Mengatasi Kondisi Mentalitas yang Menghambat Belajar

Mengatasi Kondisi Mentalitas yang Menghambat Belajar

Mengenal kondisi mentalitas yang bisa menghambat prestasi belajar dan solusinya. Cek yuk!

Pernah nggak sih elo ngerasa nggak bisa ngelakuin suatu hal yang bikin elo berhenti mencoba? Biasanya perasaan itu diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan yang kurang lebih seperti di bawah ini nih.

Ilustrasi ungkapan pesimis (Arsip Zenius)
Ilustrasi ungkapan pesimis (Arsip Zenius)

Dari situ, terlihat tuh ada rasa pesimis tentang kemampuan untuk melakukan suatu hal. Nah, itu merupakan contoh dari kondisi mentalitas yang bisa menghambat elo dalam belajar, Sobat Zenius. Yang sebenernya bisa, malah jadi nggak bisa beneran deh.

Kok bisa gitu? 

Nah, kali ini gue akan sharing nih tentang apa itu mentalitas, bagaimana kondisi mentalitas yang bisa menghambat belajar elo dan solusi mengatasi mentalitas yang kurang baik. Yuk, lanjutin bacanya!

Apa Arti Mental 

Membahas tentang mentalitas, rasanya ada yang kurang nih kalau kita nggak memahami apa itu mental terlebih dahulu. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mental adalah batin dan watak ataupun hal-hal yang bersangkutan dengan hal-hal tersebut. Berbeda dengan fisik atau badan yang bisa kita lihat dan sentuh, mental merupakan sesuatu yang abstrak di dalam diri kita, Sobat Zenius. Nggak bisa di lihat tapi bisa dipahami.

Ilustrasi pengertian mental menurut KBBI (Dok. https://kbbi.kemdikbud.go.id/)
Ilustrasi pengertian mental menurut KBBI (Dok. https://kbbi.kemdikbud.go.id/)

Menurut pengumuman dari Balai Besar Pelatihan Kesehatan, Ciloto (2020), secara etimologis, kata mental berasal dari bahasa Latin “mens”, yang artinya jiwa, nyawa, roh, dan semangat. Arti yang sama juga dimiliki oleh kata “psikis”.

Jadi, elo bisa menggunakan kata mental atau psikis kalau elo mau merujuk ke suatu keadaan jiwa seseorang.

Ilustrasi mental (Dok. mohamed_hassan via Pixabay)
Ilustrasi mental (Dok. mohamed_hassan via Pixabay)

Elo pasti pernah dengar istilah “gangguan jiwa”. Nah, dari istilah itu kita juga bisa tau kalau keadaan mental seseorang itu bisa terganggu, nggak selalu stabil. Mengutip laporan Mayo Clinic (2019), gangguan mental biasanya ditandai dengan perubahan kondisi mood, cara berpikir, dan juga perilaku seseorang.

Nah, kalau sudah mengenal apa itu mental, kita lanjut ke pengertian mentalitas.

Apa Itu Mentalitas dan Kaitannya dengan Pola Pikir

Menurut sejarah penggunaan kata mentalitas, kata ini mulai digunakan dalam Bahasa Inggris “mentality” semenjak abad ke-17, yang diambil dari kata “mental”, Sobat Zenius. Kemudian pada abad ke-18 diadopsi juga ke Bahasa Prancis, walaupun penggunaan sebagai bahasa umum baru dimulai pada abad ke-19.

Kata “mentalitas” menjadi semakin terkenal dan penggunaannya pun menyebar ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Dalam KBBI, mentalitas sendiri didefinisikan sebagai keadaan dan aktivitas jiwa (batin), cara berpikir, dan berperasaan.

Ilustrasi arti kata “mentalitas”(Dok. https://kbbi.kemdikbud.go.id/)
Arti kata “mentalitas” di KBBI daring (Arsip Zenius)

Kalau menurut Psychology Dictionary, mentalitas adalah kualitas kemampuan akademik atau kognitif seseorang.

Dari kedua definisi di atas ada dua poin yang mengarah pada hal yang sama nih, yaitu cara berpikir dan kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif sendiri merupakan kemampuan seseorang berpikir atau memproses informasi yang ia dapatkan, Sobat Zenius.

Jadi, kita bisa katakan kalau salah satu hal yang dianggap sebagai mentalitas adalah cara dan kualitas berpikir seseorang, atau sering juga disebut pola pikir.

Ilustrasi mentalitas dan pola pikir (Arsip Zenius)
Ilustrasi mentalitas dan pola pikir (Arsip Zenius)

Nah, di situlah, mentalitas berkaitan dengan pola pikir yang mana cara berpikir itu sendiri. M. Yunus S.B dalam bukunya yang berjudul Mindset Revolution (2014) menjelaskan nih kalau yang dimaksud pola pikir adalah “cara otak dan akal menerima, memproses, menganalisis, mempresepsi, dan membuat kesimpulan terhadap informasi yang masuk melalui indra kita”.

Yunus juga mengatakan, “Setiap pikiran menjadi penyebab, dan setiap kondisi yang terjadi merupakan suatu akibat.” Artinya, pikiran seseorang sangat berpengaruh terhadap kondisi atau hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. 

Itu kenapa, memiliki pola pikir atau mentalitas yang baik penting sekali dalam belajar. Karena, hasil belajar seseorang dipengaruhi dengan pola pikir yang dimiliki.

Baca Juga

Pola Pikir Orang Cerdas Berkaitan dengan Kecerdasan Emosionalnya

5 Cara Melatih Logika Berpikir Supaya Lolos Tes Logika Penalaran

Permasalahan Mentalitas yang Mengganggu Belajar dan Solusinya

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pola pikir seseorang adalah konsep diri atau self-concept yang dimilikinya. Apa itu konsep diri?

Dalam buku yang berjudul Human Development (Diane & Sally, 1978), definisi konsep diri adalah pemahaman dan pengendalian seseorang terhadap dirinya sendiri. Nah masing-masing orang, termasuk elo memiliki konsep diri yang berbeda satu sama lain.

Ilustrasi cara pandang diri atau konsep diri (Dok. mohamed_hassan via Pixabay)
Ilustrasi cara pandang diri atau konsep diri (Dok. mohamed_hassan via Pixabay)

Pada dasarnya konsep diri ini bagaimana elo memandang diri elo sendiri. Dari segi fisik maupun mental. Contohnya, dari segi fisik elo memandang diri elo sebagai seseorang yang cantik, tinggi dan berambut pendek. Dari segi metal, elo memandang diri elo sebagai seseorang yang penuh semangat dan cerdas.

Seperti yang tadi gue sudah sebutkan, bahwa pola pikir itu menentukan kondisi yang kita alami. Jadi memiliki konsep diri yang baik juga penting supaya pola pikir kita tidak cenderung negatif.

Tapi, terkadang seseorang mengalami yang namanya false belief, di mana seseorang mempercayai sesuatu dengan sangat yakin tanpa menyadari bahwa hal itu salah. Nah keyakinan itu mempengaruhi konsep diri, Sobat Zenius. 

Misalnya, kalau elo percaya public speaking hanya bisa dilakukan oleh mereka yang berbakat, ya ketika elo merasa lemah di bidang itu elo bisa berpikir bahwa elo emang nggak bakat dan nggak bisa public speaking.

Kalau elo ingin mengetahui lebih lanjut tentang apa itu false belief, elo bisa cek video keren Zenius di bawah ini, ya.

Video: Mentalitas

Mentalitas

Akibat false belief seseorang bisa memandang dirinya dengan negatif. Contohnya seperti pikiran-pikiran pesimis yang gue sebutkan di awal tadi. Yang bisa bikin hal yang sebenarnya bisa dilakukan malah jadi nggak bisa.

Kenapa? Karena, seperti yang Yunus (2014) jelaskan, keyakinan pikiran itu dibentuk dari sebuah pikiran yang terus diulang-ulang. Kalau elo mikir “gue nggak bisa matematika” terus menerus, ya lama kelamaan itu akan menjadi keyakinan yang bisa jadi nyata.

Terus gimana dong cara melawan pikiran pesimis itu? Salah satu caranya adalah dengan menjadi lebih optimis, gitu? 

Kalau memang merasa nggak bisa terus gimana? Masak harus optimis?

Ilustrasi bingung (Arsip Zenius)
Ilustrasi bingung (Arsip Zenius)

Nah, kita bedakan dulu nih, gimana sih pola pikir orang pesimis dan optimis?

Martin E. P. Seligman, dalam bukunya yang berjudul Authentic Happiness (2005), menyampaikan bahwa orang yang pesimis cenderung percaya kalau apa yang mereka alami itu permanen. Dan cara memandang permasalah cenderung secara general. 

Kalau orang optimis, mereka memandang permasalahan mereka sebagai hal yang temporer atau sementara saja. Cara mereka memandang permasalahan lebih spesifik.

Supaya lebih jelas, elo bisa perhatikan contoh perbedaan pola pikir orang pesimis dan negatif pada gambar di bawah ini.

Ilustrasi perbedaan pesimis dan optimis (Arsip Zenius)
Ilustrasi perbedaan pesimis dan optimis (Arsip Zenius)

Nah, kalau elo ingin memiliki mentalitas atau pola pikir yang baik dalam belajar. Elo bisa nih mencoba merubah cara berpikir elo yang pesimis dan negatif dengan cara lebih spesifik dalam menyebutkan kesulitan atau permasalahan yang elo hadapi.

Dengan begitu, elo juga nggak akan menghambat diri elo dalam menguasai materi-materi sekolah hanya karena pola pikir yang salah.

Penutup

Begitulah, sharing gue tentang apa itu mentalitas, permasalahannya yang bisa menghambat proses belajar dan solusinya.

Semoga artikel ini bisa berguna buat elo, dan menginspirasi untuk menjadi lebih optimis ya dalam belajar ya. Kalau pinjem istilahnya Pak Jokowi, harus berani “revolusi mental”.

Sekian dari gue, see you in the next article!

Referensi

Authentic Happiness – Martin E. P. Seligman (2005)

Human Development – Diane E. Papalia & Sally Wendkos Olds (1978)

Mental Illness – Mayo Clinic (2019)

Mentality, history of – BRILL (2011)

Mindset Revolution – M. Yunus S.B. (2014).

Bagikan Artikel Ini!