Kerja Rodi

Kerja Rodi: Latar Belakang, Pelaksanan, dan Dampak (1915-1918) – Materi Sejarah Kelas 12

Hai Sobat Zenius!

Apakah elo pernah denger jalur pantura? Atau justru elo pernah lewat jalur tersebut? Jalan tersebut dibangun pada era Pemerintah Kolonial Belanda, lho. Dulu jalan tersebut digunakan untuk mendukung program pertahanan dan perekonomian Hindia Belanda. Nah, jalan tersebut merupakan salah satu hasil dari kebijakan dari kerja rodi.

Dalam artikel ini gue akan membahas mengenai apa itu kerja rodi, latar belakang diberlakukannya kerja rodi, tujuan dari kebijakan kerja rodi, serta dampaknya bagi Hindia Belanda dan masyarakat lokal. Yuk, simak pembahasannya!

Pengantar: Latar Belakang Kerja Rodi

Menurut KBBI, kata rodi berarti “kewajiban bekerja (seperti memperbaiki jalan) tidak dengan upah.” Atau dengan kata lain kerja rodi adalah kerja paksa. Kebijakan kerja rodi ini dicetuskan oleh Herman Willem Daendels.

Herman William Daendels pencetus kerja rodi
Biodata dari Herman W. Daendels (Arsip Zenius)

Daendels merupakan orang berkebangsaan Belanda yang diutus Louis Napoleon (adik dari Napoleon Bonaparte) menjadi Gubernur Jendral di Hindia Belanda pada tahun 1807. Tugas utama Daendels adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris dan memperbaiki sistem administrasi di wilayah tersebut

Dalam menjalankan tugas utamanya, Daendels mengeluarkan beberapa rancangan kerja: membangun jalan raya Anyer-Panarukan (De Groote Postweg), membangun benteng dan pangkalan angkatan laut, penanaman dan penyerahan wajib, dan lain sebagainya. 

Untuk menyukseskan rancangannya tersebut, akhirnya ia mengeluarkan kebijakan yang dinamakan kerja rodi atau kerja paksa.

Kebijakan Kerja Rodi

Bidang Pertahanan

1. Pembangunan Jalan Raya Pos Anyer- Panarukan

Pada bidang pertahanan, salah satu bentuk dari pelaksanaan kebijakan kerja rodi adalah pada pembangunan jalan raya pos dari Anyer hingga Panarukan. Pembangunan jalan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan aktivitas penduduk dalam mengirimkan komoditas penting, yaitu padi dan kopi.

Selain itu, tentu pembangunan jalan ini dimaksudkan untuk memudahkan mobilitas pasukan dalam menghadapi serangan Inggris di utara Pulau Jawa. Hal ini karena, sedang terjadi Perang Napoleon antara Prancis melawan Inggris di Eropa. 

Tapi, Daendels hanya membangun dan memperbaiki jalur dari Anyer sampai Buitenzorg (Bogor). Untuk selebihnya, Daendels meminta para Bupati di masing-masing daerah untuk melanjutkan pembangunan jalan dari Cirebon hingga Surabaya. Daendels juga menekankan sistem kerja paksa (wajib) karena terbatasnya dana yang dimiliki pemerintah.

Namun, tidak cukup banyak arsip yang ditulis oleh pemerintahan Daendels pada saat itu, sehingga tidak dapat ditentukan secara pasti dana yang yang harus disiapkan. 

Jalan Raya Pos
Sumber peta: Wikimedia Commons

Namun, menurut Djoko Marihandono, Sejarawan UI, kira-kira dana yang disiapkan untuk pembangunan jalan ini pun sebanyak 30.000 Rijksdaalder ditambah uang kertas yang begitu besar. Dana ini hanya mampu membangun jalan dari Batavia, Buitenzorg (Bogor) hingga Cirebon.  Oh ya, Rijksdaalder adalah mata uang Republik Belanda yang digunakan pada abad 19 hingga pertengahan 20.

Menurut Djoko, sebenarnya pembangunan jalan ini, tidak tepat juga disebut kerja paksa. Karena, menurut beberapa catatan, Daendels telah memberikan dana kepada para residen yang selanjutnya diberikan kepada para bupati.

Sayangnya, tidak ada catatan mengenai pemberian upah dari para bupati kepada para pekerja. Sehingga, diduga para bupati melakukan korupsi terhadap dana tersebut.

2. Benteng & Pertahanan Wilayah 

Daendels juga memerintahkan pembangunan beberapa benteng dan pusat pertahanan di Pulau Jawa. Pembangunan pusat pertahanan di Jawa di pusatkan di daerah Batavia, sebab Batavia merupakan pusat kekuasaan. Selain itu, akan sebagian besar para pejabat pemerintahan juga bertempat tinggal di Batavia.

Beberapa pertahanan yang dibangun di Batavia adalah Pertahanan Ancol, Pertahanan Weltevreden, dan Benteng Meester Cornelis.

Pertahanan Ancol dilengkapi dengan meriam, meriam kecil, serta rumah-rumah jaga. Daendels menjadikan pertahanan ini sebagai penghalau pasukan musuh mencapai benteng Meester Cornelis, sehingga Daendels menekankan pada keuntungan alam dari benteng ini untuk mengatasi musuh. Beberapa perintahnya seperti menyumbat aliran sungai Heemraden, Sungai Sunter, dan Sungai Ancol.

Pertahanan Weltevreden dilengkapi 300 meriam, gudang makanan, dan pasukan garnisun Batavia. Pertahanan ini juga dijadikan pertahanan sebelum musuh mencapai benteng Meester Cornelis.

Benteng Meester Cornelis
Sumber gambar: Wikimedia Commons

Benteng Meester Cornelis menjadi pusat benteng pertahanan di Jawa. Benteng ini dibangun di antara sungai Ciliwung dan sebuah kanal yang disebut selokan. Benteng ini terdiri atas 8 kubu pertahanan, tujuh kubu di sudut luar. Setiap kubu dilengkapi dengan satu meriam dan 200 pasukan infanteri. Satu kubu lainnya digunakan sebagai pusat komando.

Tidak hanya di Batavia, pembangunan benteng pertahanan juga dilakukan di wilayah Gresik, Jawa Timur. Benteng tersebut bernama Benteng Lodewijk. Pembangunan benteng ini dimaksudkan untuk menghalau serangan pasukan Inggris dari bagian barat laut menuju selat Madura.

Benteng ini dibangun sepanjang 400 meter dan lebar mencapai 250 meter. Benteng ini diperkirakan mampu menampung hingga 800 prajurit, serta 102 meriam.

Bidang Ekonomi

Daendels masih melanjutnya beberapa kebijakan VOC, seperti tanam paksa (cultuurstelsel). Namun, sistem tanam paksanya ini sedikit berbeda. Daendels lebih menekankan pada penanaman tanaman kopi dan kapas, khususnya di daerah Priangan, Jawa Barat. 

Baca Juga:

Kupas Tuntas Sistem Tanam Paksa atau Cultuurstelsel

Keuntungan Kolonial Dari Kerja Paksa

Daendels juga menekankan, agar para pengusaha perkebunan untuk membayar para petani, membatasi sistem kerja paksa, serta menekankan pajak-pajak reguler. Daendels juga menolak penyewaan tanah milik desa untuk pengusaha perkebunan. Ia mengalihkan tanah tersebut menjadi milik pemerintah, dan diserahkan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan swasta.

Tidak hanya di daerah priangan, sistem pengamanan kopi juga dilakukan di daerah lain di Pulau Jawa. Menurutnya, hal tersebut dapat meningkatkan produksi mencapai 180.000 pikul dalam waktu sedikit, dan 300.000 pikul dalam waktu yang lebih panjang.

Dampak Kerja Rodi

Kerja rodi memberikan dampak yang signifikan, khususnya dalam bidang perekonomian di Pulau Jawa. Contohnya, pada pembangunan Jalan Raya Pos dari Anyer hingga Panarukan. Pembangunan jalan ini memudahkan pengangkutan komoditi dagang dari Batavia ke Surabaya. Sebelumnya, perjalanan menempuh waktu selama satu bulan, setelah ada jalan tersebut menjadi 3- 4 hari

Namun, pembangunan jalan ini dianggap sangat menyengsarakan rakyat karena upah yang diterima tidak sesuai dengan beban kerja, atau bahkan tidak menerima upah sama sekali, akibat dugaan korupsi yang dilakukan oleh para Bupati.

Selain itu, kebijakan tanam paksa juga memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat lokal, untuk mengetahui komoditas-komoditas penting, seperti kopi dan kapas. Namun, akibat kebijakan ini, masyarakat lokal dipaksa untuk menanam komoditas yang sesuai dengan arahan pemerintah kolonial. Masyarakat lokal juga mendapat harga jual yang murah karena harga telah ditentukan oleh pemerintah kolonial.

Pemberontakan Pada Masa Kerja Rodi

Selama kebijakan kerja rodi berlangung, khususnya pembangunan Jalan Raya Pos, pernah terjadi perlawanan dari masyarakat lokal. Salah satu peristiwanya dikenal sebagai Peristiwa Cadas Pangeran

Peristiwa ini dipicu oleh kesengsaraan yang dialami oleh masyarakat Sumedang ketika membangun jalan raya pos. Pada saat itu, masyarakat Sumedang juga dilibatkan untuk pembangunan jalan dari Bandung hingga Sumedang, tetapi beban kerja yang diwajibkan sangatlah berat.

Hal ini dikarenakan peralatan yang digunakan masih sangat sederhana. Selain itu, perbekalan makanan bagi para pekerja juga sangat tidak mencukupi. Akhirnya, banyak masyarakat yang terjangkit penyakit, hingga meninggal dunia.

Melihat hal tersebut, Pangeran Kusumadinata, atau dikenal sebagai Pangeran Kornel, sebagai Bupati Sumedang melayangkan sikap  protes terhadap Daendels. Ia pun melakukan pertemuan dengan Daendels. Ketika Daendels memberikan salam tangan kanan kepada Pangeran Kornel, Pangeran Kornel membalas dengan memberikan tangan sebaliknya, yaitu tangan kiri.

Monumen Cadas Pangeran
Sumber gambar: Wikimedia Commons

Melihat hal ini, Daendels pun merasa kesal dan bertanya kepada Pangeran Kornel mengenai sikapnya tersebut. Pangeran Kornel menjawab bahwa ia merasa keberatan dengan beban kerja yang diterima masyarakat Sumedang terhadap pembangunan jalan tersebut.

Daendels akhirnya memberikan sebuah solusi, agar pembuatan jalan tersebut diambil alih oleh Pasukan Zeni Belanda. Namun, janji tersebut tidaklah ditepati. Justru, ia malah mengirimkan pasukan untuk melawan Pangeran Kornel. Pangeran Kornel pun tewas dalam peristiwa tersebut.

Akhir Kebijakan Kerja Rodi

Pada 15 Mei 1811, Daendels digantikan oleh Jan Willem Janssens. Dalam kepemimpinannya, berbagai kebijakan yang dibuat oleh Daendels tidak banyak berubah. Namun, kemenangan Inggris atas Perancis di Perang Napoleon, membuat Hindia Belanda akhirnya jatuh ke tangan Inggris pada tahun 1811. 

Hal ini membuat bergantinya pimpinan yang Gubernur Jendral Hindia Belanda menjadi Thomas Stamford Raffles pada 18 September 1811. Dalam kebijakannya, Raffles lebih menekankan pada aspek kebebasan dan kepastian hukum bagi perseorangan. Hal ini yang menjadi tanda dari akhir sistem kerja rodi

Baca Juga:

Mengenal Thomas Stamford Raffles dan Kebijakan-Kebijakannya di Hindia Belanda!

Kebijakan Daendels yang telah dihapus antara lain: 

  • Penghapusan penyerahan hasil tanam paksa dengan harga yang tidak sesuai dan penghapusan sistem kerja paksa dengan memberikan kebebasan dalam penamaman dan perdagangan,
  • Pengawasan tertinggi dan langsung dilakukan oleh pemerintah atas tanah-tanah dengan menarik pendapatan dan sewanya tanpa perantara bupati-bupati, yang bekerja secara terbatas hanya pada pekerjaan umum,
  • Penyewaan tanah-tanah (land rent system) diawasi pemerintah secara langsung dalam persil-persil besar atau kecil, menurut keadaan setempat, berdasarkan kontrak untuk waktu yang terbatas.

Kesimpulannya

Kerja rodi merupakan kebijakan yang dibentuk oleh Daendels baik dalam bidang pertahanan maupun perekonomian. Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk mempertahankan serangan Inggris di Jawa. Tak hanya itu, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mengisi kas pemerintah akibat bangkrutnya VOC.

Kebijakan ini memberikan dampak yang sangat signifikan bagi pemerintah Daendels, namun berdampak buruk bagi masyarakat lokal. Kebijakan ini berakhir ketika pemimpin digantikan oleh Raffles pada tahun 1811. Raffles merubah sistem kerja paksa tersebut menjadi sistem sewa tanah.

Penutup

Itu penjelasan dari gue seputar kerja rodi. Gue harap Sobat Zenius paham mengenai kerja rodi. Kalau elo mau belajar materi ini lebih dalam, klik banner di bawah ini, ya!

Kerja Rodi: Latar Belakang, Pelaksanan, dan Dampak (1915-1918) - Materi Sejarah Kelas 12 9

Belajar itu bukan cuma menghafal aja, Sobat Zenius! Zenius punya beberapa paket belajar yang bikin belajar nggak sekedar menghafal tapi belajar konsepnya sampai paham. Yuk, langsung aja klik banner di bawah ini!

Langganan Zenius

Terima kasih sudah membaca artikel ini, semoga bermanfaat dan selamat belajar!

Penulis : Luis Moya

Sumber :

Breman, J. (2014). Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Bagikan Artikel Ini!