Menjawab apa itu takhayul, contohnya, bagaimana awal sejarahnya, hingga kenapa orang-orang bisa percaya. Baca selengkapnya di sini, ya!
Elo tahu nggak sih apa itu triskaidekaphobia? Triskaidekaphobia adalah sebutan untuk rasa takut yang luar biasa akan angka 13, Sobat. Wah, ada apa sih dengan angka 13?
Ketakutan akan angka 13 ini salah satu bentuk kepercayaan terhadap takhayul, Sobat. Banyak orang meyakini bahwa angka 13 itu melambangkan kesialan, bahkan kematian. Makanya, banyak gedung yang menghilangkan lantai 13.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, mungkin secara nggak elo sadari masih ada lho takhayul-takhayul yang dipercaya oleh sebagian orang. Takhayul seperti apa?
Nah, gue sudah siapkan contohnya karena kali ini gue akan bagikan informasi terkait pengertian takhayul, sejarah asal takhayul, dan alasan kenapa orang bisa percaya terhadap takhayul. Yuk, lanjutin bacanya!
Daftar Isi
Apa yang Dimaksud dengan Takhayul?
Merujuk ke pengertian kata “takhayul” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takhayul adalah suatu hal yang tidak nyata atau hanya ada dalam khayalan saja.
Menurut Encyclopedia Britannica, takhayul itu tampak tidak rasional atau tidak logis. Jadi, kalau misal ditanya, apakah ada bukti kalau angka 13 itu membawa sial atau kematian? Jawabannya bisa jadi nggak ada juga bukti yang membenarkan ungkapan itu. Tapi ada keyakinan yang sudah terbentuk dari sebuah kisah di masa lalu.
Takhayul sendiri dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu agama, budaya, dan individual, Sobat. Dalam sebuah agama, takhayul bisa muncul dalam bentuk ritual-ritual atau kebiasaan yang diyakini baik dan perlu untuk dilakukan. Karena sifat takhayul yang sering dianggap tidak masuk akal, orang mungkin menganggap hal-hal yang dilakukan oleh orang yang beragama lain darinya itu “hanya takhayul.”
Dalam budaya, kita bisa juga menemukan kebiasaan-kebiasaan turun-temurun untuk mencegah kemalangan, menghilangkan sakit, membawa kebaikan, dan lain sebagainya.
Seseorang juga bisa memunculkan takhayul nya masing-masing, lho. Misalnya percaya bahwa ia memiliki jimat keberuntungan. Lalu, kalau mau mengikuti suatu acara khusus, ia akan selalu mengenakan jimat itu supaya dijauhkan dari hal buruk misalnya.
Setiap orang atau kelompok sangat mungkin memiliki keyakinan yang berbeda-beda karena sifat takhayul yang subjektif. Itu kenapa apa yang menjadi kepercayaan kita belum tentu dipercaya oleh orang lain, terutama yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
Sejalan dengan anggapan takhayul yang tidak masuk akal, pada laman The Open University, takhayul didefinisikan sebagai kepercayaan bahwa suatu hal terjadi bukan karena penyebab alaminya, melainkan karena sihir, kebetulan, atau bantuan ilahi.
Walaupun begitu, Uniawari (2012) dalam tulisannya untuk Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung menyampaikan bahwa takhayul memiliki fungsi sosial yang penting, lho. Menurutnya, takhayul digunakan oleh sebuah komunitas untuk menjaga nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakatnya.
Oleh karena itu, biasanya dalam konteks kebudayaan, takhayul cenderung menggambarkan suatu larangan atau hal-hal yang “tabu”. Masyarakat pun melestarikan takhayul itu untuk menjaga nilai budaya-nya tetap baik.
Baca Juga
6 Mitos Perkuliahan, Jangan Mau Tertipu!
Sosiologi Cinta: Rasional atau Irasional?
Contoh Takhayul
Seperti yang tadi gue sebutkan, bahwa takhayul itu bersifat subjektif, setiap negara, kota, kelompok, hingga masing-masing individual mungkin memiliki takhayul yang berbeda-beda.
Nah, seperti yang tadi udah gue janjikan, gue bakalan membagikan beberapa contoh takhayul yang masih dipercayai oleh sebagian orang.
- Jangan duduk di depan pintu, ntar susah dapat jodoh
Kalau, dipikir-pikir memang nggak ada hubungannya sih duduk di depan pintu sama jodoh. Tapi, lagi-lagi mungkin ungkapan itu dibuat oleh masyarakat supaya seseorang tidak memiliki kebiasaan menghalangi jalannya orang yang ingin melewati pintu. - Kalau nyapunya nggak bersih ntar cowoknya brewokan
Wah, kalau beneran begitu, mungkin cewek-cewek memilih untuk nyapu asal-asalan aja biar jodoh sama cowok-cowok kaya Chris Evan, Zayn Malik, atau Reza Rahadian kalik ya. Hehe. - Memberi kado parfum bisa membuat hubungan putus
Untuk yang satu ini, alasannya adalah karena wewangian parfum itu tidak tahan lama, Sobat. Jadi ibarat hubungan itu, bisa kandas dalam waktu yang singkat. - Mengetuk kayu untuk menangkal hal buruk
Hayo, siapa nih yang suka mengetuk tangan terkepal ke benda-benda sekitar supaya hal buruk nggak terjadi? Biasanya sih ada yang mengetuk ke kepala dulu baru ke benda sekitar sambil bilang “amit-amit.”
Sejarah Dari Mana Asal Takhayul
Saat ini ada banyak sekali takhayul atau superstition yang ada di dunia. Penasaran dong dari mana asalnya sebenarnya.
Nah, Stuart Vyse, seorang psikolog dan penulis yang mengkhususkan diri dalam bidang takhayul dan pemikiran kritis menjelaskan melalui video TED-Ed (2017), bahwa takhayul bisa berasal dari suatu agama atau kepercayaan, atau dari pengasosiasian terhadap hal buruk yang kebetulan terjadi, Sobat.
Contoh takhayul yang bermula dari kepercayaan adalah mengetuk kayu atau benda dengan tangan terkepal untuk menghindari kemalangan. Takhayul ini berasal dari kepercayaan kaum Indo-Eropa, kaum Eurasia yang merupakan keturunan Indonesia dan Eropa.
Mereka dulu percaya kalau pohon adalah rumah bagi para roh. Menyentuh atau mengetuk pohon berarti meminta perlindungan dan berkat kepada roh itu.
Mengutip dari National Geographic Indonesia (2019), Triskaidekaphobia, atau takut akan angka 13 juga berasal dari keyakinan orang Kristen bahwa murid Tuhan yang ke-13, merupakan pembawa petaka dengan berkhianat. Walaupun ada juga kejadian-kejadian buruk lainnya terkait angka 13, seperti kegagalan misi pendaratan di bulan, Apollo 13, yang terjadi pada tanggal 13 April 1970.
Stuart juga memberi contoh untuk takhayul yang bermula dari pengasosiasian yang bersifat kebetulan, seperti orang Italia yang anti angka 17. Hal itu karena dalam angka romawi tulisan XVII bisa di ubah menjadi VIXI yang artinya “hidupku sudah diakhiri.”
Kenapa Orang Percaya Takhayul?
Mengutip laporan Medical News Today (2019), teori model “berpikir cepat dan lambat”, yang dijelaskan oleh profesor Jane Risen mengatakan bahwa manusia sebenarnya memiliki kemampuan untuk menyadari bahwa takhayul yang mereka percaya tidak masuk akal. Tapi, orang-orang biasanya tetap memilih untuk mempercayainya.
Kalau takhayul itu dianggap sebagai suatu hal yang tidak rasional bahkan tidak nyata, kenapa sih orang banyak yang masih mempercayainya?
Don Saucier (2013), seorang profesor psikologi menjelaskan, bahwa alasan kenapa orang-orang membuat dan mempercayai takhayul sebenarnya adalah karena mereka mencoba untuk mengontrol masa depan mereka. Itu kenapa banyak takhayul itu sifatnya menghindarkan sesuatu yang buruk atau mendatangkan hal baik.
Seperti dilansir dari Psychology Today (2018), penelitian yang dilakukan oleh G. Keinan pada tahun 2002 juga menunjukan kalau perilaku percaya pada takhayul ini semakin meningkat ketika seseorang dalam keadaan stress dan justru merasa kurang memiliki kontrol terhadap situasi yang ia alami.
Misalnya, seorang atlet lari yang mungkin gugup saat berlomba memiliki keyakinan bahwa dengan menggunakan sepatu andalannya ia akan bisa memenangkan perlombaan.
Penasaran nggak sih bagaimana takhayul itu tercipta di dalam otak manusia? Nah, seorang psikolog behaviorisme terkenal Amerika, Burrhus Frederic Skinner sudah pernah nih melakukan eksperimen hebat yang menunjukan proses ini melalui pengamatannya terhadap perilaku burung-burung merpati. Bagaimana ya kira-kira proses terbentuknya takhayul menurut percobaan itu?
Untuk mencari tahu, elo bisa menonton video keren Zenius di bawah ini ya, Sobat.
Video: Percaya Takhayul
Penutup
Wah, pasti setelah membaca artikel ini elo jadi lebih tahu tentang apa yang dimaksud dengan takhayul, contohnya, sejarah kemunculannya, hingga alasan kenapa manusia percaya dengan takhayul, bukan?
Gue penasaran nih, kalau elo sendiri gimana? Memilih untuk percaya juga atau nggak? Elo bisa menyampaikan tanggapan elo di kolom komentar ya, Sobat.
Sekian dari gue, see you in the next article!
Leave a Comment