Artikel ini membahas hasil survei yang dilakukan Zenius tentang pandangan siswa Indonesia terhadap kegiatan belajar mereka.
“Pendidikan Indonesia Gawat Darurat!”
Itulah pernyataan yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Anies Baswedan pada Desember 2014 silam. Pernyataan yang cukup frontal. Apakah benar pendidikan Indonesia segawat darurat itu?
Mari kita cek performa pendidikan negeri ini. Pendidikan Indonesia menempati peringkat kedua dari bawah (64 dari 65 negara) pada riset internasional PISA 2012 (Program for International Student Assesment) yang membandingkan kemampuan akademis siswa berumur 15 tahun di berbagai negara dalam bidang matematika, sains, dan membaca. Peringkat bontot juga diperoleh Indonesia pada riset-riset pendidikan lain, seperti Learning Curve – Pearson 2014 (ranking 40 dari 40 negara), Universitas21 2014 (ranking 48 dari 50 negara), TIMMS 2011 (ranking 38 dari 42 negara untuk matematika, 40 dari 42 negara untuk sains), dan PIRLS 2011 (ranking 41 dari 45 negara). Sedih, men!
Ada apa yang sesungguhnya terjadi dengan pendidikan negeri ini? Sebenarnya apa sih pandangan pelajar Indonesia sendiri terhadap kegiatan belajar yang mereka jalani sehari-hari? Bagaimana pula kebiasaan mereka dalam menjalani proses tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Zenius Education mengadakan survei kepo berjudul “Survei Pandangan Siswa/i tentang Sekolah, Guru, dan Orang Tua” pada akhir tahun lalu. Masih ingat dengan survei tersebut? Mungkin lo adalah salah satu respondennya. Dibuka mulai 22 September 2014 hingga 15 Desember 2014, Zenius berhasil mengumpulkan jawaban dari 1340 responden pelajar dari seluruh pelosok Indonesia, dari Aceh sampe Manado. Kami excited dan berterima kasih banget atas antusiasme kalian. Format survei yang panjang sepertinya tidak mematahkan semangat para pelajar untuk mengisi survei tentang kegiatan belajar mereka sehari-hari. Mungkin sekalian curcol atau emang seneng dikepoin. Ciee ga ada yang ngepoin.
Setelah ribuan data yang masuk dianalisis dan digodok dalam waktu yang cukup lama, survei ini berhasil menyingkap berbagai temuan menarik. Seperti yang tertulis pada pengantar survei, kami berharap berbagai temuan menarik mengenai kegiatan belajar ini bisa tersebar luas karena merupakan curahan hati para pelajar Indonesia. Oleh karenanya, kami mengemas hasil survei dalam bentuk infografik agar menarik untuk dibaca dan gampang disebarkan melalui berbagai media sosial.
Jika kalian masih ingat dengan kontennya, survei terbagi menjadi 3 bagian, yaitu tentang kegiatan sekolah, guru, dan orang tua. Kami akan mengawali laporan survei tentang Sekolah. Bagian Sekolah juga akan dibagi lagi menjadi hasil temuan tentang belajar, tugas, dan pelajaran sekolah.
Tulisan kali ini akan khusus mengulas hasil temuan tentang persepsi dan kebiasaan belajar responden pelajar Indonesia. Selain berhasil menyingkap hal tersebut, kita juga melakukan sedikit perbandingan antara Zenius user dan non-user untuk mengetahui apakah cara pengajaran Zenius selama ini dapat secara efektif mengubah persepsi siswa tentang belajar.
Harap diingat untuk tidak serta-merta melakukan generalisasi dalam menginterpretasi hasilnya mengingat survei ini disebarkan secara online melalui social media Zenius dan teman-teman yang bersedia membantu menyebarkan survei ini.
Baiklah, mari kita mulai dengan temuannya.
Daftar Isi
Data Demografi Responden
Kebanyakan responden merupakan siswa kelas 12 SMA. 61% responden bukan Zenius user sehingga kita bisa memperoleh data yang lebih representatif tentang pelajar Indonesia secara keseluruhan. Sisanya, 39% responden merupakan Zenius user. Rasio responden yang lumayan berguna untuk membandingkan kebiasaan dan persepsi belajar pengguna Zenius dan bukan pengguna Zenius. Selain itu, antusiasme ternyata tidak didominasi pelajar ibu kota saja, dimana ternyata 66% responden berasal dari kabupaten/kota.
Apa saja yang pelajar lakukan di dalam kelas?
Yang sering dilakukan responden di dalam kelas adalah Merhatiin Guru. Nggak bisa dipungkiri, pengajaran sistem pendidikan Indonesia masih berorientasi pada satu arah, yatu dari guru ke murid. Guru adalah center of attention di kelas. Siswa menunggu instruksi dari guru. Sepertinya jika tidak ada guru, tidak ada belajar. Tapi, tidak dapat diketahui, apakah mereka yang Merhatiin Guru ini benar-benar tertarik dan mengerti dengan apa yang disampaikan gurunya. Atau melakukannya hanya sekadar kewajiban dan takut ditegur Pak dan Bu Guru.
Hal kedua yang dilakukan responden di dalam kelas adalah Mencatat. Ngga tau juga apakah ketika mencatat mereka sudah memahami benar materi yang dicatat atau sekedar menyalin tulisan yang ada di papan tulis atau yang didiktekan guru. Ditemukan juga bahwa pelajar cewek lebih rajin mencatat daripada pelajar cowok meskipun presentasenya tipis. Mungkin ini sengaja dilakukan para pelajar cowok sebagai modus buat PDKT cewek.
Co: “Eh pinjem catatannya dong”.
Ce: “Buat apah?”
Co: “Ya buat disalin lah. Menurut lo?! Mmmmm… buat disalin ajah. Oya sekalian minta id Line lo donk. Kalo mau balikin, nanti gue chat”
Tak lama kemudian mereka jadian. Tamat.
No 3 adalah Diskusi Pelajaran. Hal ini sebaiknya makin sering dilakukan di dalam kelas. Melalui diskusi, kita bisa memperkaya pengetahuan dengan saling bertukar pikiran dan mengetahui apakah pemahaman kita terhadap suatu materi sudah benar atau tidak.
Walaupun top 3 adalah hal yang menyangkut belajar, responden mengaku juga melakukan hal lain yang ga ada kaitannya dengan belajar. Mereka suka Gosip dengan Teman, bukan soal pelajaran. Ya kira-kira ngegosip ala-ala pemain sinetron seputar permasalahan kehidupan remaja kekinian. Selain ngegosip, sebagian responden mengaku gak bisa lepas dari smartphone, mereka juga suka mencuri waktu untuk Main Hape di Kelas. Entah itu buat main game (mulai game yang agak keren dikit CoC sampai dengan Let’s Get Rich), dengerin musik mellow buat mengenang mantan, chatting sama pacar (orang), sampe update status dan foto selfie (yang udah diedit ribuan kali) ke media sosial.
Statistik Belajar Mandiri
Sekolah dan kelas memang tempatnya para siswa untuk belajar. Tapi, bagaimana selepas jam sekolah? Apakah mereka juga meluangkan waktu untuk belajar mandiri tanpa bantuan guru atau tutor les?
Wah, gue melihat temuan ini dengan ironis, miris, nangis, ternyata di sebelah ada bawang yang diiris-iris. Oke, garing. Tapi serius cuma 30%!? Hellowww!!! Iya sih gue ngerti, sebagai seorang remaja, ada segudang kegiatan lain yang bisa kalian lakukan dan bermanfaat untuk pengembangan diri, selain belajar. Tapi ini cuma 1 jam/hari lho. Gue menerka-nerka beberapa penyebabnya. Mungkin jam sekolah sekarang terlalu panjang dan beban pelajarannya terlalu berat sehingga para pelajar udah capek duluan, jadi ga ada energi lagi buat belajar. Atau..apakah “belajar” udah jadi momok yang membosankan dan malesin sehingga hanya sedikit responden yang mau meluangkan waktu sejam aja per harinya buat belajar mandiri? Tapi jadinya belajar di luar sekolahnya kapan dong. Pas mau ujian aja? Hemh..
Ini kayak lo dateng ke kekasih karena pas lagi butuh aja, butuh duitnya lah, butuh perhatian lah, bukan dateng karena cinta. Dalem…
Trus kalo ngga belajar, mereka ini ngapain aja kegiatannya di luar sekolah?
Kegiatan lain mereka selain belajar?
Ternyata eh ternyata. Kebanyakan malah asik Internetan! Sebanyak 71% responden meluangkan waktu minimal 1 jam/hari buat fun browsing. Kegiatan lain no. 2 adalah Ketemu Teman. Melihat pentingnya sosialisasi untuk mengasah kemampuan komunikasi, kayaknya ngga bosen ya ketemu teman di sekolah, di luar sekolah pun masih lanjut nongkrong lagi. Terakhir, 67% responden meluangkan waktu minimal 2 jam dalam seminggu untuk Menyalurkan Hobi, entah itu ekskul sekolah, olahraga, musik, dsb. Moga-moga ngepoin mantan itu ngga dianggap hobi.
Oiya, bocoran dikit nih. Pada survei kemarin, 82% responden mengaku Ngga Pernah Ketemu Pacar. Pantesan niat banget isi survei panjang-panjang, karena ngga ada yang sibuk minta perhatian ya, mblo? :p
Perbandingan jam belajar mandiri user Zenius vs non-user
Masih seputar belajar mandiri. Selanjutnya kita pengen tau nih apakah ada perbedaan antara kebiasaan belajar user Zenius dengan non-user Zenius. Ternyata perbedaannya lumayan mencolok.
User zenius belajar mandiri lebih banyak dan lebih lama (70%) dibanding non-user Zenius. Hanya 30% user zenius yang belajar kurang dari 1 jam per hari. Seperti yang bisa diintip di twitter Zenius, tiap hari ada aja mention dari para user Zenius yang bilang kalo mereka lagi keasikan belajar ditemani Zenius. Video yang menekankan pada konsep membuat learning experience jadi menyenangkan. Kalo istilah mereka sih, “pacaran sama zenius”. Hahaha. Ada-ada aja.
Gue penasaran sama istilah ini. Akhirnya dari salah satu tulisan blog peserta Kompetisi Blog Zenius tempo lalu, gue jadi tau kalo “pacaran sama zenius” itu maksudnya begini:
“Pernah ngga lo terbayangkan kalo laptop bisa ngejelasin lo sebuah materi yang sama sekali ngga lo ngerti dan bahasa nya asik banget lagi berasa ngobrol sama pacar *Ea.”
Lama-lama gue jadi takut nih kalo nanti akhirnya banyak anak-anak yang diputuskan gara-gara mau pacaran ama Zenius :p Okay ada satu lagi alasan mutusin pacar selain “kamu terlalu baik buat aku”.
Selain itu, lewat value yang sering ditekankan Zenius, seperti deliberate practice dan belajar mengandalkan curiosity, kayaknya tidak mengherankan lebih banyak user Zenius yang mau meluangkan waktu untuk belajar mandiri, sekalipun tidak ditemani video Zenius.
Apakah belajar sendiri itu membantu? (Perbandingan Zenius user vs non-user Zenius)
Karena sudah terbiasa dan ketagihan belajar mandiri, responden yang merupakan user Zenius lebih merasakan manfaat belajar mandiri dibandingkan non-user. Sementara, 70% non-user Zenius tidak merasa belajar mandiri itu membantu. Keliatannya mereka masih bergantung pada faktor eksternal, seperti adanya instruksi guru atau bantuan tutor les dan teman, baru bisa merasa beneran belajar.
Apa motivasi mereka untuk belajar?
Sayangnya, motivasi utama responden pelajar Indonesia untuk belajar masih didominasi oleh faktor eksternal (motivasi dengan kontrol luar yang tinggi). Seperti yang telah dijabarkan Wisnu tentang apa yang bikin kita termotivasi, motivasi itu terbagi jadi level 0-5. Belajar demi cita-cita, demi orang tua, dan demi nilai bagus merupakan motivasi level 4, 2, dan 3.
Tiap tahunnya, orang tua, guru, bahkan para pelajar sendiri selalu mengeluhkan betapa malasnya mereka. Lalu mereka pusing mencari cara agar bisa tekun belajar. Sayangnya, segala usaha itu dilakukan dengan tujuan agar si anak dapat nilai bagus. Rasanya jarang sekali gue menemukan orang tua, guru, bahkan pelajar itu sendiri yang pengen tekun belajar agar bisa menghargai ilmu pengetahuan itu sendiri.
Level motivasi tertinggi yang didorong dengan faktor intrinsik (kemauan dari diri sendiri buat belajar), Belajar itu Menyenangkan, malah menempati peringkat bontot pada survei ini. Padahal level motivasi ini memiliki tingkat otonomi yang tinggi dan ga membutuhkan kontrol luar. Seseorang yang punya level motivasi ini pasti udah belajar duluan tanpa perlu diiming-imingi hadiah, disuruh ortu, atau hanya sekedar cari nilai bagus. Ketika proses belajar didorong atas kehausan akan ilmu itu sendiri, nilai bagus mah hampir pasti sudah di tangan, orang tua jadi bangga, dan kalian akan berada di right track menuju cita-cita kalian.
Sama nih seperti cinta yang berasal dari dalam hati, ia ikhlas memberi, melayani, dan mengasihi tanpa mengharap balas. #apasih
Belajar itu menyenangkan ga?
Responden yang memilih motivasi belajar karena “Belajar itu menyenangkan” mungkin sebagian besar adalah user zenius (60%). Sementara, 60% non-user menyatakan sebaliknya. Sepertinya, selama ini kebanyakan responden non-user Zenius masih study bukan learn, jadi belum mengerti indah dan nikmatnya meresapi sebuah pengetahuan baru.
Apa belajar untuk nilai bagus di sekolah?
Nah, kalo lo lihat sekilas mungkin agak aneh karena justru hanya 60% dari zenius user yang menjadikan nilai yang bagus sebagai tujuan dari belajar. Sementara ada 70% non-user yang menjadikan tujuan dari belajar adalah untuk mengejar nilai. Bagi masyarakat awam yang melihat data seperti ini mungkin berpikir bahwa user zenius malah gak semangat untuk mengejar nilai. Tapi, bagi kami (sebagai institusi pendidikan) justru senang dengan data seperti karena memang selama ini kami (zenius) selalu mengkampanyekan sebuah perspektif baru bagi para pelajar, bahwa tujuan yang paling penting untuk dikejar dalam belajar bukanlah nilai akademis, melainkan ilmu yang didapatkan itu sendiri.
Dari data seperti ini, kita bisa ngeliat bahwa user zenius tidak menjadikan nilai sebagai indikator yang paling utama dalam belajar tapi justru mengejar sesuatu yang lebih penting daripada sekedar nilai akademis, yaitu kesenangan dalam proses belajar itu sendiri.
Apakah merasa lebih jago dalam bidang akademis disbanding teman yang lain?
Responden yang merupakan user Zenius lebih percaya diri (40%) mengklaim dirinya lebih jago dalam bidang akademis dibandingkan non-user (30%). Ciee, habis nonton video zenius.net ya semalam..
Apakah puas dengan nilai dan usaha yang dikeluarkan di sekolah?
Sebuah temuan lain yang menurut gue juga cukup ironis. Setelah belajar di sekolah dari pagi sampai sore, lanjut buat bimbel sampai malam (atau malamnya malah asik internetan), 7 dari 10 responden pelajar Indonesia mengaku tidak puas dengan nilai dan usaha yang dikeluarkannya di sekolah.
Fakta ini sebenarnya cukup wajar mengingat masih banyak responden yang belajar karena terpaku pada nilai. Ketika seseorang melakukan sesuatu karena terlalu fokus pada suatu tujuan, biasanya dia akan “menghalalkan” segala cara agar tujuan itu terpenuhi, seperti hanya sekedar menghafal, bikin contekan, hingga menyalin jawaban teman pas ujian. Tidak jarang, hal inilah yang menggagalkan dia mencapai tujuannya. Malahan cara-cara tersebut pada akhirnya tidak akan membuat mereka merasa belajar. Mereka tidak bisa menikmati prosesnya. Jika akhirnya mereka berhasil meraih tujuannya, tingkat kepuasannya rendah, “Oh cuma begini aja”. Ya begitulah, seperti cinta yang mengharapkan pamrih, dia tak akan pernah cukup. Kok cinta-cintaan mulu sih -_-
Life is never about the goals themselves. Life is about the journey. Dan sebagai seorang pelajar, perjalanan itu sudah sepantasnya adalah “bercinta” dengan pengetahuan itu sendiri. Sehingga kepuasan belajar dan bersekolah tidak sekedar buat cari nilai dan mendapatkan sertifikasi kelulusan, tapi kepuasan belajar sesungguhnya adalah ketika kita bisa mempelajari pengetahuan sebanyak mungkin yang didorong dengan rasa ingin tahu dan penghargaan pada ilmu pengetahuan itu sendiri.
****
Nah, itu dia hasil survei Zenius tentang persepsi dan kebiasaan belajar pelajar Indonesia. Menurut kalian, dengan temuan-temuan di atas, apakah pantas dibilang kalo pendidikan Indonesia gawat darurat? Apakah wajar dengan persepsi dan kebiasaan belajar yang dipaparkan di atas, pelajar Indonesia memiliki kinerja buruk pada berbagai riset pendidikan internasional? Untuk mengatakan pendidikan negeri ini gawat darurat, kita memang harus melihat berbagai aspek, mulai dari tidak meratanya persebaran infrastruktur dan akses pendidikan, kualitas guru, sampai masalah-masalah birokrasi. Memang sih, survei ini belum bisa dibilang merepresentasikan kondisi pendidikan di Indonesia secara luas. Cuman, moga-moga survei ini bisa membangun perspektif tersendiri yang baru, terlebih tentang persepsi para siswa tentang belajar itu sendiri.
Di satu sisi, kami juga senang dan cukup bangga karena survei ini ternyata mengungkap bahwa upaya kami (zenius) selama ini tidak sia-sia, terutama dalam hal mengubah paradigma belajar siswa Indonesia untuk tidak memandang belajar sebagai sebuah beban yang harus dilalui dengan penuh keterpaksaan, melainkan justru sebagai sebuah proses yang menyenangkan. Dengan begitu, motivasi belajar tidak lagi bergantung pada faktor luar, seperti guru, orangtua, nilai akademis, dlsb. Tapi, justru motivasi itu otomatis sudah datang dari dalam diri sendiri, tanpa perlu disuruh atau dipaksakan. Semoga semakin banyak pelajar Indonesia yang dapat menikmati proses belajarnya, bukan sebagai sebuah kewajiban tapi sebagai suatu hal yang benar-benar menyenangkan!
Pesan: Jika kamu merasa hasil survei di atas menarik dan patut disebarkan seluas mungkin, silakan comot gambarnya atau share artikel ini ke pihak-pihak yang kamu anggap perlu untuk membacanya, bisa jadi orang tua, penggerak pendidikan, atau teman-temanmu. Semoga hasil survei ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih dan sampai jumpa di infografik selanjutnya 😉
—————————CATATAN EDITOR—————————
Kalo ada yang mau ngobrol lebih lanjut sama Fanny tentang hasil survei di atas, tinggalin aja komen di bawah ini.
mantep nih tulisanya, gk bosen-bosen deh bacanya ^^
iya kak bener banget tuhh aku sebagai salah satu user zenius juga adah mulai berubah mindset tentang belajar itu gimana..aku juga liat sekarang masih banyak guru yg belum bisa ngejelasin pake konsep..
mungkin gurunya masih lulusan jaman jebot, jd agak ketinggalan buat update keilmuan n kemampuan mengjar yg efektif n nyaman…hehe
hehehe. Perubahan mendasar itu emang mesti pelan-pelan kok. Semoga selama bertahun-tahun ke depan, makin banyak yang mengubah mindset nya yaa..
“Oiya, bocoran dikit nih. Pada survei kemarin, 82% responden mengaku Ga Pernah Ketemu Pacar. ”
Pendidikan Indonesia Gawat Darurat!!!!!! >_<
hahaha, liat aja loo!!
Keren nih, emang setelah gw seriusin zenius ngubah pola pikir banget, Request dong artikel tips buat alumni
tips apa ya maksudnya?
tips persiapan materi buat alumni, sama tpa dong yang hubunganbbenda itu
mungkin dsr pemikiran kalo belajar itu gk menyenangkan karena kebanyakan teori dibanding pengaplikasian materi, misalnya pelajaran elektro (khusus anak ipa) dlm teorinya jujur gue malas bngt pelajarinya dulu faktor pelajaran baru nemu trs masih blm tau apa2lah, tp pas udh msk praktek nah disitu mulai deh kerasa asiknya belajar, jd semua fungsi komponen, alat-alat, dsb dalam materi itu kepake dan nyambung juga ke pelajaran lain kek fisika. Nah ini kyknya juga harus diterapin ke pelajaran lain deh gunanya buat membangkitkan fun-nya suatu pelajaran. Contohnya tuh yah pembiasan cahaya kan bisa tuh diaplikasikan, mksdnya siswa bisa aja kan diajak guru ke luar untuk mengamatinya dgn cara yg kreatiflah (gk dikelas mulu), seperti benda yg ditaruh dalam kotak kaca terus ditaruh di tengah kolam, nah si benda itu bakal menghilang, itukan lebih menarik untuk dipelajari. Btw mungkin kk prnh baca komik conan?? nah disitu lmynlah pengaplikasian ilmu sains ke kehidupan nyata dan semua keren2 bgt
Bisa bisa. Mengajak siswa menerapkan langsung ilmunya membuat mereka kebayang tuh ilmu gunanya buat apa, jadi lumayan bisa mengikis keapatisan mereka “buat apa sih gue belajar ini”. Lewat eksplorasi eksperimen langsung, curiosity juga bisa diasah. Jadinya proses pembelajaran bisa fun.
kejadian dulu gw itu gamers selama 2 thn nah selama ng-game kan ada petunjuk bahasa inggris tp gw msh SMP msh bch bgt bhs inggris msh awam tp karena pngn namatin tuh game gw buka kamus terus pelajari kata2 yg menunjuk ke checkpoint-nya, eh lama kelamaan berasa gw jd lumayan lancar bhs inggris dibanding tmn2 gw waktu itu, trs pas SMA jd vakum main game tapi jadi sering nonton film2 dgn subtitle indonesia, selama itu gw cb ningkatin porsi bljr bahasa inggris drpd saat msh SMP disitu pas tes mlh bhs inggris gw biasa aja kyk gk mengalami peningkatan di SMA, bandingin dgn tmn gw yg skrg masih main game, entah kenapa bahasa inggris mereka lebih lancar dari ane pdhl kalo ditanya sering bljr bhs inggris diblg gk prnh… Disitu ane simpulin kalau pelajaran yg diaplikasikan lngsng (misalnya game) lbh mudah diserap drpd yg cuma teori aja, lah org bahasa inggris aja bicara gk bljr grammar dulu, mngkn disitulah letak perbedaannya karna bermain game terasa FUN dibanding bljr yg heavy teori aja (pandangan umum)
di kelas, diskusi dan gosip pun dianggap sebuah hal yang sama kak…
maksudnya diskusi itu tentang pelajaran. gosip itu bukan soal pelajaran.
Keren nih tulisannya. Emang ngerasa banget sih kalo belajar cuma buat nilai itu susah ngerasa puas. Yang penting ilmunya, kalo kayak gitu, gapernah bosen bosen deh buat belajar. Sebenernya masih banyak juga sih ortu yang terfokus pada nilai anak2. akhirnya dapet nilai bagus biar gak di marahin orang tua. Ada loh adaa. Pernah waktu TO sekelas nilai matematik ancur parah, akhrinya malah dimarahin sama guru mtk. Hehehe
Iya sayangnya begitu. Udah jadi lingkaran setan di masyarakat kita. Tanpa sadar kita udah jadi “budak nilai”
Temenku ada yang ulangan dapet 44 ortunya marah besar kaya abis kesurupan atau.. orang gila. HPnya yang biasa buat update status disita di suatu tempat. Bener, ortu emang marah besar kalo anaknya dapet nilai (biasanya) dibawah KKM atau 60. Ada juga yang maksa anaknya les ini les itu pokoknya nilai bagus+ranking top 10 (10 besar). Nyempitin waktu buat ngobrol ama temen aja. Kalo dapet nilai nyaris (99,99 atau lebih simpel 99) biasanya 1 dari 2 ortu ga nerima. Pokoknya 100. Kalau dapet nilai ancur ada temenku yang nyembunyiin ulangan itu di laci, atau ganti nilainya jadi 100 (tapi di rapor dapetnya nilai jelek itu misalnya 40 di kertas 100 tapi di rapor 40. Kalo ortu lu galak abis kamu bisa jadi budak nilai, gamau nilai jelek dan nyaris (99).
kalo dulu sih jujur motivasi belajarku itu untuk balas dendam zen :3 karena waktu itu banyak bgt teman” yg sering nyontek tp dpt peringkat bagus. sdgnkn aku, 2 digit mulu peringkatnya hahaha. karena dendam itu lah yg bikin aku jd rajin belajar dan akhirnya alhamdulilah jadi juara kelas. tapi lama” agak ngerasa aneh, kalo belajar bawaannya jd ga ikhlas. apa-apa patokannya sm nilai. apalagi setelah ketemu zenius dan baca artikel ini, tambah nyadar deh zen kalo selama ini pola belajarku salah -_-“
Wah keren juga balas dendamnya bisa sampe juara kelas begitu. Berarti lo emang punya potensi yang tinggi. Tinggal mindset nya aja dijaga terus positif, pasti bisa lebih banyak gebrakan lagi lahir dari diri lo. Semangat ya ^^
makasih kak ^^
Permisi kak, mau tanya kalo mau belejar menggunakan Xpedia itu caranya bagaimana?
Makasih kak ^^
Jadi inget mamah pernah nanya
“3 tahun sma udah dapet apa? Udah bisa apa nih?”
Dan gue bingung akhirnya jawab udah bisa jawab soal ._.
Tp udah pake zenius kalo ditanya kaya gitu lg sih jawabannya beda lg, udah dapet sense wonder ^^
wah keren juga mama nya.
Hebat nihh yg nulis artikel ini…bahasanya luwes n enak dibaca…dia juga tutor biologi lulusan sarjana Ilkom UI lagi…susah gak tutorin biologi dgn basic keilmuan ilkom?
Klo kata gua pribadi sii, pendidikan Indonesia udah gawat. Bahkan guru fisika gua aja yang pertama2 ngajarin konsep pas ngeliat para siswa cuma ngambil hasil akhir (ngambil rumus jadi terus dihafalin) jadi agak lemes buat ngajarin konsep (ngapain capek2 ngajarin konsep toh siswa cuma ngambil rumus jadinya aja, gk mau tau jalan ceritanya, konsepnya), walaupun gk semua siswa begitu, tapi persentasinya cuma 5% dari 1 kelas yang mau ngikutin konsepnya. Miris amat daahh :'(….
Terus, tuntutan kurikulum (istilahnya skl gitu yaa…?? atau apalah gua gk terlalu ngerti) harus selesai pada waktunya yang ngebuat guru juga agak “ngebut” buat ngajarin, khususnya fisika, klo ngejelasin konsep bakal lama dan takutnya gk keburu bab selanjutnya, jadi ngasih rumus aja, suruh hafalin, ulangan, lapor ke kepsek bahwa bab ini udah selesai dan blablabla yang ngebuat siswa yang gk suka fisika makin gk suka. Yang suka dan punya curiousity tinggi jadi bingung mau kemana belajarnya… Jadi menurut gua yang pertama2 harus dibenahi itu gurunya. Gurunya harus punya dedikasi tinggi untuk ngajarin suatu ilmu serta bisa memotivasi siswa sehingga mempunyai pemikiran, afektif, dan semangat yang lebih modern, maju, dan luas
lebih tepatnya kurikulum yang harus dibenahi karna tiap guru itu wajib berpatokan sama kurikulum
Kurikulum Indonesia ganti terus gan…
Seharusnya dibikin riset atau apalah untuk membuat kurikulum yang pakem…
Banyak guru juga bingung dengan perubahan kurikulum ini gan
itu dia gan masalah nya inti masalahnya
itu yang lgi dilakukan pak anis
kurikulum itu harus dinamis ngikutin perkembangan jaman
tpi soal realisasi nya ….
entahlah…..
Di sekolah gw, guru-gurunya 95% masih pada ngandelin hapalan dan rumus.. gw jadi ga nyaman belajarnya.
jangan biarkan para guru dan sekolah menghambat proses belajar kamu 🙂
njirr nasib kita sama vrooh
Gue punya cerita ni kak…
Di sekolah gue saat (sebut saja) si X belajar, banyak temen gue yang bilangin “Halah, sok belajar lu.Gak usah jadi terlalu kutu buku gih, sini main aja sama kita”
Apakah itu termasuk cara pandang pelajar soal “belajar” ?
Lalu ngerubah temen-temen gue itu gimana ?
Halo erald, menurut gua sih lo gak perlu mengubah temen2 lo itu, tapi lo juga sebaiknya mulai berpikir utk lebih cenderung bergaul sama orang-orang yang memberikan influence positif sama perkembangan diri lo. Karena kalo lo sering dapet ledekan ketika justru harusnya lo dapet apresiasi, itu akan berpengaruh kurang bagus sama lo ke depannya. So, gua sih emang gak mungkin bisa maksa lo buat ninggalin temen-temen lo, but at least lo sadar bahwa perilaku seperti itu sering banget malah menghambat proses perkembangan belajar dalam diri lo.
Thanks kak atas sarannya
Sejak kenal sma, temen-temen gue udah semacam gue filter kok kak…
Tapi, serasa minder kalo dibilangi gitu sama temen
mmm….artikel yang lumayan kak :v , zenius user rata2 jones :’v , #iknowthatfeel:’v
jones apaan yah? kayaknya gue kurang gaul :/
Jomblo Ngenes…. wkwkwk
Ya ampuun. Kasian banget jadi jomblo jaman sekarang. Di-bully mulu xD
malah ada yg udh jotum, jomblo ultimatum haha
ijin share ya gan
silakeun.. 🙂
Sedikit cerita nih…
Gwa punya temen, dan kalo dia ikut survey ini, dapat dipastikan semua jawabannya bertolak belakang dengan cara pandang Zenius. Belajar 1 jam di rumah? Ga pernah. Belajar mandiri? Apalagi. Trus kegiatannya ngapain aja? Gambar. Dia sangat suka menggambar. Sekarang lagi bikin komik yang rencananya bakal dia jual secara world-wide. “Trus ngapain lu sekolah?”, tanya gwa. “Gwa terperangkap sama sistem. Sejak SD-SMP, gwa udah dijeblosin ke sekolah akademis sama ortu, tanpa peduli apakah gwa akan bertahan di situ. Waktu SMA, gwa telat kritis, baru sadar setelah kelas 11 ini. Jujur, gwa agak ga peduli sama nilai. Target gwa cuma KKM. Lebih worth ngejar passion, sesuatu yang kita senangi, daripada kita harus belajar mati-matian buat sesuatu yang kita ga enjoy.”
Pandangan Zenius gimana? Apakah kita semua harus “learning” semua materi di sekolah? Menurut gwa, temen gwa tetap “learning” setiap hari kok, walaupun bukan materi sekolah. Dia sering browsing artikel, video VSauce, dan beribu-ribu tutorial menggambar, sehingga otaknya kagak kosong…
zenius itu khusus membahas org2 yg salah memandang suatu ilmu displin dalam sekolah kalau diluar itu udh diluar pembahasan sih
Kaya gini, pak anies harus baca nih.. bahwa ada zenius lo diindonesia yg siap membantu paradigma pelajar
Hayoo bantu dong mention ke pak Anies 😉
ini baru namanya motivator belajar 😀
ijin share ..gue member baru di zenius gan .. 🙂
silakeun 🙂
Hahaha.. pacaran sama zenius ♥♥♥♥
Dan paling ngemalesin nya belajar kelompok di sekolah itu, yang ngerjain cuma yang mau doang kak. Kadang juga gak gitu sih. Tapi hampir semua kek gitu. Tinggal terima bersih -_- nilainya sama-sama yang nyari sendiri
bener banget tu
Pukpukpuk. I know that feeling. Udah yang penting, lewat tugas yg lo kerjain, itu jadi kesempatan buat lo bisa makin “akrab” sama materinya.
that’s right
Im learning because of LOVE . wakwaaaww
Ya ampun kak ada kutipan tulisan saya hahahah wah ketahuan jomblo nya jadi gaenak , btw kak bener banget pendidikan indonesia emang darurat gausah jauh jauh dah tiap UTS/UAS saya selalu nemuin beberapa anak asyik bergelut dengan gadget mereka di tengah test and ya saat pembagian raport mereka masuk 10 besar suka kesel but its none of my bussiness 🙂
hehehe. gue ngakak baca quote lo! Thanks ya tulisannya..
Bener banget dah tuh. Yang paling penting motivasi belajarnya. Gua juga termasuk sih yang motivasi belajarnya masih bergantung sama faktor luar. Itu juga karena beberapa alasan. Terus juga gua mau nanya nih, misalkan kita belajar dari seseorang/sesuatu ngedapetin rumus x, tapi pas guru nerangin, ternyata rumusnya malah y, nah itu gimana ya? Kita pake rumus dari yang kita dapet atau yang kita pelajari dari guru? Thank’s
Mantap min artikelnya, hampir 99 % isi artikel adalah benar :v,
Belajar untuk nilai :v, kalo masa belajar di sekolah udah abis lalu belajar untuk apa lagi ?
Sebanyak +- 13 mata pelajaran di sekolah “Harus” dikuasai :v, Kalo ane sih kagak sanggup om :v.
:v :v :v
//Belajar untuk nilai :v, kalo masa belajar di sekolah udah abis lalu belajar untuk apa lagi ?//
Menurut gue sih justru orang yang berorientasi sama nilai itulah justru bermasalah dalam belajar, coba deh baca artikel ini>> https://www.zenius.net/blog/definisi-arti-belajar
hello semuanya…
ada yg tau gk gmana cranya orang yg bekerja ingin sambil kuliah tpi gk ada waktu…
kuliahnya di unpad!
info dong cara beli vouchernya gimana dan apa harus punya kartu?
Kamu bisa pesan secara online di sini >> https://www.zenius.net/voucher-purchase
seperti yang lain, berkat zenius gua jadi tau konsep belajar yang bener. terkadang kesel juga kalo liat temen temen gua belajar cuma dengan melototin buku, ngafalin, dll tanpa tau konsep, sampai sampai kalo mau ulangan kaya orang ga sadar, terlalu ambisius, waktu nilai dibagi langsung ngeluh karna ga sesuai harapan.
gua ngerasain banget perbedaan antara learn & study . kalo learn itu mau nilai bagus atau engga, asalkan kita paham, kita bisa, bakal ada ‘kepuasan’ tersendiri dan ga gampang ngeluh tentang nilai.
so, thanks a lot buat zenius yang udah ngubah mindset gua tentang belajar, bener bener membantu
andai semua sekolah maupake sistem belajarnya zenius mungkin indonesia bisa naik peringkat di mata dunia, hehehe
iya banget!! ga nyesel udah langganan zenius tiga tahun =))
stuju kak
Guruku ada yang ditakuti anak kecil dan terkenal galak. Di kelasnya kerjaannya cuma ngomel. Logatnya judes dan nambah-nambahin aturan. Tapi artinya itu guru yang baik bukan ya? Dia itu guru matku!
untuk yang masih males belajar dan mentingin hal lain di banding belajar coba deh pakai zenius , mulai dari zenius learning dulu buat ngubah pola pikir , setelah itu coba tanyain ke diri sendiri. sebenarnya gua ini mau jadi apa sih ? how bad you want to be ? selama 3 tahun gw mau lanjut kemana ? . itu harus jelas jawabannya setalah itu tinggal di bakar semangat belajar selama persiapan UN dan sbmptn ini penting banget untuk jadi bahan bakar agar siap dan cepat dalam memahami materi.
Keren nih tulisannya 😀
Bener banget zen, banyak siswa yg cuma ngejar nilai bagus.
Tuh banyak temen-temenku yg nilainya lebih dewa daripada aku, tapi banyak dari mereka yg memutuskan untuk gak ngelanjutin ke perguruan tinggi. Ketika ditanya alasannya, mereka jawab “udah males mikir”. Emang sih mau lanjut kuliah atau gak itu hak-hak masing-masing, tapi alasan “males mikir” itu loh yg bikin aku heran :”)
I told u man , Education In indonesia Is really Suck :3 , This is why i hate school just chase
Score -_- By the Way Di sekolah gw belajar Tuh Kyk Sirkus Terlatih tapi gk terdidik , guru Cuman Ngasih soal terus yg tercepat mengerjakan Akan dapat nilai , Yg di ambil nya cuman 3 orang itu juga harus benar :3 lah kemana yg lain nya ?? Sue pendidikan indonesia
Ternyata ada yg sama kayak sekolahku.
Apalagi belum dijelasin konsep & materinya tiba-tiba disuruh ngerjain ratusan soal.
Kak, mau nanya nih. Kalo ane misalnya pengen belajar dari pagi, bagusnya mulai jam berapa ya? Ane coba mulai sejak jam 7 an, kesananya ngantuk mulu. Mnurut kaka gmna?
Kak, ada yang bilang kalau sekolah itu kita yang dicari ilmu nya, bukan nilai, bukan angka. Lah, tapi masuk PTN, ada ranking pun juga yang dipakai apa, kalau bukan nilai/angka?
gue share tulisan ini ke semua sosmed gue !
udah lama gak pantengin blog zen, jd gue baru baca hasil survei ini skrg di thn 2017 wkwk.
tp gue inget bgt waktu itu gue ikut ngisi survei monkey nya.
sebagai seorang pelajar (skrg udh mahasiswa) gue yg akhir-akhir ini males belajar beneran “ketampar” bgt baca hasil survey ini. thanks.
dan thanks juga buat segenap tutor dan tim zenius, gue ‘nikmat’in zenius sejak SMA (ya walau skrg lagi rada males belajar yg “learning” lagi) . kalian bantu gue bgt buat gak stress lagi kalo nilai gue jelek2 (akibat mental ujian), yg penting di pelajaran yg gue suka gue beneran nikmatin yg namanya mempelajari sesuatu, everything else just false down !
oh ya gue selalu berharap kalo zenius ada program buat mahasiswanya juga mhehe, walau emg prodi itu banyak dan luas bgt ya minimal kalian bisa guide para maba buat dpt-in insight sbg mahasiswa, pentingnya statistika, buku teks, referensi ilmiah dll. karna jujur aja gue miris juga setelah kuliah banyak juga diantara temen gue (dan gue kadang2) menjadi calon sarjana slide hmmm. serem tapi nyata. ketika orientasi mahasiswa hanya IPK dan Lulus Cepet, hebat.
Haloo Kak Fanny… Menarik sekali tulisan dan temuan-temuannya. Untuk data data yang sifatnya urutan di atas, berapa ya persentasenya per jawaban?
Terima kasih
hao mbak, saya mohon izin pake datanya untuk skripsi. saya mau nanya dong mbak yang tentang apa yg dilakukan pelajar di luar sekolah. mbak menuliskan 71% digunakan unutk internetan, yang kedua adalah unutk nongkrong. nah tapi mbak juga menuliskan 67% lagi untuk kegiatan hobi. saya mau tanya mbak, itu mskd 67% apa ya? kalau sebelumnya sudah 71%, kenapa kegiatan terakhir justru 67%. terimakasih sebelumnya 🙂