Perkembangan peradaban manusia dari hunter gatherer ke agrikultur dibahas, serta dampak positif dan negatif agrikultur terhadap manusia dan ekosistem.
Halo guys, ada yang pernah nonton film Ice Age? Itu loh film animasi dengan latar belakang zaman es yang tokoh utamanya ada tupai, mammoth, macan gigi pedang, dan kawan-kawan. Kalo lo perhatiin film itu, setting waktunya adalah pada era zaman es, yaitu zaman dimana hampir seluruh planet bumi ini tertutup oleh es. Wah emang seluruh planet bumi ini pernah tertutupi lapisan es ya?

Yak, zaman es (ice age) itu emang beneran terjadi. Bahkan secara kronologis waktu, zaman es itu relatif “belum lama” terjadi alias baru saja berlalu loh. Wah emang kapan zaman es itu berlalu? Menurut para ahli geologi dan paleontologi, zaman es terakhir yang planet Bumi lalui diperkirakan dimulai 1,8 juta tahun yang lalu, dan “baru saja” berakhir sekitar 15.000-10.000 tahun yang lalu. Wow! Berarti selama 1,8 juta tahun planet bumi ini tertutupi oleh lapisan es?? Lama banget tuh!
Yup betul, emang zaman es itu lama banget. Bahkan zaman es yang 1,8 juta tahun lalu itu bukan yang pertama kali terjadi, dan kemungkinan besar juga bukan yang akan terakhir kali terjadi. Berdasarkan perhitungan, zaman es terjadi setiap 150 juta tahun, dan akan berlangsung setidaknya 1 juta tahun. Sejauh ini, para ahli paleontologi mencatat setidaknya ada 5 era zaman es:
Starting Age [million years ago] |
Geologic Period |
1,700 to 2,300 mya |
the middle of the Huronian Era in Precambrian time |
670 mya |
the end of the Proterozoic Era, in Precambrian time |
420 mya |
the middle of the Paleozoic Era, between the Ordovician and Silurian Periods |
290 mya |
the late Carboniferous and early Permian Periods, late in the Paleozoic Era |
1.8 mya |
the Pleistocene Epoch of the Quaternary Period (Cenozoic Era) |
Seperti yang bisa lo lihat, zaman es terakhir adalah 1.8 juta tahun dan relatif “baru saja” berlalu sekitar 10.000 tahun yang lalu. Berhentinya zaman es adalah sebuah fenomena alam yang sangat besar dan menuntut perubahan drastis dari cara manusia bertahan hidup pada saat itu. Bayangin aja, dari yang tadinya di mana-mana lapisan es, dalam waktu “singkat” (sekitar 2.000-3.000 tahun), manusia harus dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Nah, pada era pergantian zaman es inilah titik krusial dari perkembangan peradaban manusia yang menarik banget untuk dibahas.
Yuk kita coba bayangkan sama-sama kondisi planet bumi sekitar 12.000 tahun yang lalu Pada saat itu jumlah manusia diperkirakan baru berjumlah 3-4 juta manusia (kurang lebih sejumlah penduduk Surabaya saat ini). Dalam waktu beberapa ratus tahun, 2/3 es mencair dan temperatur bumi dengan cepat berubah dari dingin menjadi lebih hangat. Keadaan bumi menjadi relatif stabil dan menunjang survival rate dari berbagai makhluk hidup. Tentunya, kondisi ini menunjang kemudahan bertahan hidup sebagian besar hewan dan tumbuhan, termasuk manusia (Homo sapiens).
Emang apanya sih yang berubah dari cara manusia untuk bertahan hidup? Sebetulnya kalo harus dijabarkan secara detail, prosesnya bisa kompleks banget. Tapi secara garis besar, kita bisa menyederhanakan bahwa perubahan cara hidup manusia yang paling signifikan adalah peralihan cara manusia dalam mendapatkan sumber makanannya, yaitu dari yang tadinya hunting-gathering beralih menjadi agrikultur.
Hunting-gathering sebagaimana bisa lo tebak dari namanya, adalah mekanisme paling primitif untuk mendapatkan makanan, yaitu dengan cara berburu (hunting) hewan liar dan mengumpulkan (gathering) tumbuhan & buah-buahan liar buat dimakan.
Ciri khas hunter-gatherer (orang yang melakukan hunting-gathering) adalah berpencar untuk mencari makanan, kemudian berkumpul untuk makan bareng, tidur bareng, kemudian setelah sumber makanan di sekitar dianggap sudah habis, mereka akan langsung pindah tempat buat cari tempat berburu yang baru (nomadik).
Mekanisme bertahan hidup inilah yang membuat Homo sapiens sukses bertahan hidup sekaligus menjelajahi berbagai penjuru Bumi selama sekitar 200.000 tahun di zaman es yang penuh tantangan.
Nah, pada saat era zaman es berakhir. Bumi jadi lebih hangat dan lebih bersahabat bagi makhluk hidup. Otomatis, sumber makanan juga mulai melimpah. Pada saat inilah, manusia mulai mempertanyakan efektivitas dari mekanisme cara hidup berpindah-pindah (nomadik). Ngapain pindah-pindah lagi? Wong di sini sumber makanan berlimpah, kayaknya ga akan habis-habis nih kalaupun kita tetap terus menetap di sini. Itulah kira-kira yang manusia pikirkan di berbagai penjuru bumi. Pada zaman peralihan inilah, sebagian manusia lambat laun memutuskan untuk menetap pada lokasinya masing-masing dan mulai mencoba berbagai cara kreatif untuk mendapatkan sumber makanan dengan lebih efisien.
Wah cara kreatif apa nih yang dilakukan manusia? Hal pertama yang adalah domestifikasi hewan, yaitu upaya manusia memanfaatkan hewan dalam membantu kehidupannya, baik menjadi teman berburu, sampai beternak sebagai sumber pangan. Menurut penelitan, hewan yang pertama kali didomestifikasi adalah serigala. Serigala dimanfaatkan manusia untuk menjaga keamanan (jadi satpam), teman berburu, dan juga untuk menghangatkan tubuh manusia (dengan memeluknya). Keturunan serigala yang saat itu berhasil didomestifikasi oleh manusia, kini telah berevolusi menjadi anjing, atau dalam taksonomi biologi dikenal dengan family canidae.
Pada masa ini juga, suatu peradaban kuno di Turki, tepatnya di Catalhayuk, diteliti sebagai kelompok masyarakat pertama yang mencoba untuk mendomestifikasi tumbuhan. Prinsipnya sama seperti domestifikasi hewan, domestifikasi tumbuhan di sini maksudnya adalah manusia mengolah tumbuhan untuk menopang kehidupannya (salah satunya sebagai bahan pangan). Peradaban ini udah mulai mencoba menanam barley (jelai) secara sistematis sebagai bahan makanan sehari-hari. Sebenarnya sih manusia sudah mulai memakan sejenis jelai pada 20.000 SM. Namun pada saat itu, manusia belum mendomestifikasi tumbuhan dengan sistematis. Di Catalhoyuk ini, meskipun sudah mulai domestifikasi tumbuhan, mereka masih tetap mengandalkan hewan buruan sebagai makanan utama. Domestifikasi tanaman ini diduga sebagai bentuk percobaan manusia pertama manusia untuk bercocok-tanam (agrikultur).
Pada 9.000 tahun yang lalu, populasi manusia bertambah sehingga makanan juga perlu ditambah stoknya. Untuk itu, manusia mulai serius memerhatikan domestifikasi tanaman. Mereka mulai melakukan eksperimen, neliti, nyoba-nyoba. Dari proses eksperimen manusia, termasuk salah makan, keracunan, mencret, dsb… pada akhirnya gandum dan jelai pertama kali muncul sebagai makanan pokok yang cocok untuk dikembangkan. Bisa dibilang, di sinilah agrikultur dimulai. Agrikultur maksudnya adalah pemanfaatan hewan, tumbuhan, dan jamur untuk kebutuhan hidup manusia, terutama untuk kebutuhan makanan.
Domestifikasi tumbuhan akhirnya menyebar ke belahan dunia secara perlahan. Namun, penyebaran ini tidak terjadi di waktu yang sama. Sebagai contoh: Beras didomestifikasi di China di antara 13.500-8.200 tahun yang lalu. Timur Tengah memulai era agrikultur sekitar 10.500-9.500 tahun yang lalu. Sayuran berakar didomestifikasi di Papua Nugini di 9.000 tahun yang lalu. Kentang didomestifikasi di Amerika Selatan pada 10.000-7.000 tahun yang lalu, diikuti oleh kacang polong, pohon koka, dan tumbuhan pangan khas tropis lainnya.
Tidak hanya tanaman, domestifikasi hewan juga makin dikembangkan. Hewan yang tadinya hanya digunakan sebagai teman berburu (serigala) dan membantu proses pertanian (membajak sawah), mulai dipertimbangkan untuk hal lain. Pada akhirnya manusia mikir kayaknya enak juga nih kalo hewan-hewan ini dikembang-biakan untuk disantap. Menurut catatan geo-antropologi, tercatat babi didomestifikasi pertama kali di Mesopotamia sekitar 15.000 tahun yang lalu, kemudian diikuti domba di 13.000-11.000 tahun yang lalu. Sapi didomestifikasi di Turki dan Pakistan di 10.500 yang lalu. Nah, konsep inilah yang kita kenal sekarang dengan istilah beternak.
Pada masa peralihan inilah (15.000-5.000 tahun yang lalu) atau bisa disebut sebagai era Neolithic Revolution atau Agricultural Revolution, sebagian masyarakat yang masih menjalani mekanisme hunting and gathering mulai benar-benar beralih untuk mengutamakan agrikulutur (bercocok-tanam & beternak) sebagai cara bertahan hidup yang baru sekaligus sarana untuk mengembangkan berbagai macam teknologi untuk mempermudah hidup manusia.
Namun demikian, banyak para ahli yang berpendapat bahwa proses peralihan hunter-gatherer ini adalah salah satu kesalahan terbesar manusia dalam sejarah peradaban manusia. Lho kok bisa?
Dampak Negatif Era Agrikultur
“(Agriculture is) the Worst Mistake in the History of the Human Race” – Professor Jared Diamond
“The Agricultural Revolution was History’s Biggest Fraud” – Professor Yuval Noah Harari.
Era agrikultur adalah kesalahan terbesar dalam sejarah umat manusia, menurut pendapat Prof Jared Diamond & Prof. Yuval Harari. Buat lo yang belum kenal, Jared Diamond adalah seorang ahli geo-antropologi & Yuval Harari adalah seorang ahli sejarah peradaban.
Mungkin lo penasaran, mengapa beberapa ahli sejarah berpendapat begitu? Bukankah dengan adanya pertanian dan peternakan itu memudahkan manusia mendapatkan makanan? Bukankah agrikultur itu memungkinkan kita sebagai manusia untuk hidup secara praktis? Yuk mari kita bedah dampak negatif dari proses transisi ini, baik terhadap manusia, hewan lain, maupun pada lingkungan alam secara luas.
Dampak Negatif Terhadap Manusia
Kalo boleh gua sederhanakan dampak negatif agrikultur bagi manusia, adalah : RIBET! Iya, segalanya jadi ribet bagi manusia, terutama jika kita melihat konteks pada 10.000 tahun yang lalu. Fokus energi, pemikiran, dan tenaga manusia terlalu banyak tersita untuk memikirkan proses agrikultur, dimana manfaatnya dinilai tidak seberapa.
Bayangkan saja, demi keberlangsungan proses agrikultur, manusia di berbagai belahan dunia membuka lahan (baca: merusak alam). Demi hasil panen yang baik, manusia harus kerja ekstra keras dibandingkan sebelumnya untuk memikirkan proses kondisi tanah yang cocok untuk tanaman, proses pengairan (irigasi), ancaman hama, potensi bencana alam, dan lain-lain. Ribet banget deh! Padahal sebelumnya pola hidup manusia jauh lebih sederhana. Kalo laper ya tinggal berburu kijang atau menangkap ikan, beres langsung bisa makan.
Dari segi nutrisi, semenjak dimulainya era agrikultur, nutrisi makanan yang didapat manusia menjadi terlalu homogen (ya iyalah makanannya jadi itu-itu doang). Sementara dulu ketika masih jadi hunter-gatherer, manusia mempunyai nutrisi makanan yang lebih bervariasi dan seimbang. Akibat dari ketimpangan nutrisi ini juga berdampak pada daya tahan tubuh manusia terhadap penyakit. Selain itu, proses peralihan ini juga membuat manusia jadi lebih sering mengalami anemia dan kekurangan vitamin, sering mengalami penyakit masalah tulang, dan masalah gigi. Dalam komunitas manusia yang melakukan agrikultur, manusia lebih cepat dan lebih gampang tertular penyakit. Terutama penyakit yang muncul dari domestifikasi hewan dan tumbuhan, seperti cacar, campak, flu, tetanus, dan lain-lain.
Secara fisiologis, proses transisi cara hidup manusia ke budaya agrikultur membuat manusia menyusut dan lemah secara fisik. Tinggi rata-rata pria 178 cm dan 165 untuk wanita pada zaman hunter gatherer turun menjadi secara berurutan 168 cm dan 155 cm pada zaman agrikulutur. Butuh sekitar 200 tahun bagi manusia buat balik lagi ke tinggi rata-rata 178 cm dan 165 cm tadi. Penurunan kondisi fisik, kekurangan nutrisi, dan tingginya kemungkinan penularan penyakit ini membuat tingkat harapan hidup (mortalitas) manusia juga berkurang drastis dari era hunter-gatherer 26 tahun menjadi rata-rata 19 tahun pada awal era agrikultur.
Dalam era modern sekarang ini, industri agrikultur bisa dibilang sebagai industri yang paling mematikan. Diperkirakan 170.000 kematian tenaga kerja di dunia setiap tahunnya berkaitan dengan agrikultur. Bahkan, itu belum termasuk tenaga kerja yang cedera, sakit, atau hal lain yang tidak dilaporkan. Jumlah kematian itu dua kali lebih besar dibanding rata-rata kematian akibat sektor lain. Organisasi Buruh Internasional menganggap agrikultur merupakan “Salah satu sektor ekonomi yang paling beracun (mematikan)”.
Dampak Negatif Terhadap Hewan
Selama sekitar 70 tahun terakhir, produsen ternak melakukan kawin silang kepada hewan ternak. Hal ini tentunya secara signifikan meningkatkan hasil ternak. Namun, perkawinan silang ini justru mengurangi keberagaman genetik terhadap hewan ternak. Akibatnya, hewan ternak menjadi rentan terhadap penyakit dan mengalami penurunan kemampuan dalam beradaptasi.
Dari sudut pandang moral, mekanisme agrikultur juga tentu merugikan bagi hewan. Bayangkan saja terlahir menjadi hewan sapi ternak. Begitu lahir langsung dipisahkan dari induk, lalu dimasukin ke kandang yang sempit banget. Dari kecil hanya diem di kandang untuk makan, tidur, buang air. Sampai 18 bulan kemudian dipotong. Itulah siklus kehidupan hewan-hewan ternak.
Dampak Negatif Terhadap Lingkungan
Sebagaimana sudah pernah dibahas pada banyak artikel sebelumnya, bahwa salah satu tantangan terbesar manusia modern saat ini adalah memperlambat proses perubahan iklim (climate change) yang kian mengkhawatirkan. Penyebab utamanya di era modern mungkin bisa lo baca di artikel Zenius Blog sebelumnya. Tapi terlepas dari itu, sebetulnya peralihan agrikultur juga menjadi salah satu pemicu yang mempercepat proses perubahan iklim global.
Pada tahun 2010, riset yang dilakukan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) menyatakan bahwa industri agrikultur dan konsumsi makanan adalah 2 faktor yang paling penting dalam pengaruhnya pada perubahan iklim. Selanjutnya di tahun 2011, UNEP bilang bahwa sekitar 13% emisi gas rumah kaca yang diakibatkan oleh kegiatan manusia di seluruh dunia disebabkan oleh pengoperasian agrikultur.
Dalam laporan United Nations, peternakan menghabiskan 70% tanah yang digunakan untuk agrikutur atau setara dengan 30% permukaan tanah yang ada di planet ini. Oleh karenanya, sektor peternakan merupakan salah satu penyumbang terbesar gas rumah kaca. Ia berkontribusi terhadap 18% emisi gas rumah kaca. (Dihitung dari emisi CO2-nya).Sebagai perbandingan, transportasi itu menyumbang 13,5% emisi CO2. Peternakan menyumbang 65% dari seluruh N20 yang dihasilkan oleh kegiatan manusia. Dampak N20 itu 296 kali dampaknya CO2 buat pemanasan global, wuuiih jauh lebih ganas dari CO2. Peternakan juga berkontribusi terhadap 37% CH4 (atau biasa disebut metana) yang dihasilkan oleh kegiatan manusia. Dampak CH4 itu 23 kali dampaknya CO2 buat pemanasan global.
Dampak konkrit sektor peternakan juga bisa lebih mudah lo bayangkan pada contoh hewan sapi. Bayangkan saja, 1 ekor sapi dewasa mampu mengeluarkan 70-20kg zat Methane setiap tahun ke udara. Itu kira-kira setara dengan pembakaran 1.000 liter BBM. Sekarang ada berapa banyak ekor sapi yang diternakan untuk sumber pangan manusia? Sekitar 1,5 milyar sapi yang diternakan di seluruh penjuru dunia! 6x lipat lebih banyak jumlahnya dari seluruh penduduk Indonesia!
Diperkirakan, emisi metana dari peternakan akan meningkat sebesar 60% sampai 2030. Selain itu, peternakan juga disebut merupakan salah satu faktor penting dalam hal penggundulan hutan, degradasi tanah, dan pengurangan keanekaragaman hayati.
Dampak Positif Agrikultur
Oke, dari pembahasan di atas, senggaknya kita bisa melihat perspektif lain bahwa ternyata mekanisme perubahan cara hidup manusia dari berburu menjadi bercocok-tanam & beternak, dalam sudut pandang tertentu bisa dilihat sebagai kerugian yang sangat besar dalam peradaban manusia. Fisik manusia menjadi lebih, rentan terhadap berbagai jenis penyakit, belum lagi kehidupan manusia jadi lebih ribet, merugikan hewan-hewan lain, dan bahkan juga lingkungan secara luas. Tapi di sisi lain, gua mau kita coba membeda sisi positif dari revolusi agrikultur ini juga. Dengan demikian, kita jadi bisa melihat proses transisi ini dari perspektif yang lebih luas
Meskipun mempunyai dampak negatif seperti yang disebutkan di atas, agrikultur jelas membuat manusia jadi mempunyai persediaan makanan dalam jumlah besar. Persediaan makanan dalam jumlah banyak bisa menyuplai makanan kepada populasi manusia yang masif. Selain itu, manusia juga jadi bisa tinggal menetap dan tidak perlu terus berpindah-pindah tanpa kepastian (hayati lelah bang!).
Dari sisi teknologi, bisa dibilang peradaban manusia berkembang pesat akibat adanya Agricultural Revolution ini. Beberapa peneliti mengatakan betapa besar peran agrikultur dalam membangun peradaban Mesir, Mesopotamia, China, Inka. Peradaban inilah yang nantinya akan menghasilkan ilmu pengetahuan awal manusia untuk memahami siklus alam, sistem penanggalan, konsep waktu (hari, jam, menit, detik), astronomi, pencatatan dan perhitungan jumlah (kuantifikasi), perkembangan bahasa (linguistik), dan masih banyak lagi.
Di sisi lain, mekanisme agrikultur juga membuat manusia relatif menempuh cara yang lebih aman dan berisiko kecil dalam mendapatkan makanan. Bayangin aja, kalo tiap hari berburu, manusia selalu berhadapan dengan risiko diterkam macan, ditanduk bison, diinjek mammoth, atau disikat sama buaya. Belum lagi karena tinggalnya belum menetap dan belum ada tempat tinggal yang aman, membuat ancaman dari binatang liar jadi sangat besar.
Selain itu, mekanisme agrikultur memungkinkan manusia bisa menyimpan stok makanan dalam jumlah banyak. Sehingga persediaan pangan relatif lebih stabil. Teknologi pengolahan hewan ternak dalam menghasilkan daging yang unggul, jelas sangat menguntungkan manusia untuk mendapatkan daging yang berkualitas baik.
Perkawinan silang pada hewan dan tumbuhan juga terbukti dapat menghasilkan produksi yang banyak. Nah, ayam yang lo makan di restoran cepat saji biasanya dari ayam perkawinan silang itu, begitu juga buah-buahan manis & tak berbiji yang lo beli di supermarket.
Hasil dari agrikultur modern dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: Makanan, fiber, bahan bakar, dan bahan mentah. Kita bahas beberapa bagian aja yah. Hasil agrikultur yang pertama adalah makanan. Hasilnya seperti sayuran, buah, minyak, sereal (seperti beras), daging, bumbu masak. Kebayangkan kontribusi dari agrikultur buat makanan sehari-hari kita.
Terus setelah makanan, hasil agrikultur yang kedua adalah berupa fiber. Contoh fiber seperti katun, wol, sutera, dan sebagainya. Nah hasil fiber dipake buat bikin celana yang sekarang lo pake, selimut di kasur lo, dan sebagainya. Agrikultur juga menghasilkan bahan bakar atau biasa disebut fuel. Beberapa penelitan bahkan bilang kalo fuel yang pertama kali digunakan manusia berasal dari agrikultur. Coba tebak apa? Kayu. Kayu kalo dibakar kan bisa jadi sumber energi atau sumber bahan bakar. Selain itu, agrikultur juga bisa menghasilkan bahan mentah seperti latex (bahan dasar karet), bambu (bahan dasar kursi), dan sebagainya.
Keuntungan lain dari agrikultur modern adalah terbukanya lapangan pekerjaan. Pada tahun 2011, diperkirakan 1 miliar orang atau sekitar 1/3 tenaga kerja yang ada di dunia ini bekerja di sektor agrikultur. Kebanyakan, para pekerja agrikultur itu berada di negara berkembang. Dari sudut pandang ini, agrikultur meningkatkan kehidupan manusia karena bisa membuka lapangan pekerjaan segitu banyaknya.
Menurut worldbank.org, perkembangan agrikultur merupakan salah satu hal yang paling kuat dalam upaya penghapusan kemiskinan. Agrikultur juga diperkirankan dapat memberi makan 9 miliar orang pada tahun 2050. Perkembangan di sektor agrikultur diperkirakan 2-4 kali lipat lebih efektif dibanding sektor lain dalam meningkatkan pendapatan orang-orang menengah ke bawah. Bisa lo bayangkan bahwa di banyak sektor kehidupan kita saat ini, agrikultur itu bener-bener ngebantu kehidupan manusia.
Penutup
Nah, begitu kira-kira gambaran tentang peralihan dari hunting gathering ke agrikultur beserta dampaknya ke manusia dan ekosistemnya. Di sini sebenarnya gue pengen ngasih berbagai macam perspektif mengenai proses peralihan ini. Di satu sisi gua mau lo memahami bahwa ada pandangan dari para ahli yang menyatakan bahwa agrikultur gak sepenuhnya juga memberi keuntungan pada manusia dan ekosistemnya. Di sisi lain, kehidupan manusia modern yang serba praktis juga tidak bisa lepas dari jasa revolusi agrikultur 10.000 tahun yang lalu.
Nah, sekarang mungkin di antara lo timbul pertanyaan:
“Kalau sampai sekarang manusia tetap hidup sebagai hunter gatherer, apakah manusia akan lebih maju, sama saja, atau bahkan lebih terbelakang dari manusia sekarang?”
Apakah betul bahwa trade off antara produksi makanan dan pencemaran lingkungan adalah hal yang tidak dapat dihindarkan? Artinya, bisa ini adalah pilihan yang dilematis. Produksi makanan tapi lingkungan rusak atau gak produksi makanan tapi lingkungan jadi gak tercemar oleh agrikultur?
Nah dengan adanya tulisan ini, gua justru ingin memicu lo untuk berdiskusi dan berdebat secara sehat di kolom komentar di bawah ini tentang ke 2 perspektif di atas. Mungkin ada di antara lo yang punya pendapat pribadi, atau bisa memberikan sumber penelitian baru yang bisa kita diskusikan bersama. Buat bahas lebih lanjut, yok, kita diskusikan pada kolom komentar di bawah!
Sources:
-
http://www.trunity.net/sam2/view/article/51cbf44b7896bb431f6af515/
-
(https://www.youtube.com/watch?v=CJLHewx6PHQ
-
Buku Sapiens (A Brief History of Humankind) by Yuval Noah Harari
-
https://www.youtube.com/watch?v=oLEjOSYgFYg
-
http://www3.gettysburg.edu/~dperry/Class%20Readings%20Scanned%20Documents/Intro/Diamond.PDF
-
http://digitalcommons.unl.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1186&context=nebanthro
-
https://en.wikipedia.org/wiki/Neolithic_Revolution
-
https://en.wikipedia.org/wiki/Hunter-gatherer
-
https://en.wikipedia.org/wiki/Agriculture
-
https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_agriculture
-
http://www.worldbank.org/en/topic/agriculture/overview
lagi baca gun germs and steel(bahasa indo) udah nyampe bab asas anne karenina tapi belom mudeng bab apel atau indian. bingung banget
nah iya, baca guns, germs, and steels kalo mau dive in, kadang mesti pelan-pelan, sometimes butuh searching lagi untuk beberapa hal buat meng-exlplore poin yang dimaksud si opa Jared Diamond.
Baca bukunya mbah Jared Diamond tapi masih ga ngerti isinya nih gue. Waktu itu sempet baca The World Until Yesterday yang nyeritain suku-suku tradisional gitu.
Kalo masih gak ngerti, coba deh nonton film-nya Guns, Germs, and Steels
https://www.youtube.com/watch?v=ojU31yHDqiM
Kalo The World Until Yesterday intinya gimana manusia sekarang bisa mempelajari(mengambil hal-hal positif) dari kehidupan suku-suku tradisional. Di situ banyak cerita tentang suku tradisional yang masih melakukan hunting gathering.
Ncen, maaf agak OOT. Ini tampilan blognya berubah ya?
Iya nih, kemarin sempet ngutak-ngatik setting-an blog, eh jadinya berubah deh tampilannya.
Kalo menurut gw sih tentang pertanyaan “Kalau sampai sek9arang manusia tetap hidup sebagai hunter gatherer, apakah manusia akan lebih maju, sama saja, atau bahkan lebih terbelakang dari manusia sekarang?”
Ini menurut pemikiran gw kak,,
Jika manusia memilih hunter gatherer mungkin akan terjadi peperangan perebutan wilayah antarkelompok ,, itu-pun mungkin ilmu pengetahuan hanya mengalami sedikit kemajuan .
Mungkin itu saja ☺
Yah, mungkin aja terjadi. Tapi yang pasti sampai sekarang di era agrikultur pun masih terjadi perebutan wilayah, contoh paling deket yang di Aleppo, Syria. Kalau ngomongin perebutan wilayah, dekat kaitannya sama dengan tingkat violence (kekerasan). Meski masih terjadi perebutan wilayah, tapi dunia saat ini mengalamai penurunan dalam hal kekerasan. Hal itu terdapat di buku The Better Angles of Our Nature by Steven Pinker.
Mungkin kalo manusia ga nemuin agrikultur, bisa aja populasi manusia saat ini ga sebanyak sekarang. Dan krn agrikultur punya peran besar dalam peradaban manusia, bisa juga sampai saat ini kita masih buta sama yg namnya dunia, ilmu pengetahuan lain, dll. Jadi ya kalo mnurut ane sih lebih besar dampak positif nya dibanding negatifnya.
Yap, beberapa memang menyatakan dukungannya terhadap agrikultur dengan telah mempertimbangkan dampak negatif agrikultur. Dukungan tersebut namun dengan beberapa catatan. Salah satu strategi World Bank terhadap agrikultur adalah Climate Smart. Di mana poin utama di situ adalah agrikultur diusahakan tetap produktif, namun dengan catatan agrikultur juga diharapkan bisa mengurangi emisi.
Tapi bukannya emisi yg ada juga disebabkan sama si agrikultur itu sendiri, bang?
Halo, Fata.
Aku coba nimbrung yah. Kukira emisi yang dihasilkan akibat pelaksanaan agrikultur memang benar. Tapi, aku sih lebih milih agrikultur tetap lanjut, karena mau ga mau kita tetap harus mikirn bagaimana caranya meyediakan nutrisi bagi populasi manusia (meski argumen ini begitu antroposentris). Mungkin strategi Climate Smart itu ada kaitannya sama Sustainable Development Goals dari United Nations.
Manusia tetap perlu agrikultur, namun harus diiringi dengan perbaikan pengolahan makanan bukan hanya dalam hal produksi namun juga pengolahan food waste yang lebih baik dan kesadaran diri untuk tidak menjadi serakah dalam prosesnya.
Biasanya sih antara worldbank, UN, dan organisasi semacamnya, punya program yang bisa dibilang sejalan lah. Jadi mungkin banget kalo Climate Smart itu berkaitan dengan SDG.
Iya, seperti yang dibilang Viny Alfiyah, emisi itu memang dihasilkan dari agrikultur sendiri. Oleh sebab itu, manusia mesti mikirin nih gimana secara signifikan mengurangi emisi negatif terhadap lingkungan, gak hanya di sektor agrikultur, tp juga di sektor lain seperti industri, kehutanan, dsb.
Yap, betul Viny.
Itu dia, bang. Masih dikit usaha manusia buat ngeminimalisir emisi yg dihasilkan agrikultur. Atau bahkan orang-orang dulu juga ga nyangka perkembangannya bisa sejauh sekarang. Dan timbul masalah baru. Yap, tugas kita kita sekarang nih buat bikin gebrakan di agrikultur, lebih tepatnya di pengolahan limbah sama emisi (limbah sama emisi itu sama ga sih? Hehe). Setau ane sih, teknologi pengolahan limbah agrikultur itu belum secanggih teknologi agrikultur itu sendiri.
Itu dia. Masih dikit usaha manusia buat ngeminimalisir emisi yg dihasilkan agrikultur. Atau bahkan orang-orang dulu juga ga nyangka perkembangannya bisa sejauh sekarang. Dan timbul masalah baru. Yap, tugas kita kita sekarang nih buat bikin gebrakan di agrikultur, lebih tepatnya di pengolahan limbah sama emisi (limbah sama emisi itu sama ga sih? Hehe). Setau ane sih, teknologi pengolahan limbah agrikultur itu belum secanggih teknologi agrikultur itu sendiri.
“Kalau sampai sekarang manusia tetap hidup sebagai hunter gatherer, apakah manusia akan lebih maju, sama saja, atau bahkan lebih terbelakang dari manusia sekarang?”
Gue coba jawab deh,
Lebih terbelakang.
Alasannya:
1. Manusia masih memikirkan “besok makan apa?”. Kebutuhan dasar yang belum terpenuhi akan menyulitkan perkembangan peradaban manusia.
2. Tenaga yang dikeluarkan untuk berburu tidak seefisien tenaga yang dikeluarkan untuk agrikultur karena berburu mempunyai peluang kegagalan yang lebih besar. Agrikultur sangat membantu manusia dalam mencari hewan dan tumbuhan.
Segitu aja sih opini dari gue. Tapi secara konteks, agrikultur bersifat merusak lingkungan.
Coba kita bahas yah :
Untuk poin nomor 1, baik hunting gathering dan agrikultur, keduanya bisa dikatakan dapat memenuhi kebutuhan dasar makan tersebut. Untuk hunting gathering, meskipun stok makanannya gak sebanyak agrikultur, namun hunter gatherer gak segitunya mengalami kelaparan. Bahkan ada studi yang bilang justru lebih banyak masyarakat agrikultur yang lebih sering kelaparan.
Untuk nomor 2, Yuval Noah Harari bahkan bilang bahwa manusia tenaganya banyak banget digunakan buat ngurusuin agrikultur seperti pengairan, ngebajak tanah dulu, jagain tanaman dari hama, kasih nutrisi buat tumbuhan, dsb.
Mengenai peluang, agrikultur juga msh pny peluang yg cukup besar untuk terjadi gagal panan atau semacamnya.
Tulisannya menarik nih. Terutama pertanyaan bagian diskusinya, “Kalau sampai sekarang manusia tetap hidup sebagai hunter gatherer, apakah manusia akan lebih maju, sama saja, atau bahkan lebih terbelakang dari manusia sekarang?”
Selama ini gue selalu mengira bahwa ketika manusia masih berburu, waktu luang yang kita punya itu sedikit (karena setiap hari dihabiskan untuk mencari makan aja). Kalau waktu luang masih sedikit, maka inovasi otomatis terhambat. Inovasi itu baru bisa muncul ketika ada ekonomi berlebih, banyak yang nganggur, terus akhirnya mulai mikirin gimana melakukan segala sesuatu menjadi lebih efisien.
Tadinya gue pikir waktu luang yang berlebih itu hanya bisa tercapai kalau manusia menemukan pertanian. Oleh karena itu, gue kira kira peradaban manusia nggak akan bisa maju tanpa pertanian. Tapi, setelah gue baca-baca lagi, ternyata pada jaman hunter gatherer, waktu luang kita lumayan banyak. Rata-rata manusia bekerja cuma 6,5 jam per hari! (bandingin dengan era agrikulkur yang sekitar 8,8 jam per hari)
Jadi, kalau pada hunter gatherer ekonomi OK, terus waktu luang lumayan banyak, bisa aja dong peradaban manusia maju tanpa agrikultur?
Bisa aja sih, tapi gue masih nggak yakin. Soalnya selain waktu luang, masih ada satu hal yang perlu dipertimbangkan: Kepadatan populasi. Agrikultur itu membuat orang-orang bisa ngumpul di satu tempat yang sama, sehingga populasi di suatu daerah tertentu bisa tinggi. Dari situ bisa mulai muncul perkotaan, sistem pemerintahan, dsb. Dengan orang-orang ngumpul di suatu tempat yang sama, komunikasi jadi lancar, sehingga tiap-tiap orang bisa share ilmu pengetahuan. Ini mempercepat berbagai penemuan scientific.
Nah, gue agak ragu hunter gatherer bisa mencapai itu, karena nggak mungkin suatu daerah bisa menampung penduduk dengan jumlah yang banyak kalau mereka semua mencari makan dengan berburu. Berhubung belum ada telekomunikasi, ya kemajuan scientific pun relatif lambat jadinya.
nambahin, menurut gue agrikultur solusi yang tepat buat bikin idup manusia lebih sejahtera karena tampaknya agrikultur ini ada yang berkembang secara independent antara satu peradaban dan peradaban lain. Rasanyanya sih gue belum nemu peradaban maju yang masi mengadopsi sistem hunter gatherer murni.
Iya, working hour manusia yang melakukan agrikultur ternyata lebih lama dibanding hunting-gathering, selain itu lebih ribet juga kata Prof Yuval.
“This Sapiens been living a fairly comfortable life hunting and gathering until about 10,000 years ago, but then began to invest more and more effort in cultivating wheat. Within a couple of millennia, humans in many parts of the world were doing little from dawn to dusk other than taking care of wheat plants. It wasn’t easy. Wheat demanded a lot of them.
Wheat didn’t like rocks and pebbles, so Sapiens broke their backs clearing fields.
Wheat didn’t like sharing its space, water, and nutrients with other plants, so men
and women laboured long days weeding under the scorching sun. Wheat got sick,
so Sapiens had to keep a watch out for worms and blight. Wheat was
attacked by rabbits and locust swarms, so the farmers built fences and stood guard over the fields. Wheat was thirsty, so humans lugged water from springs and streams to water it. Its hunger even impelled Sapiens to collect animal faeces to nourish the ground in which wheat
grew.
How did wheat convince Homo sapiens to exchange a rather good life for a more
miserable existence? What did it offer in return?” – Professor Yuval Noah Harari.
btw request tentang psychology dong
sedikit cerita aja…mungkin bukan gw aja yang dulu pas persiapan sbmptn yang merasakan “belajar seperti main game” hingga belajar sampe lupa waktu .Setelah berjalannya waktu dan udah masuk PTN ,gw jadi penasaran sama kenapa gw ngelakuin hal itu.Setelah gw telusuri lebih dalam apa yang gw lakuin (belajar hingga lupa waktu) itu termasuk teorinya mihaly csikszentmihalyi “the flow” ,atau mungkin kalo di dunia olahraga biasa disebut the zone.Dari sini gw curious banget mengenai psikologi .Nah mungkin kakak2 zenius bisa menjelasin teori dari mihaly csikszentmihalyi
itu dampak negatifnya ada sama nutrisi, ga mudeng aku mas hehe
penilaian kita secara common sense ga mudeng tentang “kesalahan terbesar” ini yang di bilang sama ahli, padahal mereka udah baca beberapa rak buku dan meneliti itu ini, yaahhh harus belajar lagi nih saya kayaknya
Manusia hunter gatherer dianggap mempunyai nutrisi makanan yang lebih bervariasi dan seimbang dibanding agrikultur. Kalo di agrikultur, makanannya paling yang dikelola oleh manusia, makan daging sapi, domba, kambing. Atau makan kacang polong, gandum, jelai, dan sebagainya.
Lo bayangin pas manusia berburu ke hutan. Hari ini bisa aja makan hewan A, besok bisa nyobain hewan B, besoknya lagi hewan C. Begitu juga dengan makan tumbuhan, sayur, buah. Hunter gatherer bakalan lebih bervariasi dalam kehidupan sehari-harinya. Dan itu bisa menjadi dampak yang positif terhadap tubuh manusia. Dengan catetan, manusia tersebut emang mesti misahin makanan mana yang sebaiknya dikonsumsi oleh tubuh sama yang nggak bisa dikonsumsi. Biasanya sih, orang yang berpengalaman di kelompok hunter gatherer itu ngasih tau ke sesamanya mana yang bisa dimakan mana yang nggak
Selain itu, menurut Jared Diamond, manusia modern makan makanan “unhealthy diets”, kita kebanyakan makan karbohidrat, lemak, gula. Sedangkan hunter-gatherer kebanyakan makan protein dan serat. Hunter-gatherer dianggap lebih sehat makanannya dibanding manusia modern.
Kalo menururku jk manusia ttp memakai cara berburu dan mengumpylkan makanan peradaban manusia tdk akn terlalu berkembang seperti sekarang. Setidaknya dlm seni arsitektur. Karna kita menetap memungkinkan kita untuk berkreasi dlm bentuk bangunan, coba klo msih berburu dan nonmad. Psti kita tdk akn berpikir buat mengembangkan arsitektur tmpt kita tingal. Ngapain di kembangin toh pd akhirnya kita tinggal juga. Segitu dulu sh pendapTku
bahas GMO dong bang,hehe.
Oiya btw,gua sependapat ama pakprof Jared Diamond gara” abis ngelarin serial Game of Thrones,dan ngebandingin Citizens(ambil sampel populasi warga King’s Landing) vs Wildlings(dengan mengabaikan ancaman aneh”-nya),hahahaha
Tapi kalo diusut lebih jauh,kalo kita tetep mempertahankan kebiasaan gather-hunt bakal berujung ke kepunahan ekosistem terrestrial (faunal yg paling kerasa). kenapa? karena kita sebagai homo sapiens bisa monopoli beragam jenis rantai makanan,tanpa mikir keseimbangan kedepannya,mengingat manusia adalah makhluk hidup(kalo nggak mau dibilang hewan) terestris. contoh yg paling kliatan salah satunya kisah kepunahan burung unta di benua Australia yg dulu sempat melimpah di sana. Bagaimanapun juga,kita juga nggak bisa menyalahkan semua kepada masa-masa “pencarian jatidiri” kita sebagai manusia dari hunterer-gatherer ke food-producer. fase=fase agrikulturlah yang melahirkan banyak inovasi,teknologi,dan mengantarkan kita sebagai manusia tetap eksis untuk setidaknya waktu yg lebih lama.
widih, menarik nih, jujur gue selalu mengira revolusi agrikultur dan manusia mulai menetap itu barengan, ternyata malah menetap dulu baru bikin agrikultur ya.
gue langsung lanjut nanggepin ke bagian diskusinya aja yak. Menurut gue sih perubahan gaya hidup dari hunter gatherer ke bercocok tanam dan berternak itu sesuatu yang harus banget kalo manusia mau maju dan bisa mensuply kebutuhan seluruh manusia yang idup sampe saat ini.
Menurut gue wajar pada fase awal pertanian hasilnya justru nutrisi yang didapat manusia dari bertani itu belom seimbang dan malah bikin kekuranggan nutrisi terus jadi pada pendek, wajar sih namanya juga dalam fasa perkembangan produk hahahaha. Tanpa ada revolusi pertanian, ga akan bisa tuh manusia ngembangin banyak teknologi, karena semuanya pada sibuk berburu dan nyari makanan.
Nah yang menarik adalah ngebahas manfaat yang di dapat dan kerusakan yang dihasilkan oleh manusia. Menurut gue justru dengan adanya pertanian dan perternakan seharusnya kerusakan lingkungan yang dihasilkan bisa lebih terkontrol asal manusia mau bijak. Nah menurut gue ya, bener tuh kalau perternakan sapi ngasilin polusi udara (metana) yang gila-gilaan, metana ini gas rumah kaca yang paling parah. Makanya saat ini udah banyak kampanye yang mengajak kita mengubah pola makan dari banyak makanin daging jadi makanin sayur, dan kalo masi mau daging, mending daging ayam aja, karna ayam ngasilin polusi yang jauh lebih sedikit dari sapi, dan konversi dari pakan ayam ke daging ayam juga efisien.
Oiya mau nambahin, menurut gue idealnya, orang indonesia sumber protein hewaninya jangan ayam, sapi atau hewan darat lainnya tapi harus hewan laut yang bisa dibudidaya. Kenapa gitu? yah liatin aja indonesia lautnya banyak, dan aquaculture kalau diterapkan dengan baik hasilnya lebih efisien dan lebih tidak mencemari lingkungan. Menurut gue yang ideal aquaculture itu mengadopsi sistem “integrated multi-trophic aquaculture”.
Sebagaimana sudah pernah dibahas pada banyak artikel sebelumnya, bahwa salah satu tantangan terbesar manusia modern saat ini adalah memperlambat proses perubahan iklim (climate change) yang kian mengkhawatirkan. Penyebab utamanya di era modern mungkin bisa lo baca di artikel zenius blog sebelumnya. Tapi terlepas dari itu, sebetulnya peralihan agrikultur juga menjadi salah satu pemicu yang mempercepat proses perubahan iklim global.
MEMPERLAMBAT <- ????
Iya, intinya kan climate change itu secara natural lambat laun akan terjadi. Namun, aktifitas manusia menyebabkan justru climate change semakin cepat terjadi. Nah, tantangan kita sebagai manusia saat ini adalah gimana menghambat atau memperlambat climate change supaya gak semakin cepat terjadinya.
“Kalau sampai sekarang manusia tetap hidup sebagai hunter gatherer, apakah manusia akan lebih maju, sama saja, atau bahkan lebih terbelakang dari manusia sekarang?”
Kalau gue dikasih pertanyaan kayak gitu, gue akan jawab “lebih TERBELAKANG” ini gua jawab bukan asbun (asal bunyi) doang.
Kenapa? Kita lihat aja faktanya di Indonesia tepatnya Papua ada suku yang namanya Suku Bauzi sampe sekarang entuh suku mata pencahariannya masih berburu dan meramu. Tempat tinggalnya nomaden. So kita pernah dengar kata kata bauzi aja belum tentu apalagi kalo dibilang lebih maju gak mungkin dong. Jadi menurut gua kalau sampai sekarang manusia tetap hidup sebagai hunter gatherer, manusia akan lebih terbelakang dari manusia sekarang.
Data lu terlalu amat minim (baca: cuma 1) bro. Ngga usah jauh-jauh, bangsa sendiri yang agrikultural ini dibanding bangsa-bangsa di sekelilingnya lebih terbelakang atau ngga?
Data gua emang minim (baca : mi·nim) tapi menurut gua itu merupakan fakta yang ada sekarang ini. Terus kata – kata lu gak usah jauh-jauh toh gua gak ngambil sampel yang jauh, suku bauzi ada di Indonesia. Soal pertanyaan lu, menurut gua masih terbelakang kalau dibandingin sama Singapura tapi kalau sama Timor Leste ngga terbelakang. Lu ngebandinginnya sesama yang agrikultur seharusnya antara agrikultur sama hunter gatherer, soalnya permasalahannya itu (hunter gatherer) yang lagi dibahas.
“menurut gua itu merupakan fakta yang ada sekarang ini”
–> Asumsi hasil baca2 doank atau beneran fakta? Adakah suku terasing lainnya di Indonesia yang bukan hunter gatherer?
“tapi kalau sama Timor Leste ngga terbelakang.”
–> Berdasarkan?
“menurut gua itu merupakan fakta yang ada sekarang ini”
–> Asumsi hasil baca2 doank atau beneran fakta?
Data itu gua ambil web wikipedia ada kata – kata “masih hidup pada taraf meramu, berburu dan semi nomaden ” kalo gak percaya baca sendiri dan cari sendiri. Sebenarnya ada juga suku selain Bauzi yang masih hunter gatherer yaitu suku Kubu (suku anak dalam) walaupun tidak semua.
Alasan gua pakai kata kata “menurut” karena walaupun itu fakta yang disajikan di web tersebut namun gue kurang percaya karena gue belum ngeliat langsung.
“Adakah suku terasing lainnya di Indonesia yang bukan hunter gatherer?
Sebernarnya lu cari di internet juga ketemu, gak harus nanya ke gue atau mungkin lu males nyari. Ada yaitu suku Baduy, suku tersebut terasing dari orang luar dan mata pencahariannya bertani padi.
“tapi kalau sama Timor Leste ngga terbelakang.”
–> Berdasarkan?
Kalau dibandingin dari segi ekonomi memang cukup jauh
Timor Leste Produk Domestik Bruto (PDB) nya $1.442 billion (baca : 1.442 miliar dolllar AS) sedangkan Indonesia $861.9 billion (baca : 861.9 miliar dollar AS)
Gue pengen nanya sama lu. Apa maksud lu nanya ke gue “Ngga usah jauh-jauh, bangsa sendiri yang agrikultural ini dibanding bangsa-bangsa di sekelilingnya lebih terbelakang atau ngga? Kenapa harus ngebandingin antara bangsa bangsa disekeliling. Kan yang sedang di diskusikan saat ini adalah pertanyaan “Kalau sampai sekarang manusia tetap hidup sebagai hunter gatherer, apakah manusia akan lebih maju, sama saja, atau bahkan lebih terbelakang dari manusia sekarang?” yang seharusnya ngebandinginnya antara hunter gatherer dengan agrikultur, bukannya agrikultur dengan sesamanya.
“Ada yaitu suku Baduy, suku tersebut terasing dari orang luar dan mata pencahariannya bertani padi.”
–> Berarti terbukti ngga asumsi awal bro sendiri?
“Gue pengen nanya sama lu. Apa maksud lu nanya ke gue “Ngga usah jauh-jauh, bangsa sendiri yang agrikultural ini dibanding bangsa-bangsa di sekelilingnya lebih terbelakang atau ngga?”
–> Sarkasme, butuh kapasitas otak lebih untuk memahaminya.
Kita kembali ke penciptaan manusia saja….
Ada yg mengatakan teori revolusi bahwa mengatakan manusia berasal dari kera.. Dan ada juga manusia peratama nabi adam….
Jika manusia pertama dari kera, dari deskripsi di atas kemungkinan bisa terjadi.
Jika dari nabi adam dari sejarah” yg ada, apa ada kemungkinan mbah” moyang kita melewati zaman es berkepanjangan sampai 1,8 juta tahun.
“Kalau sampai sekarang manusia tetap hidup sebagai hunter gatherer, apakah manusia akan lebih maju, sama saja, atau bahkan lebih terbelakang dari manusia sekarang?”
–> Air liur kita mengandung enzim amilase yg berfungsi memecah pati dan mengubahnya menjadi gula sederhana. Nah, enzim ini diproduksi oleh gen AMY1.
Manusia modern yang nenek moyangnya merupakan petani memiliki lebih banyak salinan gen AMY1 dibanding yang nenek moyangnya hunter gatherer. Bisa jadi urusan air liur ini lah yg membantu mendorong orang memulai pertanian sehingga memutuskan menetap dan munculnya masyarakat modern.
Di sisi lain, evolusi kapasitas otak manusia modern lebih banyak berhubungan dengan perubahan iklim bumi di masa lalu. Apa hubungannya? Naluri manusia untuk bertahan hidup memaksa mereka menggunakan otaknya lebih baik. Jadi, melepaskan hunter gatherer merupakan proses alamiah sebagian besar umat manusia untuk kehidupannya yang lebih baik, bukan pilihan. Bahwa ini membawa ekses negatif, ya emang udah satu paket.
Toh sejarah sudah menunjukkan bahwa alam akan selalu menjaga keseimbangannya, sekalipun hal itu dipandang sebagai sebuah bencana bagi umat manusia.
Ngeri juga yah bang klw sampe bener2 terjadi kaya jaman ice age atw kaya di film nolan interstelar dimana bumi sudah tidak layak lagi dihuni sebenarnya di zama kita sekarang ini adalah membuat antisipasi soalnya klw untuk era hunter greather dan agricultural sudah terjadi dan kita sudah memilih agricultural dan dengan agricultural itu sains lahir dan dari sains itulah kita membuat antisipasinya
Gw tertarik dengan pendapat Prof Jared Diamond & Prof. Yuval Harari tentang “keribetan agrikultur”. Menurut gw sih, pada titik tertentu “keribetan” itu memang diperlukan. Ambil contoh nih:
Rambu2 lalu lintas di jalanan memang kelihatan ribet kan, apalagi di Jakarta tuh. Lampu merah, sign dilarang putar balik, jalur cepat-jalur lambat, dll lah. Pas malam hari, pas kendaraan lagi sepi sih rambu2 itu emang keliatannya ga penting, malah bikin ribet, ga dipatuhi jg gapapa. Tapi pas siang hari, pas lagi rame2nya kendaraan, klo ga ada rambu2 itu jalanan malah makin macet dan malah ga keruan.
Nah sama halnya dengan agrikultur, ketika sumber daya (makanan) yang tersedia masih lebih banyak daripada manusia yang ngemakannya, agrikultur emang bener, justru bikin ribet. Tapi klo kondisi manusianya udah banyak banget kayak gini, mau ga mau “keribetan” itu harus digunakan supaya pasokan makanannya bisa mencukupin kebutuhan yang ada..
manusia kan gak bisa mrediksi dampak lingkungan di masa depan kyk apa.
kalo gue jadi orang jaman es kyk gitu pastilah gue bakal milih melakukan agrikultur..
makanan itu alat hidup untuk menjalani fungsi kehidupan,kita manfaatin dengan bijak yang ada di bumi pasti kita dapet berkahnya dan menurut gua nggak boleh ngeremehin agrikultur cuma karna dampak lingkungan yg pada saat itu pun manusia gak tau kedepannya gimana.
Seru banget baca artikel di atas , dan pertanyaan di akhir memang jadi masalah yang “menantang” buat didiskusi in , karena ini kaitannya dengan membahas manusia lho , baik di masa mendatang atau masa lalu .
Kalo menurut gua,
“Kalau sampai sekarang manusia tetap hidup sebagai hunter gatherer, apakah manusia akan lebih maju, sama saja, atau bahkan lebih terbelakang dari manusia sekarang?”
Sekarang gini pertanyaannya , apakah memang manusia sekarang dapat dikatakan maju / tidak maju ?
Jawabannya sama seperti uang koin yang punya 2 sisi.
1. Bisa saja , jika manusia pada zaman dahulu mengenal teknik agrikultur lebih cepat , kita malah sudah jauh lebih maju , karena agrikultur pada waktu yang lebih tua / kuno akan mewariskan informasi / jenis jenis tanaman yang lebih berguna akibat eksplorasi manusia pada zaman itu , dan mungkin menemukan tumbuhan yang siapa tau adalah salah satu tumbuhan yang kandungannya dapat menyembuhkan kanker (?) .
2. Bisa saja , jika manusia pada zaman dahulu tidak mengenal teknik agrikultur , ketahanan / evolusi manusia juga bisa turun kok , menurut Charles Darwin , evolusi itu diturunkan dan dipengaruhi oleh keadaan alam. Nah sekarang bayangkan nih , kalo zaman dulu mau makan daging nenek moyang nya sapi hehe , kan dulu gede gede nih hewannya , manusia nya juga sih , dan secara tertulis gw ga tau ni si nenek moyang sapi ini sifatnya gimana , bisa aja dia itu hewan penyendiri / malah hewan tipe berkelompok , sekarang kalo hari itu lu pengen cari makan dan ternyata di daerah yang lu tinggali cuma ada itu , apa lu bakal nekat ? Kemungkinan satu , kalo lu nekat , mungkin lu bakal keinjek injek dan ga slamet , kemungkinan dua , lu bisa misahin tu dr gerombolannya dan lu slamet , kemungkinan tiga , lu slamet , tapi ga berhasil dapet buruan.
Kalo hal yang sama terjadi juga , ada banyak kemungkinan manusia itu bisa bertahan / malah manusia sendiri yang punah dan kita tidak pernah terlahir mendiskusikan hal ini.
Bayangin aja , kalo hewan hewan yang dulu diburu manusia itu akhirnya kan lama lama berkurang , sehingga otomatis manusia juga ga diganggu di sekitarnya kan . Dan hasilnya manusia menang dari seleksi alam dan sampai sekarang ini . Trus bayangin kalo manusia kalah , dan keadaan memaksa mereka buat ngelakuin sesuatu biar tetep hidup (secara kan manusia makhluk ber akal walau zaman itu masih rendah IQ nya ) , terpaksalah mereka ngelakuin agrikultur ni , walau dengan agrikultur makanan mereka terjamin (walau ada kemungkinan gagal juga) , manusia yang dulu ditakdirkan dengan fisik kuat , lama lama berevolusi karena lingkungannya semakin membaik , jadi mungkin ada beberapa organ yg dulu fungsinya lebih dr organ sekarang ini jadi turun , shg ada kemungkinan juga kalo ada cuaca yg ganggu dikit aja , dan agrikultur rusak , trus ga ada makanan , dan krn scr fisik mereka udah turun , ada kemungkinan mereka jd buruan hewan hewan yg lebih gede / kuat dr mereka (bayangin kalo di hutan ada lo sama gorilla, dan lo berdua sama sama laper, trus cuma ada 1 pisang , lo bisa apa ?)
Jadi seperti yang gua bilang , ada kemungkinan banyak banget soal apakah manusia bisa lebih maju / terbelakang / sama aja dengan ada tidaknya agrikultur pada zaman itu .
Alam itu berubah cuydan timbal baliknya , kita pun berubah , dan buat yang belum bisa move on , kapan mau berubah ? , seperti kata pak Benjamin
Change is inevitable in a progress society . Change is constant.
Dan buat menutup long post ini , gua simpulin kalo emang agrikultur dimasa lalu bikin kita terbelakang , ya kita tinggal beradaptasi, seperti nenek moyang kita dengan keadaan sekarang buat menutup “ketertinggalan” kita yang MUNGKIN ga akan kita alami kalo kita ga mengenal agrikultur pada zaman itu.
Hai ncen. Btw kalau di zenius.net bahas tentang sejarah agriculture evolution dimana ya? Sometime gue pengen dengerin. Sorry gue anak ipa hehe. Gue udah cari2 tp blm ketemu juga
“Kalau sampai sekarang manusia tetap hidup sebagai hunter gatherer, apakah manusia akan lebih maju, sama saja, atau bahkan lebih terbelakang dari manusia sekarang?”
Yang ada di pikiran gua:
– maju di bidang apa?
Hunting-Gathering dan Agriculture adalah strategi mendapatkan pangan. Yang satu dapatnya dengan mencari (berburu), yang satu lagi dapatnya dengan menunggu (berternak-berkebun). Dari dua strategi tersebut tercipta pula pola hidup, yaitu berpindah-pindah dan atau menetap.
Nah, sebenarnya kalau dipertanyakan lebih maju,ga lebih maju atau sama aja, itu ga bisa dijawab. Karena dua strategi tersebut menghasilkan perbedaan ‘jalan hidup’ manusia. Maka, menghasilkan peradaban manusia yang berbeda pula. Kalau pun pertanyaanya lebih diperjelas lagi pada suatu bidang, itu juga ga akan terjawab. Karena kita ga tau kedepannya pola hidup hunter-gatherer bakal jadi gimana.
Tapi dari pertanyaan itu gua baru sadar, tindakan manusia dari berpindah-pindah menjadi menetap disuatu tempat adalah awal mula peradaban manusia.
Zaman sekarang uda mulai lebih parah dari zaman2 sebelumnya..kalo makan tinggal pesan gojek go food itu yg dipesan online..jadi badan ga da perkembangan dan akhirnya menyusut…(tapi ga semua manusia sih..cuman manusia yg sok tajir )
ga tau lagi da ntah gimana teknologi yg akan datang..mungkin lebih mudah lagi utk cari makanan…apalagi lebih mudah didapat dan diolah..akhirnya harganya pun ikutan murah
Gue turut prihatin juga
Disatu sisi ada negatif dan positifnya..
Ya gitulah fenomena sosial yg ada di lapangan sekrg..
Tapi dari situ juga, proses pembelajaran tentang biologi berkembang. Kalo manusia ga beralih, mungkin kita ga bakal tertarik dengan hewan dan makhluk hidup, mungkin cabang biologi mati.
Manusia mencoba kawin silang untuk mencari genetik yang bagus. Nah dari proses ini, manusia sudah mulai belajar tentang DNA secara ga langsung.
Dan soal repot…kayanya sebanding deh sama meminimalisir resiko. Berburu itu penuh resiko…hutan itu liar, kalo manusia seorang diri bertemu gerombolan harimau/serigala lapar kayanya ga bisa berkutik. tapi dengan beternak, mereka meminimalisir resiko.
Bukankah dengan proses agikultur, manusia juga mulai belajar budaya? mereka mulai mendirikan rumah khas, mulai membangun keluarga yang harmonis, lama” menjadi sebuah komunitas, suku, lalu beralih menjadi negara.
Tentang penyakit…cepat atau lambat, penyakit pasti datang. Mau manusia tetap berburu ato agikultur, penyakit itu pasti datang, karena penyakit selalu berevolusi. Bakteri dan virus juga berevolusi.
Manusia mulai banyak berevolusi saat jaman agikultur loh. Ilmu pengetahuan banyak ditemukan di sana, seperti astronomi, genetik, arsitektur, dan medis.
Saat jaman es, jaman nomaden, kayanya manusia ga terlalu banyak menemukan
Terus apa solusinya bang. Klo agrikultur nggak baik utuk mnusia hewan dan lingkungan??
Entalah kita makan dari apa klo orang ngga tau nanam padi.
Alam memberi ketika kita menjaga.
Klo mnrtku agrikultur itu bagus cuma pola manusia yg rakus aja yg buat smuanya jadi lebih rumit.
Wah artikel keren ini udh dr tahun 2016 ya.. baru baca krn di share di twiter zenius…
oke ikutan komen yah..
Menurut gue klo perburuan dan mengumpulkan makanan tetap berlanjut sampai sekarang, bisa-bisa sekarang tujuan idup kita cuman sibuk cari makan…😅 Karena cari makan kayak dulu nyita waktu dan usaha banget 😂