Bagaimana hutan bisa terbakar? Artikel ini menjelaskan penyebab kebakaran hutan, upaya penanggulangan yang efektif dan juga upaya pencegahan.
Dua bulan sudah, kabut asap tebal menyelimuti kota-kota di Sumatra dan Kalimantan. Itu berarti 40 juta warga Indonesia terkena paparan asap akibat kebakaran hutan sejak Agustus 2015 silam. Dengan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) berada pada tingkat berbahaya, jarak pandang bisa menurun hingga 10—30 meter. Akibatnya, sekolah banyak diliburkan. Beberapa aktivitas warga ikut terganggu. Kerugian ekonomi akibat kabut asap disinyalir mencapai lebih dari Rp 20 triliun. Ditambah lagi, puluhan ribu warga terserang ISPA (infeksi saluran pernapasan akut). Kabut asap ini juga telah memperburuk kondisi kesehatan beberapa warga hingga merenggut nyawa mereka. Ingin rasanya mengungsi, tetapi bandara di kota-kota tertentu, seperti Pekanbaru, beberapa kali lumpuh total. Belum lagi beberapa negara tetangga kita ikut terkena dampak dari bencana kabut asap ini, seperti Singapura dan Malaysia.
Tidak sedikit warga yang mengutuk para pelaku kebakaran hutan yang dipandang menjadi dalang bencana kabut asap. Ada pula yang mengecam pemerintah karena dipandang lamban mengatasi situasi yang sudah mencapai level darurat ini. Di tengah keputusasaan menghadapi kabut asap, berbagai kampanye bermunculan untuk meningkatkan kesadaran, menggalang bantuan, hingga mendorong aksi mengatasi kabut asap, seperti video berikut:
Tapi, sebagian besar dari kita mungkin gemas, kenapa kok kabut asap nggak habis-habis? Bukankah beberapa hari yang lalu sudah sempat turun hujan? Apa benar pemerintah kali ini lelet dalam mengatasi masalah kabut asap? Atau memang kabut asap tahun 2015 kali ini adalah yang terparah sepanjang sejarah perkabutasapan di Indonesia? Lalu, kenapa pula masalah kabut asap kerap sekali muncul di Sumatra dan Kalimantan? Nggak jarang gue melihat cerita yang berseliweran di sosial media dari para warga Sumatra/ Kalimantan. Ketika kecil, mereka pernah merasakan libur sekolah karena kabut asap. Hingga kini, mereka udah kerja dan punya anak, eh giliran anak mereka sekarang yang libur sekolah karena kabut asap. Kabut asap telah menjadi lagu lama dan masalah yang tak pernah tuntas bagi beberapa kota di Sumatera dan Kalimantan.
Nah, tulisan ZeniusBlog kali ini hadir untuk menjawab semua pertanyaan tersebut sekaligus bentuk keprihatinan kami terhadap situasi kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Gue tertarik ngebahas masalah ini karena ini masalah sangat erat kaitannya dengan Ekologi, ilmu yang gue pelajarin pas gue kuliah. Untuk bisa menjawab semua pertanyaan tersebut, pertama-tama tentunya gue perlu menjelaskan perihal kebakaran hutan itu sendiri, konteksnya untuk wilayah Sumatra dan Kalimantan, hingga alternatif-alternatif penanganan kebakaran hutan. Gue berharap dengan adanya pemahaman yang lebih baik tentang kebakaran hutan, kita semua bisa jadi lebih bijak dalam memandang hingga mendukung aksi penanganan kabut asap yang sedang berlangsung. Oke deh, langsung aja kita bahas.
Pengenalan masalah kebakaran hutan
Oke, yang pertama bakalan gue bahas adalah apa sih sebenernya kebakaran hutan itu? Gue rasa bahasan ini penting untuk mencegah pemahaman yang salah tentang masalah kebakaran hutan. Sebenernya kebakaran hutan itu adalah proses yang secara alami terjadi di alam. Nah, bingung nggak lo? Jadi, kebakaran itu emang bagian dari siklus alami dari ekosistem hutan. Kebakaran hutan normal terjadi pada saat musim kering. Kebakaran ini memiliki fungsi sangat penting bagi ekosistem hutan, yaitu untuk menjaga keanekaragaman jenis (spesies) tumbuhan dan hewan yang ada di hutan. Mungkin lo bakal mikir, “lah kebakaran kan justru ngancurin keanekaragaman dong, kok malah menjaga sih?” Kebakaran hutan alami bakal mencegah adanya spesies yang mendominasi di hutan. Kalo ada spesies yang mendominasi, tentu bakal mendesak kehidupan spesies lain dong sehingga risikonya keanekaragaman bakal rendah. Padahal, hutan yang bagus adalah hutan yang memiliki keanekaragaman hewan dan tumbuhan yang tinggi.
Indonesia sebagai negara beriklim tropis memiliki 2 tipe musim sepanjang tahun, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Kebakaran hutan di Indonesia umumnya terjadi secara alami di musim kemarau. Yah, lo bayangin aja, di hutan pasti banyak ranting pohon dan daun-daun kering yang ada di tanahnya. Saat musim kemarau, daun-daun dan ranting pohon menjadi kering. Jika terkena panas terus-menerus, ranting pohon itu bakalan terbakar. Itulah penyebab alami dari kebakaran hutan.
Tapi perlu diingat, kebakaran yang murni karena siklus alam, biasanya tidak menyebar terlalu luas. Kenapa? Karena tumbuhan hidup mengandung air yang banyak sehingga sangat sulit untuk terbakar. Maka dari itu, kebakaran alami biasanya hanya menghasilkan kebakaran yang relatif ringan.
Namun, jika kebakaran yang terjadi sangat besar dan luas, ini akan berdampak buruk bagi ekosistem hutan. Meskipun kebakaran hutan dapat terjadi secara alami, di Indonesia, kebakaran hutan sering disebabkan atau diperparah oleh ulah manusia, baik langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, manusia bisa bikin hutan kebakaran dengan tindakan-tindakan, seperti pembukaan lahan dengan cara dibakar, pemakaian api yang tidak benar saat berada di dalam hutan, dll. Secara tidak langsung, manusia juga dapat mempermudah terjadinya kebakaran hutan dengan mengubah fungsi lahan yang ada, seperti pengeringan rawa-rawa gambut.
El Nino dan La Nina
Seperti yang udah gue mention di atas, faktor iklim jadi salah satu faktor utama penyebab terjadinya kebakaran hutan, yaitu kemungkinan terjadinya kebakaran membesar saat musim kering. Dengan banyaknya pemberitaan tentang kabut asap, mungkin beberapa dari lo udah nggak asing lagi nih dengan istilah El Nino dan La Nina. Bukan-bukan. Ini bukan judul lagu dari penyanyi Latin papan atas tangga lagu Amrik.
El Nino dan La Nina ini merupakan siklus anomali (penyimpangan) iklim yang terjadi di Samudra Pasifik. Keduanya itu merupakan pasangan yang saling berlawanan. Sederhananya, El Nino menyebabkan kekeringan di daerah Indonesia dan Australia sedangkan curah hujan tinggi di benua Amerika. Sebaliknya, La Nina menyebabkan kekeringan di benua Amerika sedangkan curah hujan yang sangat tinggi di Indonesia dan Australia. Siklus ini berlangsung dalam waktu sekitar 5 tahun atau 7 tahun sekali. Waktu efek El Nino atau pun La Nina dapat berlangsung sekitar 9 bulan sampai dengan 12 bulan. Namanya juga anomali, kadang agak sulit diprediksi. Untuk lihat proses terjadinya El Nino dan La Nina, lo bisa liat video ini:
Nah, mungkin sebagian besar dari lo udah tau nih sekarang lagi siklus apa? Ya, akhir-akhir ini daerah Pasifik sedang mengalami El Nino yang berakibat pada kekeringan di Indonesia. Lo mungkin udah ngerasain tuh, sekarang rasanya Indonesia lagi jarang banget ujan dan langit tampaknya lagi terik mulu. FYI, ini juga kasih dampak tambahan pada para warga yang lagi diselubungi kabut asap. Udah nafas sesak karena kabut, di sana juga sering mati lampu karena pemadaman listrik bergilir. Soalnya, PLTA di sana kering karena hujan jarang turun 🙁 Di Jakarta sendiri, udah ada tuh beberapa warga yang numpang mandi dan nyuci di rumah tetangganya karena rumahnya kekeringan air.
Sebelum El Nino 2015 kini, pusat prakiraan iklim Amerika (Climate Prediction Center) mencatat bahwa sejak tahun 1950, telah terjadi setidaknya 22 kali fenomena El-Nino. Enam kejadian di antaranya berlangsung dengan intensitas kuat yaitu 1957/1958, 1965/1966, 1972/1973, 1982/1983, 1987/1988 dan 1997/1998. Tahun 1997 sering diingat sebagai terjangan El Nino yang terkuat sepanjang sejarah Indonesia. Mungkin lo bisa tanya ke kakak atau orang tua kalian, pada tahun 1997 terjadi bencana kekeringan yang luas di Indonesia. Indonesia mengalami kebakaran hutan paling parah di seluruh dunia dan banyak mencuri perhatian dunia internasional. Berdasarkan analisis terbaru dari National Oceanic and Atmospheric Administration dan NASA, El Nino 2015 akan terus menguat menyamai El Nino 1997.
Mari kita liat gambar potensi awan hujan yang diambil pada tanggal 10 Oktober 2015 oleh LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional):
Gambar awan hitam merepresentasikan awan potensi hujan. Bisa lo liat pada gambar di atas, awan hujan sangat jarang muncul di Indonesia. Padahal, biasanya kita diajarin di sekolah, kalo nama bulannya berakhiran –ber, seperti September – Desember, itu identik dengan ember, artinya Indonesia udah masuk musim hujan. Hehehe. Tapi dengan datangnya anomali El Nino, hingga Oktober kini, hujan masih juarang banget turun.
Nah, kondisi kering yang berkepanjangan ini yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan di seluruh wilayah Indonesia. Iya, seluruh wilayah Indonesia, bukan cuman di Sumatera dan Kalimantan aja. Lo bisa perhatikan gambar di persebaran titik api (hot spot) yang ada di Indonesia pada tanggal 14 Oktober 2015:
Warna kuning merupakan tempat yang kebakarannya paling parah. Warna abu-abu yang kebakarannya “paling mendingan” (bukan berarti kecil loh). Dari gambar di atas, lo bisa liat bahwa titik api (hotspot) terdapat di hampir seluruh Indonesia, Tapi memang, yang paling parah ada di Sumatera dan Kalimantan. Makanya, media di Indonesia pada fokus beritain kebakaran dan asap yang ada di Sumatera dan Kalimantan aja. Nah dari sini, timbul pertanyaan, kenapa kok kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang paling parah? Itu faktor dari lahan gambut yang sangat banyak terdapat di Kalimantan dan Sumatera.
Kenapa kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan paling parah?
Di bagian atas udah sedikit gue singgung bahwa Sumatra dan Kalimantan mengalami kebakaran hutan paling parah karena memiliki banyak lahan dengan jenis tanah gambut. Emangnya apa sih hubungannya lahan gambut dengan kebakaran hutan? Nah, lo mesti tau apa itu tanah gambut.
Apa itu lahan gambut?
Tanah gambut sebenernya bukan “beneran” tanah coi. Tanah gambut merupakan lapisan organik (seperti kayu) hasil dekomposisi (penguraian) yang tidak sempurna dari tumbuhan. Apa tuh maksudnya? Jadi gini, alaminya kan ketika makhluk hidup mati, sisa-sisa tubuhnya akan terurai (terdekomposisi) menjadi unsur hara dan CO2. Proses dekomposisi ini membutuhkan oksigen (keadaan aerob). Pada proses pembentukan tanah gambut, sisa-sisa tumbuhan yang telah mati (terutama kayunya) terendam oleh air, biasanya dari air hujan yang terkumpul di cekungan di dataran datar. Kalo kasusnya sisa tumbuhan mati itu kerendem air, berarti proses dekomposisinya akan menggunakan molekul-molekul oksigen yang ada di dalam air. Tapi, kadar oksigen di dalam genangan air itu terbatas karena airnya itu-itu aja, nggak ada aliran. Sampai suatu saat, oksigen di air tersebut habis (kondisi anaerob). Proses dekomposisi sisa-sisa tumbuhan jadi lambat. Akumulasi dekomposisi yang sangat lambat inilah yang akan membentuk lapisan gambut. Singkatnya, lapisan gambut adalah seperti tumpukan kayu hasil dari lambatnya proses dekomposisi karena sisa-sisa tumbuhan terendam oleh air.
Ekosistem yang membentuk lapisan gambut biasa disebut juga dengan ekosistem rawa gambut (rawa karena banyak air). Banyak terjadi di daerah dengan tanah datar, karena ada cekungan dikit, air pada langsung ngumpul. Lapisan gambut yang terbentuk di sana bisa sampai sedalam 10–20 m. Gambaran proses pembentukan lahan gambut bisa lo liat di gambar ini:
Kenapa Sumatera dan Kalimantan punya banyak lahan gambut?
Oke, setelah tau gimana lahan gambut terbentuk, pertanyaan selanjutnya adalah: “Terus kenapa Sumatra dan Kalimantan punya banyak lahan gambut?” Kemungkinan besar lo udah bisa jawab, tapi coba liat yuk gambar persebaran tipe hujan dan peta kontur Indonesia di bawah ini:
Nah bisa lo liat tuh, pada gambar di atas (peta persebaran hujan), curah hujan di Sumatera dan Kalimantan lebih tinggi daripada Jawa dan Sulawesi. Terus, pada gambar bawah (peta kontur), sebagian besar kontur Pulau Sumatera dan Kalimantan adalah daerah yang datar. Nah, kombinasi dari curah hujan tinggi dan lahan yang relatif datar akan menghasilkan banyak lahan yang terendam oleh air. Lahan yang terendam oleh air ini yang berpotensi membentuk ekosistem rawa gambut.
Lah kan rawa banyak airnya, kenapa kok lahan gambut jadi bikin kebakaran?
Nah, di situ permasalahannya. Secara alami, lahan gambut sangat sulit terbakar karena lahan gambut terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang terendam oleh air (makanya disebut rawa gambut, karna kerendem air) seperti yang bisa lo lihat sebelumnya di gambar penampakan alami hutan gambut.
TAPIII… Lahan gambut bisa mudah kebakar saat lahan gambut dikeringkan! Lah? Buat apaan lahan gambut dikeringkan? Itu dia, ternyata banyak manusia yang menganggap lahan gambut merupakan lahan yang nggak produktif. Untuk bikin lahan gambut produktif (dijadikan lahan pertanian dan lahan perkebunan), lahan gambut perlu dikeringkan terlebih dahulu.
Gimana cara ngeringinnya? Lo jangan bayangin ngeringinnya pake pompa, ya.. Ngeringinnya itu dengan cara dibuat kanal-kanal sehingga air rawa gambut yang awalnya stagnan di situ dibuat jadi ngalir ke sungai. Alhasil, ekosistem rawa gambut berubah menjadi tanah dengan lapisan gambut (nama rawa mengacu pada lingkungan yang terendam air).
Lahan gambut yang kering menimbulkan berbagai risiko masalah serius. Saat terjadi kekeringan panjang, seperti El Nino sekarang, lo bisa bayangkan lahan gambut menjadi tumpukan kayu kering yang siap terbakar. Dan gue yakin, lo pasti tau apa yang terjadi kalo kayu kering ditumpuk dan kena panas, tanpa ada yang membakar pun, lahan gambut itu bisa terbakar. Kondisi di Indonesia saat ini, dari tahun-ketahun (semenjak tahun 1960-an), banyak ekosistem gambut yang dikeringkan untuk dijadikan lahan-lahan yang “lebih produktif”. Konsekuensinya, jumlah lahan di Indonesia yang memiliki lapisan gambut kering sangat besar saat ini. Jadi wajar saat El Nino berlangsung, terjadi kebakaran hutan yang dahsyat. Apalagi, kalo ditambah dengan adanya pihak yang sengaja membakar hutan gambut yang lagi kering-keringnya. Makin super dahsyat deh kebakarannya.
Di sisi lain, risiko masalah juga timbul saat musim hujan. Sesuai namanya, rawa gambut memiliki fungsi utama untuk menampung air. Dengan dikeringkannya rawa gambut, tidak ada lagi yang menahan air hujan. Dampak langsung dari pengeringan rawa gambut adalah munculnya masalah banjir di tempat lain jika terjadi musim hujan.
Efek terbakarnya lahan gambut
Seperti yang sudah dibahas di atas, lahan gambut yang kering dapat diumpamakan sebagai tumpukan kayu kering yang siap terbakar. Lapisan gambut tersebut bahkan bisa mencapai 10 m. Nah, lo bayangin deh tuh, kalo itu udah kebakar jadinya gimana? Ini terkait banget dengan fungsi ekosistem rawa gambut yang lain. Karena lahan gambut merupakan sisa-sisa tumbuhan yang “gagal” terdekomposisi, berarti ekosistem rawa gambut juga berperan sebagai penyimpan karbon yang sangat tinggi. Lo pasti masih inget reaksi pembakaran hidrokarbon kayak gimana?
CxHy (carbon organik) + O2 –> CO2 + H2O
Nggak usah bingung, reaksi di atas itu cuma kebalikan dari proses fotosintesis aja. Proses fotosintesis: CO2 + H2O –> C6H12O6 + O2.Nah, C6H12O6 hasil fotosintesis itu kan jadi makanan buat tumbuhan, buat tumbuh dan membentuk kayu-kayu besar. Jadi, reaksi pembakaran kayu, ya tinggal lo balik aja itu reaksi fotosintesis.
Oke lanjut. Karena sisa-sisa tumbuhan itu isinya nggak se-simple C dan H aja dan pembakarannya nggak sempurna, jadi kemungkinan hasil pembakaran gambut tidak hanya menghasilkan CO2 dan H2O aja, tetapi juga menghasilkan senyawa lain, yaitu karbon monoksida (CO), Metana (CH4), dan Nitrogen oksida (N2O) yang berbahaya jika terhirup oleh saluran pernafasan kita.
Oke untuk saat ini, kita fokus membahas CO2 aja dulu karena CO2 merupakan gas yang paling dominan dari hasil pembakaran. CO2 adalah salah satu gas rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global. Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1997, terjadi El Nino yang mengakibatkan kebakaran hutan (terutama lahan gambut) di Indonesia. Diperkiraan kebakaran lahan gambut pada saat itu menghasilkan CO2 sebesar 0.81–2.5 Giga Ton. Nilai tersebut mendekati 13–40% total emisi CO2 per tahun di dunia. Sebagai perbandingan, total emisi CO2 Indonesia sepanjang tahun 2013 aja “cuma” sebesar 0.5 Giga Ton cuy. Karena keadaan iklim saat ini mirip dengan tahun 1997 dan saat ini lahan gambut kering semakin banyak, diduga kebakaran tahun ini akan lebih parah dari 1997.
Untuk bisa menjawab apakah benar kebakaran tahun 2015 ini adalah yang paling parah, kita bisa bandingin dengan luasan kebakaran hutan tahun 97–98 yang sejauh ini dipandang sebagai peristiwa kebakaran paling parah sepanjang sejarah. Kajian yang dilakoni Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan jumlah lahan yang terdampak akibat kebakaran tahun 97 mencapai 9,75 juta hektare. Gimana dengan luas kebakaran tahun 2015? Lo bisa liat data luasan area kebakaran hutan semenjak tahun 2010 dari Kementrian Lingkungan Hidup di sini: http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran. Oiya, harap lo inget, tahun 2015 masih berjalan ya. Jadi luasan kebakaran di situ belom final. Ketika hitungan luasannya udah final, baru deh ntar kita bisa bandingin.
Upaya penanggulangan kebakaran hutan
Untuk penanggulangan kebakaran lahan gambut, gue langsung bilang aja dari awal kalo itu super susah. Kenapa kok susah? Kebakaran lahan gambut ini nggak kayak kebakaran yang umum terjadi di lahan lainnya. Karena kedalaman lapisan gambut bisa mencapai 10–20m, api dapat tersimpan sampe 5 meter di bawah permukaan tanah! So, meskipun di permukaan tanah terlihat sudah tidak ada api, api bisa tetap menjalar di bawah tanah dan nanti akan muncul lagi ke permukaan. Ini nih yang buat kabut asap nggak habis-habis.
Dari berbagai upaya penanggulangan, gue akan coba bahas beberapa alternatif berikut.
Daftar Isi
1. Penyemprotan dengan air
Ini cara yang paling umum diketahui, tapi sebetulnya kurang efektif karena hanya dapat mematikan api yang berada di permukaan saja.
2. Water bombing
Prinsipnya mirip seperti semprotan air tapi areanya lebih luas. Metode ini menurut gue pribadi juga kurang efektif karena hanya dapat mematikan api yang berada di permukaan saja. Bahkan terkadang, water bombing malah memperparah kabut asap karena bara api bawah tanah yang belum padam membuat air siraman tadi menguap dan membuat asap baru. Tapi, uap air tidak akan bertahan lama di atmosfer sih. Perlu perhitungan pemodelan udara yang teliti agar tindakan water bombing bisa efektif.
3. Hujan buatan
Hujan buatan hanya bisa dilakukan kalo emang udah ada awan potensi hujan di sekitar wilayah kebakaran hutan. Dengan kata lain, hujan buatan sebenarnya hanya mempercepat terjadinya hujan. Kalo awannya aja nggak ada, ya nggak bisa dibuat hujan buatan.
4. Sekat bakar
Upaya yang paling ideal untuk mengatasi kebakaran lahan gambut adalah secepat mungkin membuat sekat bakar saat pertama kali kebakaran terdeteksi. Upaya tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran kebakaran ke area gambut lain di sekitarnya. Setelah area kebakaran disekat, diharapkan kebakaran akan berakhir ketika tanah gambut yang kering di area tersebut sudah habis terbakar atau menunggu datangnya hujan yang akan memadamkan kebakaran.
5. Kanal air
Solusi lain yang cukup efektif adalah membuat kanal baru untuk mengalirkan air dalam jumlah besar ke area gambut yang sedang terbakar. Ini solusi yang paling cepat untuk menanggulangi kebakaran gambut, tapi susah dilakukan. Syaratnya: 1. Ada sungai dengan debit aliran air yang masih gede dan 2. Titik api masih bisa dijangkau. Selain itu, hal ini cukup berbahaya dikerjakan di tengah keadaan asap tebal seperti sekarang. Bisa mati yang kerja.
Dari fakta di atas, lo bisa bayangin deh tuh betapa susahnya matiin kebakaran gambut, apalagi yang udah kelewat luas kayak sekarang. Mau disekat juga area yang kebakar udah terlalu luas. Membangun sekat dan kanal air juga udah susah. Terus gimana dong? Yah, dengan berat hati, harapan terakhir kita adalah menunggu hujan musim hujan turun. Untuk benar-benar memadamkan kebakaran lahan gambut yang sudah meluas, tidak cukup dengan hujan satu hari saja. Butuh hujan gede berhari-hari yang biasa turun di musim penghujan.
Upaya pencegahan kebakaran hutan di masa depan
Saking susahnya penanganan kebakaran hutan (terutama buat lahan gambut), memang menjadi tantangan tersendiri bagi kita semua untuk berpikir gimana caranya untuk mencegah kebakaran hutan di masa depan. Kalo udah kebakar parah kaya sekarang, repot banget matiinnya. Nah, gimana coba cara kita mencegah supaya meminimalisasi kebakaran-kebakaran kaya gini lagi? Mungkin lo udah pada tau lah ya jawabannya. Langkah paling pertama adalah ya stop pengeringan rawa-rawa gambut. Ini yang paling utama banget. Dengan masih adanya air di ekositem gambut, kalo ada orang yang sengaja mau bakar hutannya, ya hutannya bakal sulit terbakar. Selain itu, kalo lahan gambut yang dikeringkan terus bertambah, potensi kebakaran makin bertambah karena di musim kemarau lahan tersebut bisa terbakar sendiri, bahkan tanpa ada orang yang sengaja mau ngebakar hutan.
Terus, buat lahan gambut yang udah terlanjur dikeringin gimana? Kita bisa basahin lagi lahan tersebut dengan membendung kembali kanal-kanal pengering. Ini akan membuat air kembali mengalir ke lahan gambut. Lahan gambut kembali menjadi rawa gambut yang memiliki banyak air sehingga area tersebut jadi sulit terbakar.
****
Okay, dari pemaparan panjang lebar gue di atas, gue harapkan sekarang lo bisa paham bahwa kebakaran hutan saat ini merupakan wujud akumulasi kesalahan manusia yang mengeringkan lahan gambut selama bertahun-tahun. Efeknya baru terasa banget saat musim kering panjang (El Nino) menerjang. Begitu gambut udah kebakar, sangat sulit untuk mengendalikannya. Makanya, kita harus fokus mencegah supaya lahan gambut tidak banyak yang kering, supaya nggak gampang kebakar. Kalau lahan gambut masih banyak yang kering seperti saat ini (atau malah makin banyak yang dikeringkan), menurut hemat gue, saat El Nino berikutnya bakalan terjadi kebakaran yang bahkan lebih mengerikan daripada yang kita alami sekarang.
Nah, gua harap, apa yang gua ulas di sini membuka persepsi lo tentang betapa pentingnya pengetahuan tentang ekologi dan lingkungan, yang pengaruhnya bisa jadi mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Di sisi lain, dalam upaya menanggapi peristiwa seperti ini, jangan sampai kita hanya larut dalam kekesalan dan saling tuduh dan menyalahkan, tapi sebetulnya tidak tahu konteks masalah yang sebenarnya. Akhirnya, kata gue secara pribadi maupun Zenius Education secara umum, berharap agar bencana kabut asap ini dapat segera berlalu, dan berikutnya kita bisa sama-sama menemukan langkah pencegahan yang terbaik untuk masa mendatang!
Referensi
http://oceanservice.noaa.gov/facts/ninonina.html
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/subiksagambut.pdf
http://earthobservatory.nasa.gov/IOTD/view.php?id=86681&src=fb
http://www.theguardian.com/environment/2015/oct/07/indonesian-forest-fires-on-track-to-emit-more-co2-than-uk
http://www.wri.org/sites/default/files/pdf/indoforest_chap4_id.pdf
http://www.cifor.org/ipn-toolbox/wp-content/uploads/pdf/C7.pdf
sumber gambar kebakaran hutan: http://www.rmolsumsel.com/read/2014/03/02/2787/Kebakaran-Hutan-Riau-Disengaja-
sumber gamabr masker: http://www.freevectors.net/details/Man+In+Facial+Mask
==========CATATAN EDITOR===========
Kalo ada di antara kamu yang mau ngobrol atau diskusi sama Ijul tentang fenomena kebakaran hutan, kabut asap, ataupun isu lingkungan secara umum… langsung aja tinggalin comment di bawah artikel ini.
pertamax gan!
another cool article again from zenius 😀
terus kak, sebagai penduduk yg tidak tinggal di sana, hal apa yang bisa kita bantu selain doa? :))
Ngungsi gan.. hehe
Sulit untuk membantu memadamkan kebakaran kalau nga punya skill dan fisik yang bener
*tidak tinggal di sana kak -_-
nyumbang kalo gitu hehe, nyumbang tenaga hampir ga memungkinkan
Info yang berguna banget bang! Kebetulan gw tinggal di Kalimantan Tengah, dimana asapnya masih melanda sampai sekarang. Hujan juga cuma 1 2 hari doang turunnya.
Dari apa yang gw baca, artinya pelaku kebakaran itu sendiri yang menjadi penyebab. Seharusnya, pemerintah daerah yang lebih tanggap terhadap masalah dan pencegahannya sendiri ya bang? Bukan lagi yang harusnya disalahkan malah pemerintah pusat.
gue sih lebih fokus ke rencana pencegahan bencana kedepan ajalah. supaya ga kebakaran lagi mesti kerjasama dari buanyak pihak, karna lahan gambut ini luas banget. perlu kerjasama yang solid antara pemerintah pusat selaku pemegang kebijakan, universitas sebagai yang punya ilmu (para ahli juga bisa lah), pemerintah daerah yang jalanin dan NGO (LSM) yang bakal ngawasin di lapangan.
kebakaran kaya gini masalah rumit bgt yang emang nyelesain nya mesti keroyokan
Iyap bener bang, makasih banyak jawabannya.
sbenarnya gan untuk pencegahan harusnya dilakukan oleh masyarakat sekitar terjadinya lokasi kebakaran dikarenakan sumberdaya dari pemerintah daerah yang terbatas apalagi untuk penanggulangan bencana kebakaran hutan yang telah menyebar. bahkan untuk memdamkan apinya saja terkadang pemerintah daerah kewalahan mulai dari sarana hingga dana yang sangat terbatas bahkan bisa membuat APBD jebol, disini lah letak dan peran pemerintah pusat terkait penangulangan bencana kebakaran lahan. ( berdasarkan pengamatan gan, soalnya ane di daerah kebakaran di jambi) hampir sebagian besar kebakaran lahan dijambi disebabkan oleh beberapa oknum warga masyarakat itu sendiri.
Pencegahan seperti apa yang agan maksud? Toh kadang justru yang menyebabkan meluasnya kebakaran juga dari masyarakat kan, kayak pembakaran liar, atau seperti artikel diatas mengeringi lahan gambut sehingga bisa lebih mudah terbakar dan meluap.
Btw malah gak cuma pemerintah daerah aja gan, menurut gw justru banyak sukarelawan swasta atau pemadam swasta yang turut andil kayak BPK, yang kebanyakan mereka gak digajih karena belom ada penerimaan di pemerintah daerahnya. Kadang nyarinya justru dari minta sumbangan warga sini. Btw ini pengalaman temen gw yang abis lulus SMA jadi ikut BPK Swasta, dimana belum digaji tapi siang – malam turut madamin api.
Ane setuju banget kalau harusnya pemerintah pusat ikut andil selain turun langsung, tapi bisa aja memberikan pengarahan dan dana untuk pemerintah daerah mengatasinya, karena kadang yang tahu lebih banyak kan justru daerah itu sendiri.
Yah…mereka juga kecipratan untung masak iya teriak-teriak protes? Sama aja membuka aib sendiri 🙂
Artikelnya keren.. btw mau share aja, gue pernah dapet broadcast bbm yang isinya cara buat ngebantu pemadaman api di sana biarpun kita di tempat yang jauh sekali pun (walaupun gue gak tau ini bisa bener berpengaruh apa kagak) jadi kita disuruh naroh ember di depan rumah yang isinya air dicampur garem, nah nanti kan menguap tuh, terus kebawa angin, nantinya bakal turun jadi ujan di sana, mungkin kalo cuma satu-dua rumah yang ngelakuin itu sih gak berpengaruh, tapi (katanya) kalo seluruh warga indonesia ngelakuin itu tiap hari bakalan naikin intensitas ujan. Kira-kira gimana tuh..?
Nga ngaruh, kaya laut kurang luas aja hehehe
nah ya makanya itu..
kalo dilogikain ya kaga bisa mas, kan kita gak bisa nentuin jatohnya (hujannya) dimana
sebenernya permodelan ujan udah ada sih. Itu dipelajarin di meteorologi (temen gue ada ada yang anak meteorologi). Tp seperti yang gue udah kasi liat dari video yang ada diatas, sekarang lagi EL nino yang berarti angin nya ngebawa awan hujan yang terbentuk di sini ke arah benua amerika, itu yang bikin kita kering.
kak… gue tercengang seriusan. yah setengah dari yang lo jelasin udah gue dapatkan dari gue belajar serta dengar informasi dari pihak lain, tapi sebahagian lain dari lo. wah thanks banget kak, gue dapat ilmu baru lagi.
yah gue sebagai salah satu warga yang menjadi korban di sumatera benar benar prihatin dan berharap hujan seminggu penuh untuk matikan semua ini, tapi itu kehendak Allah lagi hehe.
ternyata pengeringan tanah gambut itu pernah gue liat langsung dgn mata gue, tapi gue gak tau itu lagi pengeringan. cuma liat mesin kaya genset gitu sama selang besar. kalau lagi bangun pasti ada tuh.
tapi gue agak menyesali, yg tahun 2015 ini benar benar dibiarin pembakaran secara sengaja itu kak. udah tau masih ada yg ngendap bara api bekas tahun sebelumnya eh tambah di bakar lagi lahan baru. yah taulah sekarang gimana keadaannya. seharusnya pemerintah bukan hanya memadamkan tapi mengedukasi juga tentang lahan gambut ini.
tapi gue mau tanya kak, apa sih gunanya tanah gambut sendiri? selain untuk menahan air ketika hujan? agar banyak yg bisa mengamalkannya jadi buat kedapan jgn ada yg bakar lagilah.
terus kakak udah liat/baca gak tentang air sabun bisa mematikan bara api di dalam lahan gambut? gue masih kepo itu beneran terbukti atau gak sih. kalau terbukti ampuh kenapa pemerintah gak pake gitu aja, walau agak susah sih skg karna jarak pandang hehe. makasih kak banyak banget bacot gue wkwk
wah sebenernya gambut (dan wetland lainnya) itu guna banget buat kestabilan ekologi. yang pertama gue soroti disini, kita gabisa bilang “guna atau nga” hanya dari perspektif manusia aja. gambut (dan wetland lain kaya mangrove, rawa dll) merupakan habitat dari buanyak spesies biologi. dari situ aja manusia udah bisa ngambil manfaatnya, berapa banyak tumbuhan yang idup di rawa gambut yang bisa bermanfaat buat manusia? jawabannya banyak..
selain itu ya emang tugas utama wetland ya ngontrol air, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. kalo wetland diilangin resiko kekeringan dan banjir bakal membesar, dan kualitas aer juga jadi memburuk..
itu gambaran singkat aja, kalo masi penasaran silahkan baca di sini: http://www.iwmi.cgiar.org/Publications/Water_Policy_Briefs/PDF/WPB21.pdf
wah thanks kak, tapi itu linknya gak bisa di buka hehe.
ah gue ngerti kak. terus yang air sabun itu, udah ada penelitian yg jelas gak kak? kata nyokap gue orang sulawesi pake itu jadi karna itu kebakaran mereka gak separah sumatera dan kalimantan.
http://www.iwmi.cgiar.org/Publications/Water_Policy_Briefs/PDF/WPB21.pdf masa gabisa kebuka? ini baru gue buka lagi bisa.
air sabun menurut gue gabakal ngaruh ya kalo gambut, kaya yang gue bilang diatas, mau lu siram kaya apa juga, apinya ada sampe 5m di dalem tanah, sulit.
sulawesi ga punya gambut sebanyak kalimantan dan sumatra btw
baru bisa kak yg link baru hehe.
gue juga mikir gitu sih kak, harus benar benar dgn debit air yg banyak baru bisa itupun kemungkinan apinya masih ada yg gak mati.
ah ketipu gue wkwk, makasih kak infonya serius bermanfaat bgt:)
sama-samaa, semoga bermanfaat yaa hehe
Wesssseee joss banget artikelnya ,
Penjelasannya keren 🙂
Tpi ada ngak ya yang bisa kita lkuin buat bantu madamin selain do’a ?
Terkadang tu gemess bngt liat berita asap ngak berenti berenti -_-
mungkin galang dana buat bantu biaya pengobatan aja kali ya, kan pasti pada banyak yang sakit tuh kena asep terus hehe
Ntap ughaa
masalahnya di hutan gambut toh, hmm coba orang2 yang cuma bisa nyalahin pemerintah baca ini artikel. hahaha.
yang salah? manusia yang gamau belajar tentang wetlands ecology. jadi pada ngeringin lahan gambut.
yang ngeringin banyak jd gabisa kita salahin satu2.
drpd sibuk nyari yang salah mending mikirin biar ga kejadian lagi
pertama gue mau bilang makasih kak, udah ngasih pengetahuan yang keren soal kebakaran ini. kedua gue mau tanya, kan kita punya banyak air laut, kenapa ga kita coba aja padaminnya pake air laut dengan secara water bombing atau semacamnya gitu. ini pertanyaan pengen gue tanyain udah lama, please dijawab..
rasanya diatas udah dikasitau kalo waterbombing ga efektif. Air laut banyak, tapi pesawatnya kan cuma bisa nganter segitu2 aja. kalo mau di pompa ke daerah kebakaran juga sulit banget pasti, karna untuk nyampe ke titik apinya aja udah susah banget.
tapi kalo misal pake air laut gitu api bakal padam kaya pake air biasa ga sih kak? atau ada efek lain? kan ada NaCl nya
nga koo, paling ya jadi ada garemnya disana, hehe.. 🙂
tapi setelah terjadi perendaman air lagi disana, mungkin bakal terjadi masalah. karna airnya jadi air garam, yang berarti spesies yang cocok disana juga beda. gituu cooi
ooh ternyata kompleks banget masalahnya. emang kalo tanah gambut (asam) dicampur sama garam dari air laut (seandainya beneran pake air laut) itu bakal nimbulin masalahya buat ekosistem tanah gambut?
kasian banget yang ngalamin bencana ini, ga beres beres. makanya saya penasaran kak
Sebenernya penambahan garam dalam substrat apapun, kalo penambahannya signifikan bakalan mengganggu kestabilan ekosistem apapun 🙂
oke makasih banyak ya kak, goodluck!
Keren banget nih artikel. Menjawab apa yang selama ini gue tanyain.
Sumpah, artikel nya ngejelasin banget, thanks bro artikelnya bagus.
Artikelnya zeniusss banget. Salut!!
keren artikelnya ka zul, iya emang ka menurut ane sekarang susah mau apa-apa kalo udah kaya gini. mungkin setelah ini harus bener2 fokus yg kaya lu bilang “perlu kerjasama yang solid antara pemerintah pusat selaku pemegang kebijakan, universitas sebagai yang punya ilmu (para ahli juga bisa lah), pemerintah daerah yang jalanin dan NGO (LSM) yang bakal ngawasin di lapangan.” mudah2an pemerintah nanti bisa menjalankan untuk pencegahan kedepannya dgn baik, supaya ga terulang atau minimal isa di antisipasi lah ka
masuk FTSL ITB saingannya susah gak gan ?
Kak, kalau semua api sudah padam, apa lahan gambut masih bermanfaat ?
wah bagus nih pertanyaannya..
bisa doong, jadi begitu udah kelar kebakarannya, lahan gambut di airin lagi dan dibalikin jadi rawa gambut. nah udah itu ditanemin sama taneman-taneman asli sana yang bisa diambil metabolit sekundernya atau manfaat2 lainnya gitu.. nah itu keuntungan ekonomi langsung aja ya, selain itu kita gabisa ngelupain manfaat2 ekologis yang kita ga sadar, semacam kendali banjir dll. lo bayangin aja kalo kena banjir kerugiannya berapa duit? dengan rawa gambut berfungsi sebagai pengendali banjir, kita bisa ngindarin kerugian banjir tersebut kan?
Wah iya sih kk, artinya setelah kebakaran ini, waktunya ngembalikan rawa gambut kita seperti semula lagi hehe.
Apakah memungkinkan gambut yang kedalamannya bisa sampai 10-20 meter tersebut disingkirkan dengan cara tertentu sampai ketemu tanah? Lalu lahan yang gambutnya sudah disingkirkan tersebut diratakan untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai lahan pertanian atau perkebunan.
Kalaupun ini bisa, tapi saya khawatir fungsi untuk mencegah banjir tidak akan bisa berjalan sehingga akan berdampak buruk pada wilayah hilir.
bisa dilakukan, kebetulan gue pernah penelitian di kebun sawit yang pernah melakukan itu hehe..
tapi ya itu, lo juga udah tau sendiri kan, kalo ecosystem service nya rawa gambut sendiri banyak. jadi seharusnya si lebih baik dikembalikan ke sebagaimana aslinya aja
Waw keren parah artikelnya. 🙂
Mantabs nich artikelnya tapi mo tanya donk, katanya yg mbuat gambut kering karena adanya pembuatan kanal2.. Tapi kok salah satu upaya penanggulangan kebakaran adalah dengan pembuatan kanal2 (kanal air) juga? Itu yg dmaksud kanal yg mengeringkan gambut dg kanal air itu sama ato ngga ya?
*pernah baca, ada salah satu warga sumatera protes keras ke presiden karena dengan prembuatan kanal malah akan memperburuk kebakaran.. Makanya timbul juga pertanyaan ini dr saya, tolg djawab yaaaaa… Makasih 🙂
beda dong kanalnya. untuk ngeringin gambut kan berarti kanalnya diarahkan ke daerah yang lebih rendah jadi airnya keluar. tentu kalo mau bikin kanal balik untuk perendaman kanal keluarnya harus ditutup dulu. Abis itu dari sungai yang ada di daerah yang lebih tinggi dibuat kanal ke lahan gambut lagi, jadi airnya ngalir ke lahan gambut tsb, dan karna kanal keluarnya udah ditutup air jadi ketahan di lahan gambut tsb.
Trus bang, cara mengatasi supaya penyakit seperti sakit kepala karna asap kira kira gimana ya? Nah kan yg seharusnya dibawa darahkan oksigen ke otak. Ini mah sudah jadi bawa asap… Hadeh..
Waduh, sebenernya gue ga ngerti2 bgt. Yang paling bisa ya sebisa mungkin nga kena asep deh, pake masker atau gimana gitu..
Percuma kan dikasi obat kalo racunnya ttp kehirup terus hehe
Seandainya ada cara cepat biar asap nya berenti, nggak tega banget ngeliat sodara setanah air disana tersiksa terus menerus sampe nyawa taruhannya. Semoga aja ini semua cepet selesai
Paling feasibel sebenernya bikin pengungsian dari asap gitu ya mungkin.. karna kemungkinan el nino baru berenti sekitar desember
Makasih gan, aseli artikelnya bener” ngejawab semua pertanyaan gw. Gw mnta izin buat nyebarin artikel ini ke temen” yang lain ya, biar mereka yang kurang paham ky gw bisa ngerti, terutama ga terlalu nyalahin perintah juga karena ga bisa ngatasin masalah ini, termyata emg susaaaaaah!
Oia, gw request bikin artikel yang ngebahas ttg resapan air di bdg dong. Gw tinggal di dago atas, dan mulai sedih liat pembangunan yang gw yakin someday bakal jadi bencana buat kita..
Thanks
Menarik itu
Kebetulan gue juga tinggal di daerah dago ini haha.. ngapain nunggu some day, orang tiap ujan rada gede aja bukannya dago berubah jd sungai dago ya? Hahaha
Naaah itu diaa.. Karena gw adalah pembaca yang baik (bukan penulis yang baik) gw tunggu artikel ttg dago ya gan ! Hehe
Terima kasih ya tulisan uraiannya.
Dari sisi penulisan, saya kasih 4 jempol! Bahasa mengalir, tutur kata yang mudah dipahami sampai penjelasan yang simpel tapi tetap ilmiah 🙂
Sangat mencerahkan! Sebenarnya masyarakat enggak bodoh kok. Logikanya, enggak mungkin lahan terbakar begitu luasnya tanpa ada kesengajaan. Bertahun-tahun pula. Kemudian, baru kali ini koar-koar kenceng ke presiden. Karena…ya cuma presiden sekarang ini yang diharapkan masyarakat mampu menekan pemdanya. 🙂
Yah, tanpa dibakar sih kalo emang udah dikeringin kaya gitu juga pasti kebakar kok.. pengalaman saya kerja di kebun sawit dulu, kl tanah bekas gambut bisa tiba2 aja kebakaran lahannya pas musim kering..
Kayanya emang counter intuitive ya tp begitulah kenyataannya
alhamdulillah nambah wawasa jg walaupun baru baca. selain mencegah jg, kita harus ngasih pemahaman buat org2 yg ngeringin lahan gambut itu sendiri dongg kan belum tentu mereka tau fungsi lahan gambut sebenernya. tp yaa nyari org2 nya otu lah yang susah-_-
Kalau pelaku pengeringan itu sih kebanyakan perusahaan dan legal itu.. bahkan jaman presiden suharto kan ada sawah sejuta hektar, itu dibuat dengan cara mengeringkan lahan gambut
Super sekali !!
Mungkin karena emang bahasannya diarahkan ke ekologi, jadi kesan yg gue tangkap dari artikel ini tuh bahwa kebakaran yg saat ini terjadi lebih karena kondisi alam yang ‘kebetulan’ lagi apes. Seriusan kayu kalo dibiarin gitu aja di bawah matahari, dalam kondisi kering, bisa ‘kebakaran sendiri’? Gue kok skeptis banget ya sama pernyataan ini. Apalagi gue juga pernah dengar Prof. Bambang Hero Saharjo menentang argumen ini. Kayaknya gue taruh batang2 korek api di luar berhari – hari juga ga bakal jadi kebakar deh. Bisa kasih penjelasan lebih komprehensif ga soal ini?
Tidak secara kebetulan, karena jelas saya menulis penyebab utamanya adalah pengeringan lahan gambut..
terjadi parah nya skrg karna kebetulan skrg el nino, jd baru terasa efeknya…
Untuk pemicu alami juga saya tuliskan dan yang alami dan ada yang emang karna manusia..
Berikut ini ada contoh artikel yang membahas muncul kebakaran secara alami:
http://news.psu.edu/story/270206/2013/03/26/research/suppression-naturally-occurring-blazes-may-increase-wildfire-risk
Oiya tanpa adanya el nino dan pengeringan lahan gambut, hutan (sumatra, kalimantan) gamungkin kebakaran separah ini
PENULIS UDAH PERNAH KESANA?????…. KLO BELUM, SIMPAN SAJA TEORI2 MU DI OTAK MU,… KEBAKARAN HUTAN KALI INI BANYAK DIBAKAR SENGAJA OLEH OKNUM OKNUM TERTENTU, ENTAH UNTUK PEMBUKAAN LAHAN, ATAU PUN SENGAJA DIBAKAR UNTUK SABOTASE PENJATUHAN PEMERINTAHAN……. BACA JUGA UNDANG2 MASING2 DAERAH,..PEMBAKARAN JUGA DIATUR DI UNDANG2 MASING2 DAERAH (OTONOMI DAERAH)…. UNTUK HAL INI… DIMANA TANGGUNG JAWAB PEMDA SETEMPAT SELAKU PEMBERI IZIN USAHA??….JIKA HAL INI TERJADI SETIAP TAHUN ARTINYA PEMDA SETEMPAT ADA MAIN DENGAN PERUSAHAAN2 PEMBAKAR HUTAN INI….. SEHARUSNYA BISA DI CEGAH DENGAN PENCABUTAN IZIN DARI TAHUN TAHUN SEBELUMNYA….DAN JAMAN SBY 10 TAHUN BERKUASA TIDAK ADA TINDAKAN PENCEGAHAN SM SEKALI…. … DALAM KASUS INI,… BANYAK UNSUR BISNIS, POLITIK……BUKAN KEBAKARAN ALAMI
Pernah dong, keluarga saya tinggal di pekanbaru udah 10 taun lebih.. saya juga pernah kerja di kelapa sawit dan lingkungan gambut, jd sedikit banyak ngerti keadaan disana..
disini saya fokuskan kalo penyebab kebakarannya pengeringan lahan gambut loh, bukan alami
Tulisannya bagus sekali. Selama ini saya banyak baca tapi kurang mengerti, bahasanya terlalu ribet tapi kali ini saya lebih mengerti bagaimana proses terjadinya kebakaran hutan yang gak kira-kira luasnya saat ini dan juga bagaimana terjadinya lahan gambut serta fungsinya. Dan saya setuju, mencegah lebih baik daripada mengatasi, apa yang sudah terjadi saat ini memang sulit sekali untuk diatasi dalam jangka waktu pendek, yang lebih penting adalah memulai pencegahan lewat pemeliharaan lahan gambut untuk me-minimize kondisi yang lebih buruk di masa depan.
Thanks for sharing. We need more informative writings like yours 🙂 Semoga studi pasca sarjananya berjalan lancar dengan hasil memuaskan!
Nambahin aja gan, upaya pencegahan kebakaran hutan salah satunya dengan menjadi konsumen yg bijak. Disitu disebutkan gambut dialihfungsikan menjadi lahan yg lebih produktif untuk berkebun toh. Hasil kebunnya diolah dan keluar menjadi produk yg dikonsumsi kita? :))
Nah, berarti kita juga harus bijak dan smart sebagai konsumen untuk memilih produk yg dibeli. Jangan beli produk yg dihasilkan dari lahan gambut yg sudah berubah itu.. Itusih 🙂
ah nga nge bahas yang kaya gitu udah ada yang bilang “ah penulisnya dibayar” hehehe..
tp kalo perusahaan sawit besar udah pada masuk “round table on sustainable palm oil kok, hhehe..
http://www.rspo.org/
nah kenapa tidak ada usaha pemerintah dan media untuk memberitaukan penjelasan ini? apa jgn2 penulis ini dibayar oleh yg bakar hutan? terus kalo udah kejadian di 97 kenapa sampe 2015 masih tidak ada usaha preventif atau pengembangan untuk mencegah anomali ini setidaknya meminimalisir.
Udah dilakuin kali broo sama pemerintah, bisa di cek di berita. Dari beberapa taun lalu pembuatan bendungan untuk nutup kanal udah dilakukan (di beritanya si gitu, gatau efektif apa nga)..
kalo mencegah el nino nya si ga mungkin hehehe..
satu lagi kalau penulis ini yg masih muda saja bisa memaparkan teori ini dengan bagus, masa sih pakar2 yg udh pada botak ga bisa menyelesaikan ini dan buat pihak berwajib kalo melihat ada yg coba ngeringin gambut atau sengaja membakar langsung tembak di tempat saja.
Yah, para ahli juga udah ngerti dan udah bilangin.. tp bisnis perkebunan mungkin terlalu menggiurkan hehehehe..
yah bayangin aja pemasukan secara langsung perkebunanke pemerintah kan gede bgt, kalo gambut kan kesannya ga jadi apa2..
Mungkin kurang tepat kalau ekosistem hutan tropis salah satu siklus alaminya berupa kebakaran, terutama di wilayah sumatera dan kalimantan yang curah hujannya tinggi. Tipe hutan yang ada di iklim sub tropis atau temperate mungkin lebih tepat disebut siklus alaminya berupa kebakaran hutan, seperti di daerah amrik dan australia (dapat dicek di jurnal-jurnal ilmiah). Hampir mustahil hutan kita terbakar secara alami, dan untuk kasus akhir-akhir ini saya lebih senang memakai kata “pembakaran hutan”.
Salute for your article, bro!
Salam Lestari!
Sebenernya yang terbakar emg bukan hutannya langsung si bro, contohnya di gunung papandayan, yang setiap taun ke bakar yang padang rumputnya, tp ya berefek juga ke hutan.. kalo gasalah di baluran juga sering kebakaran (di dkt savananya)
Yups, untuk ekosistem savanna memang mungkin terjadi kebakaran, berawal dari percikan api saja sudah bisa jadi besar apinya karena memang kalau kemarau rumputnya kering, baru lah merembet ke hutan.
Hutan tropis (kembali ke definisi hutan yang merupakan sekumpulan pepohonan dst.) saya katakan hampir mustahil karena kelembaban tingginya, mungkin bisa karena faktor alami sperti efek gunung berapi, petir dsb. Keberagaman jenis tumbuhan juga bisa menjadi faktor penghambat kebakaran. Itulah mengapa dikatakan hampir mustahil terjadi apalagi sebesar sekarang.
Kalau di Baluran, sekarang masalahnya banyak spesies IAS (Invasive Alien Species) yang jadi masalah pengelolaan, karena banyak tumbuh karena terbantu oleh kebakaran yang terjadi contohnya Acacia decurrens. lagi-lagi masalah pengelolaan yaitu controlling.
Jadi memang kebakaran di hutan tropis mungkin terjadi, tapi hampir mustahil jadi sebesar kasus beberapa tahun terakhir. Mungkin memang sudah saatnya kembali ke Khittah pengelolaan hutan lestari, yaitu tidak memandang hutan bisa dimanfaatkan utk keuntungan ekonomi saja. Salam Lestari!
Setuju broo
Nah kan !!! Untung aja kebaca nih artikel !!! :v gatau deh gimana kabarnya klo artikel ini kaga kebaca !!
Ntah knapa cuma bisa bilang “nah kan tuh ..nah kan tuh..” pas baca ini :v mgkn ini yg namanya faktor jarang baca buku :3
Tpi makassiihhh banyaakk loh kak infonyaaa >.< bagus bangett buat d sebar di sosmed ..
Boleeehh yaaaa :3
Keren banget tulisan ini, mungkin bisa jadi bahan TA. Haha
Really important information.. ignorance is the worst thing that will lead to unnecessary arguments and blind accusation. I appreciate your time and your eloquence words to describe it. Really elaborate but I need it so it didn’t waste my time to open another article just to know what the term means..
Satu hal yang stand out bagi saya dari artikel ini adalah peta persebaran hujan ekuatorial, moonsonal, dan lokal yang mas lampirkan.
Slide Pak Arwin ya mas? Hahaha
Jangan lupa cantumkan sumber ya!
Anyway, good article!
Wah terimakasih sudah diingatkan, udah minta di di edit di sumbernya ke editornya (gabisa edit sendiri hehe)
izin post di kaskus ya, dengan tetap menyertakan sumber dari zenius.net, terima kasih artikel nya sangat bagus dan mencerdaskan
http://www.kaskus.co.id/post/56316785902cfeeb388b4568/
Sori nih bro, gue udah liat postingan kaskusnya. Lebih baik kalo dikasitau isinya merupakan repost dr zenius.net nya di awal aja, jgn di akhir. Kecuali emang mau ditulis ulang pake bahasa sendiri, hehehe..
Makasih udah di bantuin sebar btw
ane cuma ganti kata gue menjadi ane, dan ente menjadi agan biar lebih enak dibacanya di forum,
sip sudah ane tambahi di header thread nya gan kalo thread ini sudah melalui proses izin dari yang punya 🙂
Mas Ijul, artikelnya keren. Sekalian saya mau tanya. Udah ada belum kasus penanggulangan kebakaran lahat gambut dengan bomb beneran? Idenya sih dengan bomb beneran (dinamit mungkin) lapisan bara di bawah permukaan yg ga keliatan bisa terekspos dan mempermudah pemadaman. Kekurangannya mungkin lahan jadi sangat rusak.
Thanx 😀
Yakali hehe
Thx artikelnya bang .. saya tinggal di pulau jawa n ga ikut kena asap tapi sakit bgt ngeliat adik2 sodara kita yang kena asap berbulan2 .. blm lg yg satunya pada kowar2 nyalahin pemerintah idih kalo emang ga bisa ikut bntu nyelesein sih mending diem aja kali yaa .. percuma juga demo terus2 an habisin tenaga n waktu.. pemerintah bukan Tuhan ..
min apa peran pemuda di Indonesia buat mencegah atau mengatasi dampak kebakaran hutan ?
apa ajah sih peranan pemuda yang bisa dilakuin buat mengatasi hal ini min? 😀
artikel begini nih yang bermutu makin mencerdaskan bangsa, keren parah 🙂
mau nanya kalo peran partisipasi masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan gimana ya?