Mengenal Apa itu Empati serta Manfaatnya dalam Proses Belajar dan Berorganisasi

Mengenal Apa itu Empati serta Manfaatnya dalam Proses Belajar dan Berorganisasi

Memiliki kemampuan berempati ternyata menjadi faktor penting dalam keberhasilan akademik dan berorganisasi, lho. Yuk, cari tahu apa saja manfaat empati di artikel ini!

Hai Sobat Zenius!

Pasti elo pernah merasa nggak dimengerti oleh orang lain, bukan? Mungkin ketika elo sedang sedih, tapi teman terdekat atau keluarga elo nggak bisa memahami perasaan elo itu. Atau sebaliknya, elo juga pernah mengalami susahnya memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang-orang di sekitar elo.

Ilustrasi Perasaan (Dok. unsplash oleh Hello I'm Nik)
Ilustrasi Perasaan (Dok. unsplash oleh Hello I’m Nik)

Memahami orang lain memang tidak mudah, karena kita merupakan pribadi yang berbeda dengan cara pikir dan pengolahan emosi yang juga berbeda. Tapi, hubungan keluarga, pertemanan, ataupun persahabatan pasti akan jauh lebih harmonis ketika satu sama lain dapat saling memahami.

Untuk itu, memiliki kemampuan berempati sangatlah penting, Sobat Zenius. Apa sih sebenarnya empati itu? Kenapa orang bisa berempati? Lalu, bagaimana empati bisa bermanfaat dalam keberhasilan belajar dan berorganisasi?

Nah, gue sudah siapkan nih jawaban untuk elo di artikel ini. Yuk, langsung saja kita bahas mulai dari pengertian empati!

Makna Kata Empati 

Menurut KBBI, empati merupakan keadaan di mana seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Goleman, seorang penulis dan jurnalis, menjelaskan bahwa ilmu otak dan perilaku pun juga kurang lebih mengidentifikasikan empati dengan definisi yang sama.

Ia menyampaikan bahwa empati merupakan keterampilan untuk turut merasakan perasaan orang lain untuk memahami dasar dari perilaku seseorang. Dalam kata lain empati itu seperti bunyi sebuah ungkapan bahasa Inggris, “put yourself in someone’s shoes”.

Quotes Empati
Coba untuk empati. (Arsip Zenius)

Put yourself in someone’s shoesbukan berarti bahwa elo harus menempatkan diri di atas sepatu milik orang lain, Sobat Zenius. Melainkan, mau menempatkan diri di posisi orang lain.

Bagaimana ya cara menempatkan diri di posisi orang lain itu? Untuk memahami hal tersebut, elo juga bisa nih menyimak pengertian empati menurut salah satu tokoh besar psikologi dunia, Alfred Adler. Adler menyatakan bahwa pengertian empati adalah melihat melalui mata orang lain, mendengar melalui telinga orang lain, dan merasakan melalui hati orang lain.  

Menurut The Greater Good Science Center, institusi penelitian psikologi, sosiologi dan neurosains, empati juga merupakan kunci dari keberhasilan sebuah hubungan karena membantu seseorang memahami cara berpikir, kebutuhan, dan keinginan orang lain.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa empati merupakan kemampuan kita untuk memahami apa yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh orang lain dengan cara mengandaikan bahwa kita turut mengalami apa yang dialami orang tersebut untuk tujuan membangun hubungan yang baik.

Pengertian empati pun juga mengalami perubahan semenjak kata itu pertama kali digunakan lho, Sobat Zenius. Dahulu, pada tahun 1908, kata empati memiliki makna proyeksi perasaan dan gerakan diri sendiri terhadap objek lain. Namun, seiring berkembangnya ilmu tentang empati, maknanya pun menjadi seperti yang tadi sudah dijelaskan di atas.

Baca Juga

Fenomena Menfess: Curhat Anonim dan Generasi yang Butuh Validasi

Dampak Positif dan Negatif Konflik Sosial – Materi Sosiologi Kelas 11

Bagaimana Orang Bisa Berempati 

Sebenarnya, empati sudah dipelajari oleh para ahli dalam waktu yang cukup lama dan pemahaman tentang empati pun sudah sangat berkembang. Kalau elo sudah membaca bagian tentang makna kata empati, elo pasti juga mengetahui bahwa pengertian dari kata empati sendiri juga mengalami perubahan.

Diceritakan di laman Psychology Today (2010), bahwa pertama kali para ilmuwan menjelaskan fenomena berempati ini dengan Simulator Theory atau Teori Simulasi. Munculnya teori ini ditandai dengan ditemukannya mirror neurons atau otak cermin, yang merupakan sistem otak dengan kemampuan untuk meniru apa yang dia lihat. Sistem otak ini berada di bagian prefrontal cortex, di bagian otak kita yang paling depan, Sobat Zenius.

Ilustrasi Prefrontal Cortex (Dok. Public Domain)
Ilustrasi Prefrontal Cortex (Dok. Public Domain)

Dengan adanya mirror neurons, ketika kita melihat sesuatu kita jadi bisa mensimulasikan gerakan dari hal yang kita lihat itu di dalam otak kita. Sehingga, kita memiliki awal yang baik untuk jauh lebih memahami orang lain, hewan, maupun benda.

Seorang ahli neurosains, Vilayanur Ramachandran menyebutkan bahwa sistem otak mirror neurons ini menjadi “dasar dari peradaban manusia” lho, saking pentingnya empati dalam kehidupan kita sehari-hari. 

Seiring berjalannya waktu, muncullah teori baru, yang disebut Theory of Mind. Teori ini sudah mulai menyadari bahwa manusia tidak hanya bisa menirukan gerakan, namun juga bisa mengenali keadaan emosi diri sendiri dan juga orang lain. Bagaimana ya caranya kita bisa mengenali emosi orang lain?

Ilustrasi emosi (Dok. unsplash oleh Tengyart)
Ilustrasi emosi (Dok. Unsplash oleh Tengyart)

Memahami kondisi mental seseorang melibatkan proses berpikir kognitif, yaitu membuat penilaian, atau hubungan antar pengalaman-pengalaman yang sudah pernah dialami sebelumnya. Dari pembelajaran tentang pengalaman-pengalaman itu, seseorang jadi memiliki kemampuan untuk memprediksi perasaan orang lain ketika sedang mengalami atau melakukan suatu hal.

Jadi, seseorang bisa berempati tidak terlepas dari kemampuannya berpikir dan mengolah peristiwa-peristiwa yang ia sudah pernah alami sebelumnya. Nah, kalau elo ingin lebih tau tentang pentingnya kemampuan berpikir ini dalam proses berempati, elo bisa tonton video keren dari Zenius di bawah ini ya.

Video: Empati

Mengapa Kita Harus Memiliki Sikap Empati dalam Belajar dan Berorganisasi? 

Oke, sekarang mungkin elo sudah ada gambaran nih tentang bagaimana seseorang bisa berempati dari penjelasan teori-teori di atas. Yuk, kita lanjutkan dengan pembahasan tentang manfaat empati dalam proses belajar dan berorganisasi.

Manfaat Empati dalam Proses Belajar

Manfaat Empati dalam Proses Belajar
Manfaat empati dalam proses belajar. (Arsip Zenius)
  1. Membentuk Kemauan Belajar

    Pada artikel di The New York Times (2014), Rick, seorang psikolog keluarga dan anak, menyatakan bahwa siswa yang memiliki empati memiliki kebesaran hati untuk mau belajar dari orang lain bahkan walaupun memiliki ketidakcocokan dengan orang tersebut.

    Pernah nggak sih elo ngerasa nggak cocok dengan seorang guru yang bikin elo jadi males banget dengerin penjelasannya? Nah, kalau elo nggak mau rugi dan ingin bisa tetap belajar dengan baik walaupun sering dihadapkan dengan pengajar yang kurang cocok, mungkin elo bisa mulai dengan berempati terhadap pengajar tersebut nih, Sobat Zenius.

  2. Menjadi Alat Belajar Konseptual dan Meningkatkan Daya Ingat

    Belajar konseptual merupakan model belajar yang menunjukan kemampuan siswa dalam memahami sebuah peristiwa atau alasan di balik pengambilan keputusan. Dengan kemampuan belajar konseptual, siswa jadi bisa nih menangkap penjelasan di sekolah hingga level yang lebih dalam.

    Contohnya, ketika sedang pelajaran sejarah yang membahas tentang peristiwa Sumpah Pemuda, seorang siswa tidak hanya terpaku pada pengertian peristiwa itu saja. Seorang siswa menjadi bisa memahami dengan baik alasan di balik diadakannya Sumpah Pemuda dan bagaimana peristiwa ini penting bagi setiap individu maupun negara.

    Tentunya, dengan kemampuan berempati yang baik, di mana siswa memiliki kemauan dan kemampuan untuk memahami hal lain selain dirinya sendiri dapat membantu dalam proses pembelajaran konseptual (Franzese, 2017).

    Cara belajar ini juga memungkinkan untuk terjadinya deep learningDeep learning berarti elo dapat mempelajari suatu hal secara mendalam. Nah, cara belajar ini juga terbukti dapat meningkatkan daya ingat terhadap hal yang elo pelajari itu, lho, Sobat Zenius.

  3. Meningkatkan Prestasi Akademik Siswa

    Bagaimana ya berempati bisa meningkatkan prestasi akademik? Ternyata, menurut penelitian yang dilakukan oleh Al-Sahafi dan Mohd pada tahun 2015 di Saudi Arabia, empati berhubungan positif dengan pencapaian akademik siswa karena merupakan salah satu komponen dari kecerdasan emosional.

    Di artikel tentang pola berpikir orang cerdas, gue pernah membagikan informasi, bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu jenis kecerdasan yang membentuk apa yang dimaksud kecerdasan itu sendiri. Oleh karena itu, kecerdasan ini dapat mendukung keberhasilan belajar elo dengan signifikan.

Manfaat Empati dalam Proses Berorganisasi

Manfaat Empati dalam Proses Berorganisasi
Manfaat Empati dalam Proses Berorganisasi (Arsip Zenius)

Dalam berorganisasi, empati berperan besar dalam pembentukan leadership skill atau kemampuan memimpin (Goleman, 2000; Faisal & Gani, 2015). Empati juga disebutkan menjadi salah satu keterampilan utama yang diperlukan untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif (Marques, 2010). Kok bisa ya?

Mungkin elo sudah mulai mengira-ngira jawabannya, yang kurang lebih berkaitan dengan memahami anggota organisasi lainnya. Hal itu benar. Dengan kemampuan berempati, seseorang jadi memiliki kemauan untuk lebih mendengarkan anggotanya sehingga ada hubungan timbal-balik antar anggota organisasi.

Selain itu, dengan peduli dengan apa yang diinginkan atau menjadi kepentingan orang lain juga dapat membantu untuk bisa membawa keuntungan pada organisasi atau kelompok elo itu (Madel & Pherwani, 2003). Elo jadi mampu menentukan tindakan atau keputusan yang baik untuk setiap anggota.

Bentuk Sikap Empati Seorang Pelajar

Ilustrasi siswa (Dok. unsplash oleh Jeswin Thomas)
Ilustrasi siswa (Dok. unsplash oleh Jeswin Thomas)

Nah, berdasarkan dari manfaat-manfaat dari berempati yang sudah gue sebutkan di atas, makan sikap empati seorang pelajar dapat diwujudkan dalam bentuk, seperti contoh berikut:

  1. Mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian.
  2. Menghormati guru dan temannya.
  3. Mau mempelajari suatu hal secara mendalam.
  4. Tidak menyamakan apa yang dirasakan atau dipikirkan dirinya sendiri terhadap orang lain.
  5. Mau mendengarkan pemikiran teman-temannya.
  6. Memimpin sebuah organisasi berdasarkan semangat kepentingan bersama.

Penutup 

Eh, nggak terasa sudah sampai di akhir artikel saja nih. Gimana? Pasti elo mendapatkan pemahaman baru tentang makna kata empati, bagaimana seseorang bisa berempati, dan juga manfaat-manfaatnya pentingnya dalam proses belajar dan berorganisasi bukan? 

Semoga, dengan pemahaman baru yang elo miliki itu elo dapat termotivasi untuk lebih berempati terhadap orang lain, hewan, tumbuhan, dan benda-benda lain yang ada di sekitar elo ya, Sobat Zenius.

Sekian dari gue, see you in the next article!

Referensi

Arsyadi, S., Tursih, H., Dwiparwati, T., Attaqi, M. I., & Hutasuhut, E. F. (2018). Mirror neuron Dalam Pendidikan islam. BELAJEA: Jurnal Pendidikan Islam, 3(2), 147. https://doi.org/10.29240/belajea.v3i2.517

Mandel, B. & Pherwani, S. (2003), Relationship Between Emotional Intelligence and Transformational Leadership Style: A Gender Comparison, 17 J. BUS. & PSYCHOL. 387, 389.

Franzese, Paula A. (2017), The Power of Empathy in the Classroom. Seton Hall Law Review, Vol. 47, No. 693, 2017, Seton Hall Public Law Research Paper, Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=2956433.

Ghani, M. Z. & Faisal, A. (2015), The Influence of Empathy on Academic Achievement among Gifted Students in Saudi Arabia, Global Journal of Interdisciplinary Social Sciences, 2015.

Goleman, D. (2000), Leadership that gets results. Harvard Business Review, 78(2), 78-90.

Jessica Lahey. Teaching Children Empathy. N.Y. TIMES. 2014.

Lesley University. The Psychology of Emotional and Cognitive Empathy. (n.d).

Marques, J. (2010). Spirituality, meaning, interbeing, leadership, and empathy: Smile. Interbeing, 4(2), 7-17.

North Sydney Public School. Conceptual Learning. (n.d.). 

Psychology Today. Empathy 101. 2010.

Bagikan Artikel Ini!