebut” lagi kota tersebut.

Ada tiga alasan kenapa memilih kota Yogyakarta:

  1. Menduduki Yogyakarta lebih mudah karena kota tersebut adalah ibukota RI dan jadi pusat pertahanan;
  2. Adanya wartawan asing dan delegasi PBB di Yogyakarta akan bikin mereka ngabarin serangan TNI terhadap pasukan Belanda ke luar negeri, sehingga Indonesia nggak akan dianggap “mati”;
  3. TNI udah menguasai rute Yogyakarta, sehingga lebih mudah buat bergerilya menyerang Belanda.

Buat melakukan serangan itu, Jenderal Sudirman milih Letkol Suharto sebagai komandan lapangan serangan. Soalnya, waktu itu, Letkol Suharto jadi Komandan Wehrkreise (WK) III.

Serangan Umum 1 Maret 1949: Jenderal Sudirman sang Penyusun Siasat 53
Suharto saat menjadi Letkol (Letnan Kolonel). (Dok. Dokumen Kepresidenan, Perpustakaan Nasional RI via Wikimedia Commons)

Wehrkreise merupakan sebuah strategi militer yang diterapkan Jerman waktu Perang Dunia II. Strategi ini membagi beberapa daerah pertahanan yang punya komandan sendiri-sendiri. Nantinya, para komandan bakal menyerang Belanda di wilayah masing-masing. Letkol Suharto dianggap sebagai pilihan yang tepat buat memimpin serangan umum.

Jenderal Sudirman langsung ngirim surat balasan buat Sultan Hamengkubuwono IX, yang berisi semua hasil brainstorming tadi. Jenderal Sudirman minta Sultan buat ngasih tahu Letkol Suharto tentang tugas barunya itu.

Dalam surat tersebut, Jenderal Sudirman juga meminta seluruh prajurit serangan umum buat pakai janur kuning yang diikat di leher, kepala, atau tangan. Atribut ini dianggap sebagai simbol keselamatan dalam cerita wayang Anoman Obong. Serangan bakal dimulai pukul enam pagi, ketika jam malam yang diterapkan Belanda selesai dan sirine di samping Pasar Beringharjo berbunyi.

Fun fact nih, sebenarnya serangan bakal dilakuin pada 28 Februari 1949. Namun, serangan itu terpaksa diundur sehari karena informasinya bocor. Hingga akhirnya, Serangan Umum 1 Maret 1949 terjadi di kota Yogyakarta.

Baca juga: ZenRp – TB Simatupang Menjadi Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) di Usia 30 Tahun

Peristiwa Serangan Umum 1 Maret

Hari-H tiba. Strategi Wehrkreise tadi diterapkan. TNI gerilya yang udah jauh-jauh datang siap buat nyerang Belanda di wilayah Wehrkreise masing-masing.

Sirine berbunyi pada pukul enam pagi. Dengan arahan Letkol Suharto sebagai pemimpin Serangan Umum 1 Maret, pasukan TNI langsung menyerang pasukan Belanda.

Letkol Suharto memimpin serangan di wilayah barat sampai batas Malioboro. Di wilayah timur, Ventje Sumual jadi pemimpinnya. Mayor Sardjono ngurusin wilayah selatan dan Mayor Kusno memimpin sektor utara. Wilayah pusat kota diurus sama Letnan Amir Murtopo dan Letnan Masduki. Mereka “ngunci” Yogyakarta biar nggak ada pasukan Belanda dari luar Yogyakarta yang masuk.

Serangan Umum 1 Maret 1949: Jenderal Sudirman sang Penyusun Siasat 54
Letkol Suharto sambil beristirahat memperhatikan pasukan yang sedang bergerak masuk Yogyakarta saat Serangan Umum 1 Maret 1949. (Dok. Wikimedia Commons) 

Finally, Serangan Umum 1 Maret berhasil dilakukan. Dalam waktu enam jam, TNI berhasil bikin pasukan Belanda keok dan ninggalin pos militer mereka. Setelahnya, kota Yogyakarta sepi lagi. Pasukan TNI balik ke markas gerilya.

Keberhasilan TNI ini disiarkan lewat Radio Republik Indonesia (RRI) dan diteruskan ke pemancar Radio Rimba Raya, Aceh. Pemancar ini kemudian menyebarluaskan berita ke seluruh dunia.

TNI berhasil membuktikan kepada dunia kalau Republik Indonesia masih eksis sebagai sebuah negara, dan TNI masih punya kekuatan buat melindungi negaranya. Klaim Belanda pun berhasil ditolak melalui pembuktian itu. Tujuan Serangan Umum 1 Maret 1949 telah tercapai.

Penutup

Meskipun Jenderal Sudirman nggak terjun langsung waktu Serangan Umum 1 Maret 1949, dia punya peran besar dalam serangan itu. Dalam versi sejarah Serangan Umum 1 Maret yang gue ceritain di atas, Jenderal Sudirman jadi otak strategi Serangan Umum 1 Maret 1949. Hingga akhirnya, TNI berhasil membuktikan kalau Indonesia dan TNI masih ada di muka Bumi ini.

Menurut elo, siapa tokoh Serangan Umum 1 Maret 1949 yang bisa gue bahas di artikel selanjutnya? Kasih tahu gue di kolom komentar ya!

Baca Juga Artikel Lainnya

Politik Etis, Dari Belanda Untuk Hindia

Biografi Ki Hadjar Dewantara: Nyali Tinggi Menggertak Belanda

Sejarah dan Latar Belakang dari Hasil Perundingan Linggarjati – Materi Sejarah Kelas 11

Referensi

Jenderal Sudirman, Tetap Semangat Bergerilya meski Sakit – Kompas.com (2020)

Serangan Umum 1 Maret 1949 – Kemdikbud (2020)

Susilo, Taufik Adi. (2014). Soedirman: Biografi Singkat 1916-1950. Sleman: Garasi House of Book.

Tempo. (2012). Soedirman: Seorang Panglima, Seorang Martir. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Bagikan Artikel Ini!