Apa Betul Hewan Purba itu Moyangnya Hewan Sekarang? Tahu dari Mana? 17

Apa Betul Hewan Purba itu Moyangnya Hewan Sekarang? Tahu dari Mana?

Metode yang digunakan ilmuwan untuk mengetahui kekerabatan antar spesies dibahas lengkap dengan penjelasan konsep dasar genetika dan kekerabatan.

Halo Guys, ketemu lagi dengan gue, Ijul. Kalo pada artikel sebelumnya, Ivan udah sempat ngebahas tentang gimana caranya ilmuwan tau umur dari fosil yang ditemukan. Gue jadi ikutan gemes sekaligus tertantang untuk ngebahas topik yang sama tapi dari sudut pandang disiplin ilmu yang beda, yaitu Biologi.

Sebagai pelajar yang dari kecil udah dicekokin berbagai ilmu pengetahuan, lo mungkin udah gak asing dengan pengetahuan tentang dunia masa lampau. Pengetahuan dunia tentang masa lampau bisa dikemas dalam bentuk rantai informasi sejarah yang seru banget. Dari mulai kondisi peradaban manusia, bentuk iklim di masa lampau yang ekstrim, sampai keanekaragaman hayati makhluk hidup di masa lalu yang melambungkan imajinasi kita untuk terpesona dengan kisah tentang dinosaurus, manusia purba, sampai mamalia besar yang sudah punah seperti stegodon, diprotodon, mammoth, sabertooth, dan lain-lain.

Tapi pernah gak sih lo wondering kok tayangan dokumenter di Discovery Channel, History Channel, NatGeo, bisa menggambarkan keanekaragaman hayati di masa lalu sampai tau hal sedetail itu? Emangnya para produser dan sutradaranya ngeliat langsung manusia purba sama Mammoth puluhan ribu tahun yang lalu? Terus siapa dong yang ngasih tau sutradaranya, ilmuwan? Emang ilmuwan tau dari mana? Dari fosil yang ditemukan? Emangnya cuma dari sekumpulan tulang belulang begitu, kita bisa tau bentuk hewannya kayak gimana?

Apa Betul Hewan Purba itu Moyangnya Hewan Sekarang? Tahu dari Mana? 18

Bahkan, dalam beberapa tayangan serial dokumenter sejarah binatang begitu, ada yang menyebutkan bahwa fosil hewan dari jutaan tahun yang lalu, adalah nenek moyang dari hewan zaman modern sekarang – padahal bentuknya beda banget. Misalnya fosil dari hyracotherium (+50 juta tahun yang lalu), tau-tau ilmuwan menyimpulkan bahwa fosil mamalia kecil (40 cm) itu adalah nenek moyang dari kuda. Padahal dari bentuknya aja udah beda banget sama kuda zaman sekarang, malahan bentuknya lebih mirip sama kancil daripada kuda. Ini para ilmuwan cuma ngibul doang kali ya? Rasanya nggak masuk akal banget kan kalo hewan seperti kancil gitu adalah nenek moyang dari kuda?

Hyracotherium
Illustrasi perbandingan antar kuda zaman modern (kiri) dengan spesies bernama Hyracotherium, yang diperkirakan hidup 53 juta tahun yang lalu © Danielle Byerly, University of Florida.

Okay, dalam artikel Zenius Blog kali ini, gue akan mencoba mengupas metode seperti apa sih yang digunakan oleh para ilmuwan untuk bisa mengetahui kekerabatan antar species? Gimana caranya ilmuwan tahu bahwa fosil hewan yang ditemukan memiliki kekerabatan dengan hewan zaman sekarang? Termasuk juga cara para ilmuwan menganalisa bentuk hewan masa lalu itu hanya dari fosil yang ditemukan. Bahkan lebih jauh lagi, para ilmuwan juga bisa memperkirakan keadaan lingkungan di jaman makhluk tersebut hidup, umur ketika hewan tsb mati, kondisi kesehatannya, apa makanannya, dan sebagainya.

Nah, kalo pada artikel lalu Ivan ngebahas tentang metode radiometric dating dan stratigrafi untuk mengetahui umur dari fosil yang ditemukan. Sekarang gue akan melengkapi dengan menjelaskan:

  1. Metode analisis DNA – pendekatan genome mapping.
  2. Membandingan morfologi, fisiologi, dan anatomi antar fosil.

Nah, tapi sebelum kita masuk ke penjelasan mengenai kedua metode ini, mau nggak mau gue harus pastiin dulu lo memahami konsep genetika dasar (A) yang menjelaskan tentang pewarisan sifat dari makhluk hidup ke keturunannya. Selain itu, lo juga harus paham konteks dari “hubungan kekerabatan (B)” yang mau gue bahas di sini. Dalam arti, pemahaman biologis tentang “kekerabatan” mungkin berbeda dengan konteks umum yang diketahui oleh orang awam. Jadi, supaya nggak sampai salah paham, gue perlu menjelaskan dua hal itu dulu sebelum masuk ke metode.

A. Konsep Dasar Genetika

Sebelum membahas tentang bagaimana analisa DNA dan pendekatan genetik bisa digunain untuk memecahkan seperti apa mahluk hidup yang ada di masa lalu, dan bagaimana tingkat kekerabatannya dengan spesies hewan jaman sekarang. Gue mau jelasin dikit tentang konsep dasar genetika dan biologi molekuler dulu, supaya lo ada gambaran tentang apa itu DNA, apa itu gen, dan sebagainya.

Sekarang, coba lo bayangin bahwa diri lo adalah citra dari sekumpulan data dan informasi, dimana bentuk data/informasi yang menyusun makhluk hidup disebut dengan istilah gen. Gen adalah unit terkecil yang membawa informasi dari seluruh identitas lo sebagai organisme. Dari bentuk fisiologis seperti warna kulit, bentuk rambut, golongan darah lo, tinggi badan, sampai kecenderungan sifat, risiko penyakit turunan, dsb semua ditentukan oleh rantai informasi dalam gen.

Pada makhluk eukarya (mahluk hidup yang memiliki inti sel), gen dapat ditemukan pada inti sel dan mitokondria. Sementara pada organisme fotosintetik, gen juga dapat ditemukan pada kloroplas. Gen itu sendiri terdiri dari molekul molekul DNA yang tersusun oleh molekul-molekul pospat, asam deoksiribosa, dan basa nitrogen. Molekul DNA ini membentuk untaian panjang yang berbentuk tangga berpilin, lalu untaian tersebut membentuk kromosom yang berada di dalam seluruh sel. Nah kumpulan kromosom yang mengandung rantai DNA dan kode genetik dalam satu spesies mahluk hidup itu disebut Genome.

Biar lebih kebayang hubungan antara inti sel, kromosom, DNA, dan gen. Lo bisa lihat illustrasi di bawah ini.

konsep dna
Illustrasi hubungan gen-dna-kromosom-sel

Nah, terus gimana sih informasi di dalam gen ini menentukan bentuk makhluk hidup? Sebetulnya agak ribet untuk nerangin ini dalam bentuk tulisan, jadi gue saranin lo untuk nonton 3 track video penjelasan tentang genetika yang udah dijelasin Pras di zenius.net. Tapi, secara singkat (banget) intinya begini: Urutan DNA di dalam inti sel bakal di transkripsi menjadi mRNA yang bisa dikeluarin dari inti sel ke sitoplasma. mRNA yang dihasilkan dibaca oleh organel bernama ribosom dan berdasarkan urutan DNA tersebut, Ribosom bekerja sama dengan tRNA untuk membentuk urutan-urutan asam amino yang nantinya akan disempurnakan menjadi protein di organel yang bernama RE kasar.

Nah, si protein ini bisa dibilang sebagai “mesin-mesin” terkecil untuk menjalankan sel-sel mahluk hidup, protein bisa jadi enzim atau jadi “building blok” yang membentuk organ manapun, dari mulai pembuatan tulang, bikin rambut, bikin mata, waktu dalam kandungan, dsb. Itulah (singkatnya) gimana gen menentukan bentuk morfologi makhluk hidup. Bingung? Makanya coba nonton video Pras di zenius.net aja biar dapet penjelasan yang lebih detail.

B. Pengertian “Kekerabatan” Antarspecies

Oke, setelah lo ngerti tentang konsep dasar genetika, gue mau bahas dikit apa yang dimaksud dengan istilah “kekerabatan” dalam artikel ini. Maksudnya kekerabatan di sini adalah, bahwa hubungan spesies dengan spesies lain pada prinsipnya ada 2, yaitu:

  1. Direct ancestor (hubungan nenek moyang) contohnya serigala adalah nenek moyang dari segala jenis varian spesies anjing.
  2. Common ancestor (2 atau lebih spesies yang memiliki nenek moyang yang sama) contohnya harimau, singa, dan beruang dulunya berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu Dormaalocyon latouri yang hidup sekitar 56 juta tahun yang lalu)

Bentuk dua jenis kekerabatan ini bisa terjadi karena proses evolusi, di mana spesies baru merupakan bentuk mutasi dari spesies sebelumnya yang bertahan hidup dalam seleksi alam.

mekanisme evolusi

llustrasi di atas itu maksudnya gini, jika ada spesies yang punya 1 gen kotak berwarna biru. Kalo spesies itu kawin antar sesama spesiesnya, maka gen itu akan turun juga ke anak-anaknya. Tapi kadang, terjadi mutasi yang menghasilkan gen yang berbeda. Hasil dari mutasi ini akan membuat variasi yang baru di dalam spesies tersebut. Contohnya seperti animasi di atas pada awalnya tidak ada variasi bulat hijau, namun akibat ada mutasi muncul variasi bulat hijau. Mutasi ini terjadi secara acak akibat kesalahan dalam penggandaan kode genetik di dalam mahluk hidup. Hasil dari mutasi itu sendiri bisa berefek netral, berefek negatif, dan bisa juga berefek positif. Hasil mutasi yang bersifat positif dapat membantu si spesies melewati proses yang namanya seleksi alam. Gen hasil mutasi yang gagal (negatif) itu akan punah sementara yang berhasil (positif) akan terus bertahan. Nah jika variasi baru yang muncul ini selalu kawin dan menghasilkan keturunan dengan sesama variasi baru secara terus menerus (variasi bulat hijau kawin dengan sesama bulat hijau), dalam jangka ribuan generasi ada kemungkinan variasi bulat hijau ini dapat menjadi spesies yang berbeda dari kotak biru.

Dalam konteks ini, spesies yang membawa gen warna biru kotak adalah leluhur (direct ancestor) dari spesies yang membawa gen bulat hijau. Di sisi lain, katakanlah spesies yang membawa gen segitiga merah itu berhasil bertahan dan menjadi spesies baru, maka bisa dikatakan bahwa hewan dengan gen kotak hijau itu adalah common ancestor atau nenek moyang yang sama dari spesies yang membawa gen bulat hijau dan segitiga merah. Nah, kurang lebih itulah yang gue maksud dengan konsep “kekerabatan” antarspecies dalam konteks Biologi.

1. Metode Analisis DNA

Nah, setelah lo paham kenapa kode genetik mengatur seluruh sifat dan bentuk dari mahluk hidup dan juga pengertian “kekerabatan” antar species. Baru deh sekarang gue akan bahas tentang pendekatan metode analisis DNA untuk mengetahui kekerabatan antar spesies, khususnya spesies purba dengan spesies jaman sekarang.

Berdasarkan pemahaman lo tentang genetika dan bentuk kekerabatan di atas, secara sederhana kita bisa mengatakan kalo saja para ilmuwan itu bisa dapet sampel kode genetik lengkap (genome) dari suatu mahluk hidup, maka para ilmuwan juga bisa tau informasi detail tentang mahluk hidup tersebut. Pendekatan yang sama juga dilakukan dalam menganalisis fosil. Dari fosil makhluk hidup yang ditemukan, lo bisa mengambil sampel DNA dari tulang, kuku, rambut, atau segala bentuk sisa apapun dari fosil tersebut.

Kalo para ilmuwan udah berhasil mengisolasi DNA sampel dari fosil, mereka akan melakukan metode genetic sequencing atau penjabaran urutan DNA. Untuk menggambarkan proses DNA sequencing emang rada ribet, tapi akan gue coba jelaskan secara sederhana.

Langkah pertama adalah dengan memperbanyak DNA sampel, caranya gimana? Caranya dengan mencampurkan DNA sampel dengan DNA polymerase (enzim untuk mereplikasi DNA). Dengan memperbanyak DNA sampel, para ilmuwan jadi lebih leluasa untuk menganalisa lebih detail.

Setelah ilmuwan udah punya cukup banyak sampel DNA untuk dianalisa, kemudian DNA tsb dimasukin ke 4 tabung berbeda. Di setiap tabung tersebut dikasih primer (atau template untuk replikasi DNA), enzim DNA polimerase dan kumpulan nukleotida bebas dengan basa nitrogen A,T,G, C yang nanti bakal menyusun DNA. Kenapa kok harus dibagi jadi 4 tabung?

Perbedaannya ada di komposisi basa nitrogen yang di berikan tiap tabung. Di tabung yang pertama ditambahkan juga nukleotida dengan basa nitrogen A yang dimodifikasi. Pada tabung kedua ditambahkan nukleotida dengan basa nitrogen T yang dimodifikasi, pada tabung ketiga ditambahkan nukleotida dengan basa nitrogen C yang termodifikasi, dan di tabung keempat ditambahkan nukleotida dengan basa nitrogen G yang termodifikasi.

Nah, Nukleotida dengan basa nitrogen yang termodifikasi ini berperan untuk memberhentikan pembentukan DNA oleh DNA polimerase. DNA yang sudah terpisah itu baru dapat bisa “dibaca” dan “diterjemahkan” oleh para ilmuwan untuk bisa menggambarkan bentuk makhluk hidup itu secara detail dan utuh. Supaya lebih jelas, lo bisa liat gambar dan video di bawah.

Okay, setelah ada gambaran tentang metodenya, sekarang gimana tentang implementasi metode gen-sequencing ini untuk mengetahui kekerabatan hewan yang terfosilisasi dengan hewan zaman sekarang?

Penerapan gen-sequencing untuk melihat tingkat kekerabatan antarspesies.

Okay, setelah lo punya gambaran kasar tentang metode penjabaran urutan DNA, kira-kira gimana bentuk implementasinya? Dalam penerapannya, sebetulnya metode ini ‘ga segampang itu’ untuk dilakukan, apalagi untuk meneliti sampel DNA yang sudah purba. Kenapa karena DNA yang ada dalam fosil itu sudah udah ribuan tahun dibiarin di alam dan gak diawetkan dengan baik, jadi pasti kondisi DNA-nya beragam, ada yang udah rusak. Tapi kalo beruntung, bisa juga dapet yang kondisinya masih bagus. Kebanyakan sampel DNA yang bagus itu didapat dari fosil yang kebetulan terawetkan dalam kondisi permafrost (suhu beku) sehingga laju degradasi DNA lebih lambat.

Tapi bukan berarti DNA yang ‘rusak’ itu karena sudah termakan umur tidak bisa disiasati sama sekali. Para ilmuwan bahkan mengkategorikan jenis kerusakan, efeknya terhadap DNA, dan alternatif solusi yang bisa dilakukan. Untuk info selengkapnya, bisa lo lihat pada tabel di bawah ini :

damage dna

Sekarang, coba kita asumsikan deh, bahwa para ilmuwan menemukan DNA berkualitas baik dari fosil hewan yang membeku di kutub utara. Dari DNA tersebut kita bisa memetakan genome (DNA lengkap) lalu menguraikan informasi tersebut dan mengetahui ciri-ciri fisik makhluk hidup tersebut. Mungkin di antara lo ada yang mempertanyakan:

“Lah itu kan DNA purba, emangnya DNA purba cara kerjanya sama dengan DNA di zaman sekarang?”

Inget coy, DNA boleh purba, tapi prinsipnya tetep sama, prinsipnya adalah: DNA diekspresikan dengan pembentukan protein, protein itu dibentuk dari untaian asam amino, dan untaian asam amino ini dibentuk sesuai dengan urutan si DNA itu. Si urutan asam amino itu nanti bakal diubah jadi protein aktif. Pembentukan Protein dari DNA manapun dan di zaman manapun selalu memiliki prinsip yang sama.

Dengan membandingkan genome antar spesies, kita bisa mengetahui tentang kekerabatan antar spesies. Mungkin dengan logika sederhana aja lo bisa tau gimana caranya. Caranya bener-bener ngebandingin urutan DNA nya. Semakin banyak urutan DNA yang sama maka semakin berkerabat lah spesies tersebut.

Contohnya sekarang ini kita udah bisa menganalisa tingkat kekerabatan antar gajah modern Asia, gajah modern Afrika, dengan mammoth. Berdasarkan analisis kesamaan genome mitokondria, sekarang kita bisa tau bahwa gajah Asia memiliki kekerabatan yang lebih dekat ke mammoth daripada ke gajah modern Afrika. Selain itu, berdasarkan keseragaman dari rantai DNA itu juga kita bisa liat variasi yang mana yang lebih dahulu ada daripada variasi yang lainnya. Dari situ pula kita bisa mempelajari sejarah populasi dari spesies-spesies yang udah punah.

gajah dengan mammoth

Kalo lo lihat diagram tabel di atas, lo bisa lihat bahwa tingkat kekerabatan gajah asia dengan mammoth itu memiliki common ancestor atau nenek moyang yang sama, yaitu elephantina. Sementara itu, baik mammoth maupun gajah Asia juga memiliki kekerabatan dengan gajah Afrika, karena ketiganya berasal dari moyang yang sama, yaitu elephantidae.

Okay, kurang lebih itulah gambaran dasar dari metode pemetaan genome dengan teknik gen-sequencing. Mungkin emang bagi sebagian dari lo, penjelasannya kurang mendalam. Emang sebetulnya metode dan teknik ini agak rumit jadi mohon maklum kalo gue sendiri agak kesulitan merangkumnya hanya dengan beberapa paragraf. Bagi lo yang bener-bener tertarik lebih dalem ngulik tentang metode ini, lo bisa telusuri lebih dalem di wikipedia gene-mapping dan DNA-sequencing. Nah, sekarang gue akan masuk ke metode pendekatan lain yaitu membandingkan bentuk fosil.

2. Pendekatan Membandingan Fisiologi Antarfosil.

Selain pendekatan analisis gen, kita juga bisa melakukan perbandingan fisiologis antarfosil, untuk mengetahui hubungan kekerabatannya. Supaya lebih kebayang, gue bakal akan ngasih illustrasi berdasarkan contoh pertama kita di awal artikel tentang hubungan kekerabatan kuda modern dengan hyracotherium dan “kuda purba” lainnya yang menjembatani evolusi dari hyracotherium menjadi kuda modern.

Pada prinsipnya, membandingkan fisiologi antarfosil ini mirip seperti cara analisa detektif. Pada awalnya para ilmuwan menemukan banyak fosil di sekitar amerika dan eropa yang secara fisiologi, morfologi, dan anatomi cenderung mirip dengan kuda modern, hanya saja ukurannya beragam. Di sini, para ilmuwan gak langsung mengambil kesimpulan, tapi mereka coba menguraikan temuan-temuan ini berdasarkan umur dan lokasinya. Dengan menggunakan metode carbon-dating dan stratigrafi, para ilmuwan bisa memperkirakan berapa umur masing-masing dari temuan fosil tersebut.

Setelah dikelompokkin berdasarkan umur dan lokasi penemuan, para ilmuwan bisa melihat pola tersendiri bahwa fosil yang umurnya kurang lebih sama, bentuk tulang-tulangnya cenderung seragam. Sementara itu, perbedaan fisiologis yang terdapat antar fosil itu ternyata memiliki proses perubahan yang perlahan-lahan (secara gradual) dimana perubahan tersebut sesuai dengan urutan umur dari fosil-fosil tersebut.

Kelompok Sampel Fosil Umur Fosil Ukuran tubuh Struktur kaki depan
A 50 juta tahun 40 cm 4 ruas
B 35 juta tahun 60 cm 3 ruas
C 15 juta tahun 100 cm 3 ruas (2 ruas kecil)
D 8 juta tahun 125 cm 1 ruas
E 1 juta tahun 140 cm 1 ruas

Nah, berdasarkan data di atas, kita bisa melihat bahwa masing-masing kelompok sampel fosil menunjukan adanya perubahan fisiologi yang perlahan-lahan (secara gradual), dimana hal itu menunjukan adanya proses evolusi (mutasi) pada gen yang mengekspresikan karakter ukuran tubuh dan struktur ruas kaki, yang terus berubah seiring dengan waktu dan bantuan proses seleksi alam. Sampai akhirnya keturunan sampel fosil tersebut akhirnya menjadi spesies kuda jaman sekarang yang memiliki rata-rata tinggi 160cm dengan 1 ruas kaki depan.

horse evolutionNah, dengan ngeliat perbandingan struktur tulang antar sampel fosil, kita bisa ngeliat bahwa ada perubahan struktur morfologi yang terjadi secara gradual (karena adanya mutasi) yang juga bersesuaian dengan umur fosil yang bisa kita perkirakan berdasarkan metode carbon dating dan stratigrafi. Di samping itu, kalo misalnya para peneliti cukup beruntung menemukan sampel fosil dengan DNA yang nggak rusak, mereka juga bisa melakukan pendekatan genetic-sequencing untuk mengetahui informasi lebih detail terkait makhluk hidup tersebut. Dengan menggabungkan beberapa macam metode, para ilmuwan bisa mendapatkan banyak informasi dari kumpulan fosil tersebut. Dari mulai bentuk tubuhnya, hidup berapa tahun yang lalu, hubungan kekerabatannya dengan sampel fosil lain maupun makhluk hidup di jaman modern, dsb.

****

Itulah kurang lebih pembahasan gue tentang dua metode pendekatan yang digunakan oleh para ilmuwan untuk mengetahui tingkat kekerabatan antar spesies, baik antar spesies yang sudah punah maupun dengan spesies modern. Dengan sedikit gambaran melalui artikel ini, gue harap lo punya bayangan bahwa para ilmuwan dan peneliti itu gak cuma asal-asalan apalagi ngarang-ngarang doang dalam menelaah hubungan kekerabatan antar spesies purba dengan spesies jaman sekarang yak. Ada dasar asumsi yang bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, ada metode yang konkrit dan hasilnya juga bisa dievaluasi terus-menerus sampai menghasilkan pola data yang konsisten. Berdasarkan semua metode dan penalaran terhadap sains tersebut, para ilmuwan gak sembarangan dalam mengambil sebuah kesimpulan ilmiah. Moga-moga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan lo semua, see you next time!

Referensi:
https://en.wikipedia.org/wiki/Evolution_of_the_horse
http://www.equinestudies.org/evolution_horse_2008/elsevier_horse_evolution_2008_pdf1.pdf
http://www.eva.mpg.de/fileadmin/content_files/staff/paabo/pdf/Paeaebo_Genetic_Annual_2004.pdf
https://dl.dropboxusercontent.com/u/107708419/HuffmanZaim2003%20JMT%20MojoResults.pdf
https://en.wikipedia.org/wiki/DNA_sequencing
https://en.wikipedia.org/wiki/Whole_genome_sequencing
https://en.wikipedia.org/wiki/Gene_mapping
http://global.britannica.com/animal/dawn-horse

—————————CATATAN EDITOR—————————

Kalo ada di antara kamu yang mau ngobrol sama Ijul tentang genetika, evolusi, kekerabatan antar spesies, atau tentang metode genetic sequencing, genome mapping, dan analisis fosil… langsung aja tinggalin comment di bawah artikel ini ya.

Bagikan Artikel Ini!