Penyempitan makna sayang

Menjelang Valentine dan Penyempitan Makna Sayang – Tentang Cinta

“Valentine’s Day sama siapa?”

Yaelah, Juleha. Pacar aja nggak punya, masa udah mikirin mau dinner date sama siapa? 

Eh, tapi, tapi, tapi … tunggu dulu. Emang Valentine’s Day harus sama pacar? Elo tau kan, Jakarta lagi ada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 pas tanggal 14 Februari? Angka kasus positif Covid-19 udah menyentuh 22 persen per 9 Februari 2022 menurut Detik.com. Risiko nggak, sih? Ya kali, nge-date tapi nggak positif in love tapi malah positif covid! Aduh, aduh … amit-amit ya. Semoga kita selalu sehat di tengah situasi pandemi ini. (Amin!) 

Anyway, balik ke obrolan tadi ya. Emang Valentine’s Day harus sama pacar? Nggak. Salah! Coba deh, kita tilik dari sisi historis, lebih lengkapnya bisa cek di sini ya. Nggak pernah ada tuh,  dalam sekian ratus tahun sejarah Hari Valentine, satu momen atau peristiwa yang menggarisbawahi kalau status pacaran itu elemen esensial di tanggal 14 Februari. 

Baca Juga: Sejarah Hari Valentine yang Justru Nggak Ada Cinta-cintaan

Nggak ada. Inget ya. “Valentine kudu punya pacar” itu cuma omongan temen elo aja yang pengin kita iri sama cerita dia. Udah, nggak usah diladenin. Buang-buang waktu.

Elo kudu inget, Hari Valentine itu hari kasih sayang. Kasih sayang itu nggak eksklusif buat pacar. Kasih sayang itu bisa elo ekspresikan ke orang-orang terdekat elo: orang tua, mamang penjual bubur kacang ijo di warung kopi sebelah rumah, cicik yang jual pulsa di counter samping minimarket, atau bahkan ke gebetan elo.  

Yes, benar. Nggak harus sama pacar kok. Sama gebetan boleh. Pertanyaannya: dia mau nggak, be your Valentine

Eksklusivitas Makna Sayang  

“… tapi kan dia cantik?”

Aduh, Malih! Terus kalau dia cantik kenapa? Dia pasti mau sama elo? Terus kalau dia cantik and mau jalan sama elo, elo dijamin happy? Nggak. Kebahagiaan itu nggak dijamin oleh seberapa glowing kulit pacar elo sebagaimana kebahagiaan itu nggak dijamin oleh pemerintah lewat Badan Penyedia Jaminan Sosial (BPJS). 

So, wake up! Lawan hasrat mencinta secara superfisial. You’re better than this. 

But how? Susah, nih. Nggak ada rumusnya. Memahami apa itu cinta itu nggak semudah memahami struktur isomer di materi kimia. Elo mungkin bisa mencoba memahami sains yang bergejolak ketika seseorang dilanda api asmara, tapi bukankah mendefinisikan “rasa” merupakan perjalanan seumur hidup? 

Okay, okay. Kayanya kita bakal terlalu filosofis deh, kalau mau ngebahas soal perkara cinta ala Paulo Coelho. Yuk, kita sederhanakan. Yuk kita mulai dengan satu pertanyaan: elo beneran sayang, apa elo cuma suka dia sebatas crush yang elo obrolin sama temen main doang?  

Nah, ini yang sempet disenggol di atas, nih. Sayang itu kan nggak eksklusif sama pacar ya? Gue sayang kok sama Jerry. Jerry itu anjing pertama gue. Salah nggak, gue ngomong kaya gitu? Lah, terus gue nyamain term pacar sama Jerry? Eh, eh, jangan gaslight gue dong, please

Baca Juga: Apa Itu Manipulatif dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Mental?

Gini sob, kenyataannya, kata “sayang” itu sudah mengalami pergesaran makna. Semantic change, istilahnya. Lebih tepatnya, semantic narrowing atau specialization. Dalam bahasa warga +62: penyempitan semantik. 

Gimana, tuh? 

Ya kurang lebih sama seperti kasusnya Jerry tadi. Misalnya elo punya pacar (ciee), dan elo sering bilang elo sayang sama si Neng Geulis atau Babang Tampan. Terus, elo juga punya temen main yang nemenin elo dari zaman Indomie masih harga Rp2000 satu bungkusnya. Elo bakal bilang elo sayang sama si Udin sesering elo ngomong sayang ke si doi, nggak? 

Padahal intensitas bertemu kalian dengan mereka berdua (hampir) sama. Elo ketemu dan jalan bareng pacar seminggu sekali atau dua kali. Elo ketemu si Udin tiap malem pas lagi mabar PUBG mobile.  

Padahal mereka sama-sama punya tempat istimewa di hidup elo. Yang satu ngingetin elo untuk makan, yang satu ngatain elo seenak jidatnya.

Kata “sayang” udah nggak se-inklusif dulu lagi, sob. Maknanya udah menyempit sebagaimana kata sarjana sekarang merujuk pada orang yang telah menyelesaikan jenjang perguruan tinggi. 

Kata “sayang”, sayangnya, sekarang seakan-akan sudah jadi milik berdua. 

Rangkaian Retorika Cinta Versi Zenius

“Cinta itu nggak harus memiliki.”

Sejak kapan cinta itu harus memiliki? Cinta itu nggak sekapitalis itu kok, guys. Cinta itu nggak transaksional. Kita bisa membahas retorika cinta sampai Indonesia juara piala dunia dan kita masih akan punya segenggam dialektika.  

Astaganagabonar! Berat juga ya, bahasannya. 

Perkara cinta emang nggak pernah gampang, sob. Tapi jangan khawatir, gue dan teman-teman udah siapin buat elo serangkaian hal yang elo butuhin untuk untuk tahu lebih lanjut tentang cinta – of course dari kacamata logika.

Bagian 1: Apa Itu Cinta?

Bagian 2: Hormon Cinta, Berjuta Reaksinya

Bagian 3: Dating dari Masa ke Masa

Bagian 4: Pacaran Sehat Saat Remaja, Memangnya Bisa?

Bagian 5: Menjelang Valentine dan Penyempitan Makna Sayang

Check them out, yo.

Anyway, akhir kata. Happy Valentine buat kalian semua ya. Tetap sayangi orang-orang terdekat kalian, ya. 

Inget kata DJ Tessa Morena yang viral di TikTok:

Jalan-jalan ke Mangga Dua,

Pulangnya ketemu Agnes Monica.

Hai kamu yang lagi baca, 

Cinta itu kadang-kadang tak ada logika!

Aduh, aduh, aduh, a….

Referensi:

Definition and Examples of Semantic Narrowing – ThoughtCo. (2018)

Bagikan Artikel Ini!