Elo tahu nggak kalau sejarah kembang api ada hubungannya dengan peradaban dunia? Nah, berhubung bentar lagi tahun baru 2022, yuk, simak dulu sejarahnya di sini.
Menyambut Tahun Baru 2022: Kembang Api dan Satria Berpedang
Hai, Sobat Zenius!
Malam tahun baru mau ngerayain di mana nih? Sama keluarga? Atau sama pacar? Atau sendiri aja, merenungi si dia yang bakal tahun baruan sama yang lain? Aduh, kok, sedih ya?
Udah, udah… Daripada elo duduk di rumah streaming YouTube, sama sesekali ngebuka hape buat ngeliat screenshot chat elo sama si dia yang nggak pernah balesin elo lagi. Mending, elo do something, deh. Eh, tapi nggak harus ke tempat umum ya. Inget, kita masih masa pandemi dan si tengil Omicron udah masuk Indonesia.
Elo bisa ajak teman atau keluarga untuk staycation. Atau, barbeque-an di balkon rumah. Either way, elo harus move on, dong. Ngipasin sate ayam jauh lebih bermanfaat daripada nginget janji manis dia. Trust me.
Anyway, mendekati jam pergantian tahun, elo pasti akan sering mendengar suara kembang api bersahutan. Langit pasti sudah mulai berwarna merah, kuning, dan hijau (kalau nggak ujan deres ya). Finally, nggak suram-suram amat ya, bor.
Iya, dong. Siapa sih yang nggak suka dimanjain sama megahnya kembang api perayaan tahun baru? Tapi, tahu nggak sih elo, kalau ternyata kembang api itu punya peran besar dalam pembentukan peradaban yang kita kenal saat ini? Bukan kembang apinya, sih. Tapi, black powder, si serbuk di dalamnya.
Baca Juga:Kenapa Negara Korea Selatan Maju?
Black powder atau serbuk hitam merupakan salah satu komponen utama dalam kembang api yang sering kita lihat dalam perayaan tahun baru. Black powder juga jadi nenek moyang dari gunpowder atau bubuk mesiu, isian peluru senapan api.
“So in an alternate universe where black powder had never been invented by the Chinese, Hitler might have not obliterated half of Europe.”
Bisa jadi, Indonesia juga nggak akan terjajah sekian lama oleh kompeni. Bisa jadi, polisi dan tentara kalau bertugas nggak bawa pistol dan bedil, tapi bawa keris dan tombak. Bisa jadi, kan?
Sayangnya nggak gitu, guys. So, simpan fantasi satria berpedang elo baik-baik.
Jadi ceritanya, dulu di abad ke-10, ada sekelompok orang dari dataran Cina yang – entah iseng atau sok ide gimana gitu – bereksperimen dengan mencampurkan kalium nitrat (NHO3), sulfur, dan arang. Lalu, BOOM! Hasilnya meledak. Untung pas itu, nggak diteriakin “teroris” ya sama tetangganya. Bisa berabe, kan?
Itu awal mula penemuan black powder, guys. Awalnya nggak serem, kok. Nggak buat tembak-tembakan. Beneran. Yes, ada energi yang dilepaskan. Tapi produk akhirnya berupa gas dan asap doang. Jadi ya awalnya cuma dimasukin ke tabung bambu, terus buat meriam ala-ala gitu. Cuma suara aja yang keluar. Meriam, tapi suara doang (kaya Arsenal di Liga Inggris). Nggak ada proyektilnya. Ya kali, elo mau maju perang tapi bawa… speaker tradisional. Epic!
Eh, tapi itu pelan-pelan berubah lho, guys. Di sekitar abad ke-12, orang-orang mulai iseng ngisi meriam dengan proyektil kecil-kecilan. Nggak diisi pakai bihun sama wortel ya. Itu beda cerita.
Baca Juga: Sejarah Rupiah dan Sebelum ada Rupiah, Dengan Mata Uang Apa Orang Indonesia Bertransaksi?
Then you have it. Modern-day cannon.
Di saat yang hampir bersamaan, ada pedagang yang nggak sengaja nemu jalan tikus ke arah Cina. Zaman itu belum ada Google Maps ya, guys. Jadi, sistemnya masih tanya kiri-kanan. Makanya ada pepatah malu bertanya sesat di jalan. Sekarang mah: malu bertanya, Siri siap menjawab.
Anyway, si Mas Polo ini tiba ke Cina dan – singkat cerita – black powder ini sampai ke istana raja-raja Eropa. Elo tahu kan apa yang terjadi setelahnya? Era pedang dan baju zirah mulai dianggap basi (meskipun masih digunakan sampai beberapa abad setelahnya). Invasi militer dengan dalih penyebaran agama dan perdagangan mulai marak. Bangsa-bangsa Eropa mulai menjadi yang terdepan dalam urusan militer karena mereka mempunyai teknologi yang membuat armada militer mereka menjadi digdaya.
Seandainya si Mas Polo ini nggak lahir di tahun 1200-an dan jalur Sutera nggak ditemukan di era-nya, mungkin landscape kolonialisme di muka bumi ini bisa benar-benar berbeda. Bisa jadi kita semua menggunakan bahasa Mandarin sebagai bahasa universal.
Tapi, sudahlah. Que Sera Sera. Toh, sekarang kita juga sudah damai. Kompeni udah nggak ngatain kita pribumi. Malam tahun baru nanti kita juga sudah bisa menikmati merah, kuning, hijau di langit yang (semoga) tidak mendung, meskipun hati kita masih berkabung kehilangan si dia di pelukan yang lain.
Hmm, tapi menyambut tahun baru tanpa ada resolusi kayaknya enggak lengkap, ya enggak sih? Elo sendiri sudah punya resolusi tahun baru belum? Komen di bawah ini, dong, kalau udah punya. Ya, kalau belum juga enggak apa-apa. Kebetulan, kita lagi ngulik juga nih, soal resolusi untuk tayang besok Rabu. Jadi, tungguin, ya!
Baca Juga:
Sejarah Taliban:Asal Usul Taliban di Afganistan
Apa Sih Bedanya Susu UHT, Susu Beruang, dan Susu Lainnya?
Produk Skincare Aman Gak Sih Diuji ke Hewan?
Referensi:
britannica.com/technology/gunpowder
Leave a Comment