Guys, kita diskusi tentang OSPEK / MOS yuk!

Artikel ini mengajak murid untuk berdiskusi tentang pendapat, gagasan, pengalaman, dan semua ide lain yang berhubungan dengan topik OSPEK / MOS.

Ketika tahun ajaran baru bergulir, biasanya para siswa sama orang tuanya akan disibukkan untuk belanja seragam, alat tulis, sepatu, tas, dkk. Selain disibukkan beli kebutuhan dasar anak sekolah, ada juga yang disibukkan untuk membeli barang-barang yang bisa dibilang ga ada kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar. Ada yang beli ember lah, permen lah, pita rambut, bola plastik, karung beras, macem-macem deh. Yup! pada artikel blog kali ini gua pengen mengajak lo semua untuk berbagi dan diskusi sehat tentang budaya unik yang terus menjadi fenomena tersendiri di dunia pendidikan Indonesia, apalagi kalo bukan untuk proses perkenalan siswa baru atau lebih sering dikenal dengan istilah OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) atau MOS (Masa Orientasi Sekolah).

Dari berbagai macam implementasi OSPEK/MOS, ada berbagai macam pendekatan yang dilakukan. Dari yang menempatkan para siswa baru sebagai ‘tamu kehormatan’ yang disambut secara positif oleh kakak angkatan kelas dan para guru, sampai ada yang menggunakan pendekatan ‘kurang bersehabat’. Pendekatan umum dengan cara kurang bersahabat ini biasanya mengharuskan siswa/mahasiswa baru untuk melakukan hal-hal ‘aneh’, seperti disuruh bikin topi dari bola plastik lah, rambut harus dikepang 10 dengan susunan warna tertentu, untuk yang cowok ada yang dipaksa suruh dibotakin, dikasih teka-teki ga jelas, diteriak-teriakin, disuruh push-up, joget2bahkan dalam beberapa kasus proses orientasi siswa ini sempat menelan korban jiwa.

Pendekatan seperti ini biasanya memang dapat dilihat dari beberapa sisi, biasanya sih alasan dari pihak kepanitiaan sekolah untuk tetap menjalankan proses orientasi yang semacam itu adalah: untuk membangun karakter yang kuat, memperkokoh tali ikatan persahabatan dan emosional antar angkatan, agar para adik-adik baru tidak petantang-petenteng dan menghormati kakak, guru, dan staf di lingkungan sekolah yang baru, dsb… dan akhirnya pendekatan orientasi siswa seperti itu terus membudaya dari jaman orangtua kita dahulu hingga sekarang kita juga masih mengalaminya.

Namun beberapa tahun belakangan ini  udah mulai kenceng nih suara yang mempertanyakan esensi dari OSPEK/MOS yang seperti itu. Malah ada yang pengen MOS dihapusin aja. Contohnya ya seperti gambar di bawah ini.

mos

ZeniusBLOG juga sebelumnya udah bahas secara komprehensif tentang MOS dan senioritas di artikel berikut.

OSPEK beserta ‘senioritas’ (dalam arti positif) pada dasarnya bisa memberi manfaat yang berharga bagi para siswa yang memasuki lingkungan baru. OSPEK dan senioritas bisa jadi media untuk transfer pengetahuan yang membantu para siswa baru bisa lebih survive di lingkungan barunya. Itulah kenapa muncul gagasan bahwa format kegiatan MOS/OSPEK di sekolah-sekolah/universitas Indonesia mungkin bisa diarahkan pada aktivitas-aktivitas yang lebih sehat, seperti seminar, bakti sosial, hingga pentas seni.

Kemendikbud sendiri telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pencegahan Praktik Perpeloncoan, Pelecehan, dan Kekerasan pada Masa Orientasi Peserta Didik Baru di Sekolah. Mendikbud, Anies Baswedan, juga melakukan sidak ke beberapa sekolah terkait hal ini.

sidak

Nah, ZeniusBLOG kali ini tidak ingin membahas OSPEK/MOS dan senioritas secara lebih dalam. Tapi kami mau diskusi nih sama sobat ZeniusBLOG semua. Apa sih pendapat kalian tentang MOS dan senioritas di Indonesia? Apakah kalian pro atau kontra? Mungkin kalian pernah mengalami pengalaman negatif bahkan traumatis tentang MOS. Mungkin ada beberapa juga yang pernah berkesempatan menjadi panitia MOS/OSPEK dan pendapat tersendiri dari pendekatan orientasi siswa ini dari sudut pandang yang lain. Bagi yang sekolahnya gak memberlakukan pendekatan MOS yang ‘kurang bersahabat’, mungkin bisa juga share cerita sekolah lo yang punya program MOS yang positif. Selanjutnya, menurut kalian, sebaiknya bagaimana Mendikbud menyikapi praktik MOS di Indonesia? Apakah Surat Edaran dan inspeksi mendadak sudah cukup? Atau perlu lebih dari itu? dan untuk lo yang sekarang udah di level universitas, apakah menurut lo Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Bapak Muhammad Nasir juga perlu mencontoh sikap Bapak Anies Baswedan?

Okey silahkan tuangkan pendapat, ide, gagasan, dan pengalam lo semua di comment section bawah artikel ini ya. Mari kita diskusikan bersama. Oh iya, sebelum meluncur ke bagian komen, isi dulu yuk voting di bawah ini yak!

Udah yakin belom sama jurusan yang lo pilih?

View Results

Loading ... Loading ...

==========CATATAN EDITOR===========

Kalo ada yang pengen ngobrol sama Fanny atau mau share juga tentang pengalaman MOS/OSPEK, tinggalin aja comment di bawah artikel ini. Btw tolong pastikan diskusi di comment section berjalan dengan sehat dan diiringi itikad baik untuk bertukar pikiran yah. Kalo gua lihat lo memakai kata-kata kasar atau ad hominem terhadap lawan bicara, gua akan hapus comment tersebut dan block id lo dari diskusi zeniusBLOG ini. Jadi sekali lagi, gua berharap diskusi yang berjalan bisa mencerminkan kapasitas lo sebagai intelektual muda yang mampu berkomunikasi secara sehat menghargai pendapat orang lain.

Bagikan Artikel Ini!