Menyambut Tahun Baru 2022: Tentang Resolusi

Enggak lengkap rasanya menyambut tahun baru 2022 tanpa resolusi. Eh, tapi kenapa ya, tahun baru identik sama resolusi? Nah, buat yang penasaran, ini lho, penjelasannya.

Menyambut Tahun Baru 2022: Tentang Resolusi 9
Ilustrasi tahun baru 2022

Hai, Sobat Zenius. 

Tahun baru, harapan baru. Tahun baru, semangat baru. Apa nih yang baru buat elo? Apa sih satu resolusi tahun baru elo? Apa sih kata yang kalian selipkan di doa kalian menjelang berakhirnya tahun 2021? 

Lulus UTBK? Laptop baru? Pacar baru (eh). 

Ngobrolin resolusi tipis-tipis, yuk. Tapi sebelumnya, tahu nggak sih elo, resolusi itu apa? Kata resolusi itu agak asing, nggak sih? Pasti kata serapan. Pasti temennya revolusi, inisiasi, atau imunisasi. Yes. Betul! Resolusi itu kata serapan. Penasaran, apa itu kata serapan? Bisa lho, dicek di sini.  

Jadi, resolusi ini serapan dari bahasa Inggris, resolution, yang merupakan bentuk kata benda (noun) dari resolve. Wait… nggak selesai di situ. Resolve itu ternyata kata serapan juga. Nah. Pusing nggak tuh? Resolve itu merupakan kata serapan dari Bahasa Latin, dari kata resolvere, yang berarti mengendurkan atau menyelesaikan.

Rumit ya? Kok bisa sih, bahasa Latin yang katanya udah mati masih aja eksis di kiri-kanan kita? PANJANG ceritanya. Panjang banget. Beneran. Nggak bohong. Nanti kapan-kapan kita ngobrolin soal ini, ya. But for now, the easy explanation is this: Bahasa Latin adalah bahasa ibu yang melahirkan berbagai bahasa modern di tanah Eropa. Dan, sejak negara-negara Eropa sempat “menguasai dunia” dengan sistem kolonialismenya, enggak heran kita juga menyerap bahasa mereka. 

Baca Juga: Menyambut Tahun Baru 2022: Kembang Api dan Satria Berpedang

So, we do speak Latin. In a way. 

Keren kan? 

Yuk, kembali ke resolusi. Definisi resolusi tahun baru yang kita acap gunakan sekarang ini kurang lebih menjadi upaya kita dalam mencanangkan impian-impian yang ingin kita capai di tahun yang akan datang. Ada yang pengen sukses ujiannya. Ada yang ingin A, B, C, atau D. Banyak deh. Kaya pilihan topping pizza atau rasa minuman boba di resto favorit kalian. Macam-macam. Tapi, resolusi yang kita kenal sekarang itu sebenarnya sudah jauh menyimpang dari makna sesungguhnya, lho.

Jadi, lebih tepatnya mengalami perluasan makna sih. Kalau main bola, istilahnya offside. Resolusi tahun baru itu awalnya merupakan tradisi dari masyarakat Babilonia 4.000 tahun yang lalu. Jadi, orang-orang yang mendiami wilayah Irak dan Suriah pada waktu itu punya semacam kebiasaan untuk berdoa bersama ketika merayakan tahun baru. Lucunya, doa mereka itu biasanya berisi permintaan untuk diselamatkan dari jeratan utang.

Nah! Sebagian besar dari mereka nggak minta yang aneh-aneh (kaya kalian). Mereka nggak minta Macbook terbaru (Steve Jobs belum lahir). Mereka nggak doa minta jalan-jalan ke Bali (Canggu masih belum dibangun). Mereka cuma minta supaya dilancarkan rezekinya. 

Baca Juga: Kenapa Negara Korea Selatan Maju?

Yang lebih unik: mereka nggak memanjatkan resolusi mereka di penghujung Desember, tapi di bulan Maret! 

Lho, kok gitu? Wait, katanya resolusi tahun baru, tapi kok di bulan Maret? Sans, bor. Nggak elo doang yang bingung. Sebagian besar dari kita cuma mengakui satu tahun baru sebagai tahun baru yang absolut.

Padahal… banyak lho, rangkaian tahun baru di luar sana. Ntar di awal Februari 2022, ada Tahun Baru Imlek. Ntar di akhir Juli 2022, ada Tahun Baru Hijriyah. Nggak cuma dua itu aja. Di negara lain atau berdasarkan kepercayaan lain, perayaan tahun baru itu ngga mesti di tanggal 1 Januari.  

Kok bisa? Coba tanya ke Si Juli, deh. Julius Caesar, maksudnya. Pada tahun 46 SM (Sebelum Masehi), dia yang pertama kali bikin ketentuan bahwa tanggal 1 Januari merupakan hari pertama dalam setahun. Terus sistem itu diteruskan berabad-abad, mengalami berbagai revisi, sampai akhirnya fixed diresmikan sama Si Greg. Paus Gregorius ke-13. Dia yang menerapkan sistem kalender modern dengan 365 hari setahun (kecuali tahun kabisat) di tahun 1582 dan, dengan demikian, melegitimasi 1 Januari sebagai awal tahun.

Hih… rumit ya? Kenapa sih tahun baru nggak di tanggal 28 September kaya ulang tahun si doi? Kenapa ngga di tanggal 29 Februari biar setahun bisa ada 1.461 hari. Tapi ya udah lah, ya. Vox Populi, Vox Dei. Suara mayoritas itu konsensus. See… Latin words make it sound fancy

Tapi, ini bukan berarti bahwa kita nggak boleh merayakan tahun baru lainnya, lho. Masih banyak tradisi dan keunikan tahun baru lain yang bisa kita nikmati. Besides, party must go on, ya nggak? Tanggal merah kan asyik buat kita, ya nggak? Dan yang paling penting, resolusi harus menelurkan harapan baru. Harapan yang harus kita realisasikan di tahun yang baru. Harus, ya guys. Bukan ‘akan’. Yuk, sama-sama kita wujudkan resolusi tahun baru kita di 2022.

SEMANGAT!

At last, gue Mikey. Atas nama kerabat kerja editorial Zenius Education, gue mengucapkan Selamat Tahun Baru 2022. Happy holiday!

Baca Juga:

Sejarah Rupiah dan Sebelum ada Rupiah, Dengan Mata Uang Apa Orang Indonesia Bertransaksi?

Apa Bedanya Sedih Biasa dengan Depresi?

Bagaimana Awal Mula Transplantasi Ginjal di Dunia?

Referensi

https://www.zenius.net/prologmateri/bahasa-indonesia/a/283/kata-serapan

https://www.zenius.net/prologmateri/bahasa-inggris/a/301/nouns-and-pronouns

https://www.vocabulary.com/dictionary/resolution

https://people.howstuffworks.com/culture-traditions/holidays-other/why-make-new-years-resolutions1.htmhttps://www.britannica.com/topic/Gregorian-calendar

https://www.britannica.com/topic/Gregorian-calendar

Bagikan Artikel Ini!