Franz Kafka biografia.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya

Franz Kafka merefleksikan tragedi kehidupannya ke dalam karya-karyanya. Gimana kisahnya, hingga karyanya dikenal setelah kematiannya? Yuk, baca selengkapnya!

Hola! Gue mau tanya nih. Elo udah pernah baca novel Dunia Kafka (2002) belum?

View Results

Loading ... Loading ...

Itu tuh novel yang ditulis sama pengarang hits asal Jepang, Haruki Murakami. Novel ini nyeritain tentang Kafka yang kabur dari ayahnya, buat nyari ibu dan saudara perempuannya.

Di dunia yang berbeda, ada Satoru Nakata yang kerja part time sebagai pencari kucing hilang. Sisanya, elo baca sendiri deh.

Itu hanyalah satu dari sekian karya Haruki Murakami. Namun, elo tahu nggak sih, kalau penggunaan nama Kafka dalam novel Dunia Kafka, dan ciri khas tulisan Murakami yang sering menggambarkan sosok kesepian dan terasingkan, terinspirasi dari penulis besar abad 20? Dia adalah Franz Kafka.

So, kali ini, gue akan nyeritain tentang Franz Kafka; gimana berbagai tragedi dalam hidupnya bikin dia ngasih sentuhan berbeda dalam karya-karyanya, yang pada akhirnya menginspirasi Murakami.

“Kok, tragedi? Emang sesedih itu?”

Yuk, langsung aja gue ceritain.

Franz Kafka Merasa Nggak Punya Support System

Tragedi kehidupan Franz Kafka dimulai sejak dia kecil. Kafka merupakan anak sulung dalam keluarga Yahudi yang tinggal di kawasan Bohemia, Praha, Ceko. Awalnya, Kafka punya dua adik laki-laki. Namun, keduanya meninggal waktu masih bayi.

Kafka kemudian punya tiga adik perempuan. Kondisi ini bikin Kafka jadi satu-satunya anak laki-laki keluarga. Dia pun merasa kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 105
Franz Kafka waktu masih kanak-kanak. ((Dok. Wikimedia Commons/Kafka Museum{{PD-US}})

Ayah Kafka, Hermann Kafka, adalah sosok yang otoriter, temperamental, dan jarang banget memperhatikan bakat Kafka yang tumbuh sejak kecil, yaitu menulis. Sementara itu, mengutip Biography, ibu Kafka, Julie Kafka, juga nggak begitu peka sama kemampuan dan perasaan anaknya.

Jadinya, Kafka nggak dekat sama kedua orang tuanya. Dia ngerasa kesepian dan asing di keluarganya sendiri.

Terus, gimana Kafka di sekolah?

Sebenarnya, Franz Kafka termasuk siswa yang cerdas dan berprestasi. Waktu umur 10 tahun, dia belajar di sekolah anak-anak berprestasi bernama Altstädter Staatsgymnasium. Guru-guru Kafka memuji kecerdasannya.

Meskipun begitu, Kafka nggak puas sama kehidupannya di sekolah. Kafka ngerasa, sistem sekolahnya terlalu mengendalikan para siswanya.

Karena ngerasa nggak punya support system, Kafka menyibukkan dirinya dengan menikmati teater-teater dan karya sastra berbahasa Yiddish, bahasa orang Yahudi yang berada di Eropa Tengah dan Eropa Timur.

“Masa’ Kafka nggak punya teman sama sekali? Tetangganya yang seumuran atau teman mabar gitu, nggak ada?”

Cuy, situasi sosial waktu Kafka remaja nggak kayak kita-kita sekarang, yang bisa ngopi bareng teman sambil menikmati senja, atau self healing ke luar kota sambil staycation sama geng. Boro-boro self healing ke luar kota, di dalam kota aja situasinya kacau.

Waktu Kafka remaja, dia ngerasain antisemitisme di tempat tinggalnya sendiri. Antisemitisme merupakan sikap kebencian, memusuhi, dan prasangka negatif sama orang Yahudi. Apa alasannya? Elo bisa baca di Mengenal Antisemitisme dan Tragedi Holocaust Selama Perang Dunia 2.

Menurut jurnal Kafka as a Jew (1999), selalu ada ancaman kekerasan dan kerusuhan massal berbau antisemitisme di Praha. Orang-orang Yahudi yang tinggal di Praha harus dijaga sama militer. So, orang tua, sekolah, dan lingkungan masyarakat jadi triple kill yang bikin Franz Kafka ngerasa kesepian dan terasingkan dari dunia.

“Manusia yang malang, karena di tengah massa yang terus bertambah, dia menjadi semakin terisolasi dari menit ke menit.”

kata Franz Kafka kepada temannya, Gustav Janouch, dalam buku Conversations with Kafka (1971)

Baca Juga: Edgar Allan Poe, Bapak Cerita Detektif yang Hidupnya Penuh Tragedi

Pertemuan Franz Kafka dengan Max Brod hingga Pekerjaan

Kehidupan sosial Franz Kafka mulai berubah waktu kuliah hukum di Deutsche Universität Prag, Praha. Kafka mengalami naik-turunnya kehidupan sejak saat itu.

Naiknya adalah ketika dia kenalan sama teman kuliahnya bernama Max Brod. Meskipun mereka berbeda sifat dan karakter, keduanya punya minat pada sastra. Kafka dan Brod kemudian jadi best friend forever.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 106
Franz Kafka dan Max Brod. (Dok. Wikimedia Commons/Brais El Pais {{PD-US}})

Selain pertemuannya, dengan Brod, Kafka merasakan manisnya kehidupan ketika dia bisa kuliah hukum sambil ikut kelas seni. Dia bisa ngembangin bakatnya buat step by step meraih cita-citanya sebagai penulis.

Sebenarnya, ada lagi nih momen naiknya kehidupan Kafka, yaitu waktu dia memasuki dunia kerja. Setelah mendapatkan gelar sarjana hukum pada 18 Juni 1906, Kafka magang sebagai juru tulis hukum selama setahun. Dalam jurnal berjudul Kafka: The Writer as Lawyer (2010), Kafka jadi anak magang yang rajin, out of the box, teliti, dan disayang atasan. 

Setelah kontrak magangnya selesai, Kafka lanjut kerja di sebuah agen asuransi Italia, Assicurazioni Generali, selama kurang dari setahun, dan lembaga asuransi bernama Institute of Insurance for Accidents at Work, di Praha setelahnya. Di kedua tempat kerjanya ini, Kafka juga jadi karyawan teladan.

However, Kafka nggak puas, bahkan benci sama pekerjaannya.

Elo mungkin bertanya, “Kok bisa sih, jadi karyawan teladan malah nggak suka?”

Waktu menjalani magang, Kafka ngerasa hatinya nggak di situ. Sedangkan, waktu pertama kali jadi karyawan di agen asuransi, Kafka sering kerja lembur bagai kuda. Dia jadi nggak punya banyak waktu buat menulis.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 107
Gif lelah. (Dok. icegif.com)

Di tempat kerja berikutnya, Kafka sebenarnya punya lebih banyak waktu buat menulis. Sore setelah kerjanya selesai, Kafka lanjut menulis di malam hari. Masa-masa ini jadi periode paling produktif Kafka sebagai penulis.

Namun, kerja dari pagi sampai sore, lanjut nulis waktu malam, bikin Kafka kelelahan. Tahun 1910 jadi titik balik kesehatan Kafka yang mempengaruhi sisa hidupnya dalam berkarya. Sayangnya, waktu itu, Kafka belum ngeh sama tanda-tanda penyakit yang dimiliki.

Mungkin karena the power of love, kali, ya. Soalnya, pada tahun 1912, Franz Kafka kenalan sama sepupu Max Brod, Felice Bauer. Kafka auto kepincut sama Bauer.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 108
Franz Kafka dan Felicia Bauer. (Dok. Wikimedia Commons/Divulgação {{PD-US}})

Setelah kenalan, Kafka dan Bauer sering kirim-kiriman surat dan ngobrolin tulisan-tulisan Kafka. Akhirnya, Kafka nemuin support system dalam bikin karya-karyanya.

Kesehatan Franz Kafka

Tadi udah gue sebutin, kalau Kafka ngerasain berbagai gejala penyakit yang dimiliki. Sebenarnya, Kafka menderita tuberculosis (TBC) sejak tahun 1910, meskipun dia belum ngeh sama penyakitnya.

Menurut jurnal Franz Kafka (1883-1924) (2005), seringnya begadang menulis di malam hari bikin Kafka mengalami insomnia, migrain, dan nggak tahan sama suara bising. Tubuh Kafka juga muncul bisul, sering lemas, mengeluarkan keringat dingin, dan jantungnya berdebar-debar.

Kondisi kesehatan Kafka makin parah ketika hubungannya sama ayahnya makin rumit. Nggak hanya gangguan fisik, Kafka juga mengalami kecemasan dan depresi berat. Buat memahami depresi, elo bisa baca Apa Bedanya Sedih Biasa dengan Depresi?

Hingga akhirnya, Kafka mencoba mengakhiri hidupnya. Menurut jurnal Franz Kafka’s Resistance to Acting on Suicidal Ideation (1998), pada tahun 1912, Franz Kafka nulis surat ke Brod. Kafka bilang, dia hampir aja mengakhiri hidup karena ayahnya nggak suka sama minatnya dalam menulis. Kafka juga disuruh berhenti dari kerjaannya dan diminta kerja di pabrik.

Sebagai sohib, Brod nggak ingin Kafka mengalami depresi berkepanjangan. Brod nyaranin Kafka buat berobat ke klinik. Kafka pun berobat di sebuah klinik di Riva del Garda, Italia utara, buat ngobatin sakit kepala dan sarafnya yang akut.

Alhasil, pertunangannya dengan Bauer kena imbasnya. Pertunangan itu kandas pada tahun 1914. Kafka curcol dalam buku hariannya:

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 109
Salah satu tulisan Franz Kafka dalam The Diaries of Franz Kafka (1914-1923) (1949). (Arsip Zenius)

Franz Kafka akhirnya tahu penyakitnya pada pertengahan Agustus 1917. Waktu itu, Kafka lagi di apartemennya, di Schönborn Palace, Praha. Tengah malam, Kafka tiba-tiba mengalami pendarahan paru-paru.

Mengutip Kafka Museum, pendarahan ini jadi puncak gejala fisik yang udah dialami selama tujuh tahun. Kafka resmi didiagnosis TBC. Sejak saat itu, hidup Kafka auto berubah.

Kafka langsung dirawat di sanatorium, tempat perawatan pasien TBC. Kafka yang tunangan lagi sama Bauer, putus lagi untuk kedua kalinya. Mentalnya makin drop.

“Saya sakit mental. Penyakit paru-paru tidak lain adalah luapan penyakit mental.”

Surat Franz Kafka kepada Milena Jesenska, mantan pacarnya yang bekerja di sanatorium, dalam jurnal Franz Kafka (1883-1924)

Baca Juga: Kenapa Gangguan Kesehatan Mental Bisa Meningkatkan Risiko Bunuh Diri?

Pengaruh Kehidupan Pribadi Kafka pada Karya-karyanya

Sampai sini, elo udah bisa bayangin kan, gimana naik-turunnya kehidupan Franz Kafka? Ibaratnya, Kafka udah banyak makan asam garam kehidupan keluarga, lingkungan masyarakat, pekerjaan, dan percintaan.

Btw, elo udah pernah baca salah satu tulisan Franz Kafka belum, entah itu novel atau cerpen?

View Results

Loading ... Loading ...

Kalau elo udah baca karya-karya Franz Kafka dan barusan tahu kisah hidupnya dari artikel ini, elo mungkin menemukan keterkaitan di antara keduanya.

So, sebagian besar karya Franz Kafka berakar pada ketidakberdayaan manusia dan keterasingan yang dia rasakan dalam menghadapi kejadian-kejadian aneh dalam hidupnya. Gue kasih beberapa contohnya.

Pertama, novel The Trial (1925). Novel ini nyeritain tentang pria bernama Josef K, yang tiba-tiba ditangkap sama dua petugas yang nggak dikenal.

K harus membela dirinya di persidangan dari tuduhan yang nggak diketahuinya. Pada akhirnya, K hanyalah makhluk yang pasrah menjadi terdakwa dari kesalahan yang nggak diketahuinya.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 110
Novel The Trial (1925) oleh Franz Kafka. (Dok. goodreads.com)

Kedua, novel The Metamorphosis (1915). Mengutip Britannica, novel ini nyeritain laki-laki bernama Gregor Samsa. Dia terbangun dari mimpi buruk dengan tubuhnya yang berubah menjadi serangga besar.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 111
Novel The Metamorphosis (1915) oleh Franz Kafka. (Dok. goodreads.com)

Waktu tahu perubahan tubuh Gregor, ayahnya yang kejam meminta Gregor sembunyi di dalam kamar. Ayahnya ngerasa kalau perubahan Gregor nyusahin keluarga.

Gregor pun nggak berdaya dan merasa terasingkan dari keluarganya. Hingga akhirnya, dia meninggal secara perlahan di kamarnya.

Selain menggambarkan ketidakberdayaan manusia atas peristiwa aneh yang dialami, novel ini juga ngebahas isu gangguan mental dan hubungan ayah-anak yang rumit.

Menurut review Cyrus Abbasian, konsultan psikiatri di Nightingale Hospital, London, dalam British Medical Journal (2007), yang dialami Gregor serupa dengan gangguan mental yang disebut sebagai psikotik. Orang yang mengalami nggak bisa ngebedain mana yang nyata dan nggak nyata.

Gregor jadi ngerasa insecure sama perubahan fisiknya. Dia ngerasa asing sama tubuhnya sendiri. Ditambah, ayahnya suka menyerang fisik dan menganggap Gregor adalah makhluk berbahaya.

Jadinya, Gregor putus asa sama kasih sayang dari keluarganya. Ngerasa related nggak elo, sama kisah hidupnya Kafka?

Ketiga, cerpen The Judgment (1912). Dalam The Judgment, tokoh bernama Georg Bendemann berada dalam berbagai situasi yang membingungkan, dari mempersiapkan hari pernikahan, ngurusin bisnis, sampai ngerawat ayahnya.

Georg makin nggak berdaya waktu menghadapi ayahnya menghujat pertemanan dan pernikahan Georg, sampai nyumpahin Georg buat musnah dari muka Bumi ini. Akhirnya, Georg pun nurutin keinginan ayahnya: mengakhiri hidupnya.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 112
The Judgment dalam bahasa Jerman. (Dok. goodreads.com)

Keempat, cerpen In the Penal Colony (1919). Dalam cerpen ini, para tahanan yang dijatuhi hukuman mati mengalami penyiksaan berkepanjangan. Mereka digambarkan sebagai sosok yang nggak berdaya dan nyalahin diri sendiri atas penderitaan panjang yang dialami.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 113
Cerpen In the Penal Colony (1919). (Dok. goodreads.com)

Menurut jurnal Franz Kafka (1883-1924) (2005), bagi Kafka, penderitaan berkepanjangan adalah konsep penderitaan yang sebenarnya. Hal itu Kafka rasakan sejak adik yang paling dia percaya, Ottla, nggak membela dia saat bertengkar sama orang tuanya.

Kafka menganggap, penyakit TBC, kondisi mental, dan nggak ada rasa percaya lagi terhadap keluarga jadi bentuk “mengakhiri hidup” yang dia alami.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 114
Franz Kafka dan Ottla Kafka di depan Oppelt House, Praha. (Dok. Wikimedia Commons/Public Domain{{PD-US}})

Baca Juga: Vincent van Gogh, Pelukis yang Baru Diakui pasca-Kematiannya

Bagaimana Karya Kafka Dikenal Setelah Kematiannya?

Pada Februari 1924, kondisi kesehatan Franz Kafka memburuk. TBC-nya menyebar ke laring. Dia pun dipindahkan ke sanatorium di Kierling, Wina, Austria.

Waktu kondisinya makin parah, Kafka sempat ngomong ke pasangannya saat itu, Dora Diamant. Menurut buku Kafka’s Last Trial: The Case of a Literary Legacy (2008), Kafka ingin ngebakar semua tulisannya. Selama ini, Kafka ngerasa kalau semua karyanya adalah perwujudan horor dari kehidupannya. Kafka ingin bebas dari “hantu” yang membayanginya selama ini.

Diamant menuruti permintaan Kafka. Sekitar 90 persen karya Kafka jadi abu di depan matanya. Hingga akhirnya, Kafka meninggal pada 3 Juni 1924 di Kierling.

Setelah dimakamkan di Olsanske, Praha, orang tua Kafka minta Brod datang ke apartemen Kafka. Brod ngebantu orang tua Kafka buat ngeberesin barang-barang peninggalan sohibnya.

Waktu beres-beres, Brod nemuin arsip tebal berupa buku catatan, draft tulisan yang belum selesai, dan buku harian Kafka. Brod juga nemuin dua catatan tak bertanggal. Satunya ditulis dengan pulpen, satunya lagi ditulis pakai pensil. Ternyata, itu pesan terakhir Kafka buat Brod.

Elo bisa baca dua suratnya di bawah ini.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 115
Dua surat Franz Kafka untuk Max Brod, sebelum Kafka meninggal. (Arsip Zenius)

Brod langsung ngecek semua tulisan Kafka. Novel-novelnya belum selesai. Cerpen-cerpen Kafka juga belum diterbitkan.

Karena Brod nggak mau karya-karya besar sohibnya itu musnah begitu aja, Brod mutusin buat nggak ngelakuin permintaan terakhir Kafka. Sebaliknya, Brod mengedit tulisan-tulisan Kafka dan menerbitkannya. Ayah Kafka nge-acc niat Brod tersebut.

So, pada tahun 1925, Brod nerbitin The Trial. Novel ini jadi novel Kafka yang paling sukses. Tahun-tahun berikutnya, Brod merilis beberapa karya Kafka lainnya, seperti The Castle, America, sampai Great Wall of China. 

Karya-karya Kafka langsung menjadi tenar pasca kematiannya dan sangat mempengaruhi sastra Jerman. Bahkan, muncul istilah “Kafkaesque” dalam kamus bahasa Inggris, yaitu ciri khas cerita Kafka dengan tokoh yang mengalami kejadian absurd dan dipaksa buat menghadapinya.

Pada tahun 1988, manuskrip The Trial yang ditulis Kafka dilelang Brod seharga 1,98 juta dolar Amerika. Harga itu jadi nilai tertinggi yang pernah diberikan untuk karya sastra di era tersebut, menjadikan Kafka sebagai salah satu penulis paling berpengaruh abad 20.

Baca Juga: Bagaimana Sastra Prancis Memengaruhi Dunia?

*****************************************

Finally, elo udah tahu lika-liku kehidupan Franz Kafka yang penuh tragedi. Kalau elo mau baca karya-karya Kafka, gue punya daftar judul buku Franz Kafka dari Kafka Museum yang bisa elo baca:

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 116
Karya-karya Franz Kafka. (Arsip Zenius)

Kondisi mental yang dialami Kafka juga mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga kesehatan mental dan nyari bantuan ke profesional. Elo bisa klik gambar di bawah ini, ya, buat memahami pentingnya menjaga kesehatan mental.

Tragedi Hidup Franz Kafka dan Refleksi dalam Karyanya 117

Dari sekian Franz Kafka quotes, kutipan ini bisa jadi penutup yang tepat buat menggambarkan kehidupan Kafka:

“Kamu dapat menahan diri dari penderitaan dunia. Itu adalah sesuatu yang bebas kamu lakukan dan sesuai dengan sifatmu. Tetapi, mungkin menahan diri adalah penderitaan yang dapat kamu hindari.”

Franz Kafka

Menurut elo, nilai apa yang bisa diambil dari perjalanan hidup Franz Kafka dan karya-karyanya? Kasih tahu gue di kolom komentar, ya!

Baca Juga: Mengenal Apa itu Seni dan Fungsinya untuk Kesehatan Mental

Referensi

Abbasian, Cyrus. (2007). “The Metamorphosis.” British Medical Journal: 335(7609): 49.

Balint, Benjamin. 2008. Kafka’s Last Trial: The Case of a Literary Legacy. New York: W. W. Norton & Company.

Felisati, D & Sperati, G. (2005). “Franz Kafka (1883-1924)”. Acta Otorhinolaryngologica Italica, 25(5): 328-332.

Franz Kafka – Biography (2014)

His Works – Franz Kafka Museum

Illnesses – Franz Kafka Museum

Kafka, F. 1949. The Diaries of Franz Kafka 1914-1923, M. Brod (ed.). New York: Schocken Books.

Posner, Richard A. (2010). “Kafka: The Writer as Lawyer”. Columbia Law Review, 110(1): 207-215.

Shulman, Ernest. (1998). “Franz Kafka’s Resistance to Acting on Suicidal Ideation.” OMEGA – Journal of Death and Dying, 37(1): 15–39.

Sokel, Walter H. (1999). “Kafka as a Jew”. New Literary History, 30(4): 837-853.

Bagikan Artikel Ini!