Ibu Lara adalah guru Geografi di SMAN 1 Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Selain mengajar, dia juga aktif membuat kerajinan macrame.

Berkenalan dengan Ibu Lara, Guru Pembuat Kerajinan Macrame – Zenius untuk Guru

Sebagai guru, pastinya kita ingin terus memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Mulai dari menyusun materi, menyiapkan media belajar, sampai memilih metode pembelajaran yang menarik.

Hal tersebut juga dilakukan oleh Ibu Lara Melati Sukma, guru Geografi SMAN 1 Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Lewat kegiatan pembelajaran yang kreatif, dia mencoba membangkitkan semangat belajar siswa.

Dengan raut wajah ceria dan nada bicara yang penuh semangat, Ibu Lara bercerita tentang pentingnya pembelajaran kreatif di kelas. Baginya, pembelajaran ini bisa membantu dan mendorong siswa untuk belajar.

“Sama dengan sekolah pada umumnya, ada kelompok (siswa) yang rajin belajarnya, ada yang sedang, ada yang susah sekali untuk dibawa belajar. Jadi, memang gurunya harus melakukan pembelajaran kreatif. Metode-metode apa saja yang cocok dan harus diobservasi dulu,” tutur Ibu Lara.

Menciptakan metode pembelajaran kreatif menjadi salah satu cara Ibu Lara untuk meningkatkan kompetensi mengajarnya. Tidak hanya itu, dia juga aktif mengembangkan keterampilan di luar belajar mengajar, yaitu dengan membuat kerajinan macrame atau makrame.

Saat melihat orang lain memakai hasil kerajinannya, ada kepuasan tersendiri dalam hati Ibu Lara. Berawal dari kegiatan mengisi waktu luang, kini kerajinan makrame sudah menjadi usaha sampingannya.

Mungkin, banyak orang yang masih asing dengan kerajinan makrame. Lalu, bagaimana awal mula Ibu Lara mengenal kerajinan ini? Yuk, langsung saja kita simak cerita inspiratif darinya!

Belajar Tentang Kerajinan Macrame

Belum banyak orang yang mengenal istilah macrame, apalagi belajar kerajinannya. Begitu juga dengan Ibu Lara di tahun 2016.

Saat itu, Ibu Lara sedang mengikuti program SM3T (Sarjana Mengajar di daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan) di Desa Biskang. Tepatnya di SMPN 1 Kecamatan Danau Paris, Aceh Singkil. 

Selama mengajar di sana, Ibu Lara melihat bahwa guru dan masyarakat, terutama ibu-ibu, mengisi waktu luang dengan membuat kerajinan tangan. Uniknya, kerajinan itu bukan dibuat dengan jarum rajut, melainkan membutuhkan keterampilan tangan saja. 

Kerajinan macrame adalah kesenian mengikat tali atau anyaman simpul.
Mengenal kerajinan macrame. (Arsip Zenius)

Beberapa kali mengamati prosesnya, lama-kelamaan Ibu Lara tertarik untuk mempelajari cara membuat macrame. Dia pun membeli tali kur yang menjadi bahan dasar macrame. Lalu, mencoba merajut dengan pola sederhana.

“Ada salah satu guru sedang membuat kerajinan tersebut (macrame). Lalu saya tanya, ‘Bagaimana cara buatnya? Kayaknya menyenangkan’. Terus, kakak tersebut mau memberikan ilmu itu pada saya,” cerita Ibu Lara.

Selain dari ibu-ibu di Desa Biskang, Ibu Lara juga mempelajari kerajinan macrame dari video YouTube. Meskipun beberapa kali gagal, dia terus mencoba karena adanya keinginan untuk belajar yang besar.

Ibu Lara mengatakan, di sinilah seni membuat kerajinan makrame. Dengan proses yang cukup panjang, kita harus melatih kesabaran dan ketelitian. Setelah berhasil, rasa puas dan bangga akan kita rasakan.

Sampai sekarang, Ibu Lara terus aktif membuat macrame dalam bentuk hiasan, tas, atau dompet. Bahkan, kerajinan ini sudah memberikan pemasukan tambahan di samping profesinya sebagai guru.

Tak ingin kebahagiaan itu dirasakan seorang diri, Ibu Lara mencoba memperkenalkan kerajinan makrame ke sesama rekan guru dan siswa. Harapannya, mereka bisa mempunyai skill tambahan yang dapat berguna ke depannya.

“Anak-anak di sekolah sekarang sudah membuat kerajinan dari tali kur. Dompet, tas, ada sendal,” kata Ibu Lara penuh semangat.

Dia pun menambahkan, “Tapi bukan saya yang mengajarkan langsung. Saya hanya memberikan motivasi dan memberi tahu guru PKWU (Prakarya dan Kewirausahaan) tentang kerajinan ini (macrame)”.

Baca Juga: Miss Santi Menjadi Penjual Mimpi Para Siswa

Pengalaman Mengajar di Aceh Singkil dari Program SM3T

Saat ditanya lebih lanjut tentang program SM3T, Ibu Lara kemudian membagikan bagaimana ceritanya sampai dia memilih untuk menjadi seorang guru.

Awalnya, Ibu Lara terinspirasi dari seorang guru SMA yang juga mengajar Geografi. Metode pembelajarannya yang unik membuat Ibu Lara tertarik untuk melakukan hal yang sama.

“Walaupun tidak ada infokus pada waktu itu, karena keterbatasan alat, keterbatasan media ajar, tapi guru tersebut mampu membuat kita berimajinasi seperti yang ibu guru tersebut ceritakan. Bahkan, ibu guru tersebut mengajak kami keluar untuk melihat fenomena-fenomena alam yang terjadi, yang sesuai atau berhubungan dengan materi pada saat itu.” ungkap Ibu Lara.

Cerita Ibu Lara saat mengikuti program SM3T di SMPN 1 Kecamatan Danau Paris, Aceh Singkil.
Ibu Lara bersama siswanya di SMPN 1 Kecamatan Danau Paris, Aceh Singkil. (Dok. Ibu Lara)

Ibu Lara menambahkan, motivasi untuk menjadi guru semakin besar setelah dia mengikuti program SM3T dari Kemendikbud. Ibu Lara kagum dengan semangat guru dan siswa di sana dalam menjalankan kegiatan pembelajaran di tengah keterbatasan.

Para siswa terpaksa belajar dengan kondisi meja dan kursi yang terbatas. Banyak yang sudah lapuk, bahkan tidak layak pakai. Dari cerita Ibu Lara, tergambar bahwa fasilitas pendidikan di sana memang cukup memprihatinkan pada saat itu.

Program SM3T yang diikuti Ibu Lara meliputi kegiatan pendidikan, lingkungan, dan sosial.
Kegiatan Ibu Lara selama mengikuti program SM3T. (Arsip Zenius, Dok. Ibu Lara)

Tidak hanya pendidikan, kegiatan Ibu Lara di program SM3T juga fokus pada bidang li\gkungan sepanjang Pantai Singkil, pemberian perlengkapan dan pakaian sekolah untuk anak-anak Pulau Banyak, serta pengumpulan donasi bagi korban bencana banjir dan kebakaran di Aceh Singkil.

Selama 1 tahun mengabdi di Desa Biskang, banyak pengalaman dan pelajaran yang didapatkan. Dari sana, Ibu Lara belajar tentang toleransi, semangat gotong royong dan solidaritas, serta pentingnya pendidikan. 

Ibu Lara bersama siswa di SMAN 1 Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Di sana, Ibu Lara mengajar Geografi.
Foto Ibu Lara bersama siswa di SMAN 1 Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. (Dok. Ibu Lara)

Pengalaman mengajar di Aceh Singkil membawa Ibu Lara sampai pada impiannya menjadi seorang guru di tahun 2019. Sampai sekarang, Ibu Lara terus berusaha memberikan pendidikan yang terbaik untuk siswanya di SMAN 1 Kecamatan Gunuang Omeh.

Dalam kegiatan belajar mengajarnya, tentu Ibu Lara menemukan berbagai tantangan. Apa saja kesulitan yang dihadapinya?

Baca Juga: Perjuangan Pak Sumitra Mencerdaskan Anak Papua

Tantangan Guru dalam Mengajar

Bagi Ibu Lara, wajar jika di kelas ada siswa yang rajin dan kurang semangat belajar. Karena, setiap siswa punya karakter dan latar belakang yang berbeda-beda. Di sinilah guru berperan untuk memahami perbedaan tersebut.

Selain motivasi belajar, minat baca di Indonesia, khususnya siswa SMAN 1 Kecamatan Gunuang Omeh masih kurang. Penyebab literasi di Indonesia rendah salah satunya adalah karena siswa lebih memilih bermain gadget daripada membaca buku atau belajar. 

Selama mengajar, Ibu Lara menemukan berbagai tantangan mulai dari motivasi siswa yang rendah sampai dukungan orang tua yang kurang.
Tantangan mengajar yang ditemui Ibu Lara. (Arsip Zenius)

Meski begitu, kedua hal di atas bukanlah menjadi tantangan terbesar bagi Ibu Lara. Kesulitan utama yang ditemuinya justru datang dari orang tua siswa. Banyak orang tua yang memilih anaknya untuk bekerja dibandingkan bersekolah. Sehingga, siswa tidak punya pilihan selain mengikuti perintah orang tua.

“Gunung Omeh (menjadi) daerah tempat produksi jeruk Gunung Omeh, yaitu jeruk Jesigo. Nah, masyarakat pada umumnya berkebun. Jadi, mereka lebih mengutamakan perkebunan. Walaupun ada orang tua yang sudah peduli, tapi ada juga beberapa orang tua yang tidak mempedulikan pendidikan anaknya,” jelas Ibu Lara.

Dengan segala tantangan mengajar yang ada, bagaimana cara Ibu Lara mengatasi hal tersebut?

Baca Juga: Cara Unik Ibu Randha Mengajarkan Matematika ke Siswa

Pendekatan Mengajar yang Digunakan Ibu Lara

Dengan karakteristik siswa yang berbeda-beda, Ibu Lara berusaha untuk memahaminya. Dia mencoba untuk menjadi teman siswa agar mengetahui apa saja kesulitan yang dihadapi mereka.

Kata Ibu Lara, “Coba jadi mereka (siswa). Mereka lagi gaul-gaulnya, kita ikut pula gaya mereka. Seperti itu. Asal, alurnya jelas dan lurus. Tidak melampaui batas. Tapi, jangan juga terlalu dekat. Nanti, jadi tidak ada batasan antara guru dan siswa.” 

Dari hasil pendekatannya terhadap siswa, Ibu Lara kemudian menemukan bahwa siswa butuh kegiatan belajar yang bisa meningkatkan motivasi belajarnya. Karena itu, Ibu Lara menciptakan satu metode pembelajaran aktif yang disebut sebagai Marketplace Activity.

Lewat marketplace activity, Ibu Lara membawa “pasar” ke dalam kelas. Jadi, kelas di bagi ke dalam beberapa kelompok di mana ada yang berperan sebagai penjual dan pembeli.

Contohnya, saat mengajarkan materi Sumber Daya Alam (SDA), kelompok akan dibagi berdasarkan SDA kelautan, pertanian, perikanan, dan perkebunan. Dalam kelompok, siswa diminta untuk menuliskan informasi terkait, mulai dari jenis-jenis sumber dayanya, lokasinya dalam peta, dan manfaat dari sumber daya tersebut.

Setelah informasi selesai dibuat, anggota kelompok yang berperan sebagai pembeli akan “membeli” informasi sumber daya kelompok lain. Sementara, anggota kelompok yang menjadi penjual akan ada di dalam “toko” dan “menjual” informasi yang dimiliki ke kelompok lain.

Tidak hanya menarik perhatian siswa, kegiatan ini juga melatih keterampilan komunikasi mereka. Karena dilakukan dalam kelompok, pembelajaran juga mengajarkan kerjasama dan tolong menolong yang dibutuhkan siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, Ibu Lara juga menggunakan video-video materi Zenius untuk menarik minat belajar siswa. Sehari sebelum pembelajaran, dia akan membagikan video materi dan meminta siswa untuk mempelajarinya terlebih dulu. Jadi, keesokan harinya, proses belajar bisa berjalan lebih efektif.

lms zenru

Ketika siswa berhasil menyelesaikan tugas, Ibu Lara akan memberikan stiker di buku tugas atau catatan mereka. Tujuannya adalah sebagai bentuk apresiasi dan motivasi. Apresiasi itu sangat penting bagi siswa karena mereka akan merasa dihargai. Sehingga, ke depannya, siswa terus semangat untuk memberikan usaha yang terbaik.

Menarik banget ya, metode pembelajaran yang dilakukan Ibu Lara?

Baca Juga: Kisah Ibu Melia, Guru Sekaligus Penggerak Komunitas Ayo Menulis

Terlepas dari kegiatan pembelajarannya, Ibu Lara juga memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada orang tua akan pentingnya pendidikan. Sehingga, mereka bisa mendukung anaknya untuk bersekolah dan mengesampingkan tugas anak untuk bekerja.

“Tapi alhamdulillah, untuk sekarang ini, anak-anak kami yang lulus sekarang ini, 80% sudah melanjutkan ke perguruan negeri dan itu berkat dorongan dari berbagai pihak, termasuk orang tua,” ujar Ibu Lara.

Apa yang dilakukan Ibu Lara, baik dalam pembelajaran maupun kerajinan macrame, tidak hanya berdampak positif untuk dirinya. Tapi juga untuk siswa dan orang lain di sekitarnya. Karena yang terpenting adalah bagaimana cara kita, sebagai guru, terus memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa dan memberikan manfaat kepada sesama.

Referensi

Seni Makrame: Pengertian, Sejarah, Teknik Dasar – Kompas (2020)

Makrame adalah Kerajinan Mengikat Tali, Berikut Jenisnya yang Estetik – Merdeka (2021)

Bagikan Artikel Ini!