Pengguna Sosial Media (Arsip Zenius)

Media Sosial, Bikin Happy atau Malah Anxiety?

Anxiety karena media sosial itu nyata, lho. Nah, kalau elo mulai merasa cemas akibat keseringan main Instagram, Twitter, dkk, sudah saatnya elo berbenah diri.

Bangun tidur buka Instagram: “Hah, ko si Dewa hangout ama Prisca dan yang lain? Gue kok nggak diajak, sih?!”.

Siang-siang scrolling Facebook: “Wah, Monic enak banget, ya hidupnya jalan-jalan mulu, nggak kayak gue yang stuck di rumah”.

Lagi santai sore buka Twitter: “Lagi-lagi ada kasus pelecehan seksual. Ih… serem”. (Kemudian nggak jadi santai).

Sebelum tidur ngecek Instagram lagi: “Dikit amat,ya, yang ngelike postingan gue, hiks..”

Nggak bisa dimungkiri sih, pikiran kayak gini sering terlintas pas lihat media sosial (medsos). Ngerasa insecure campur overthinking pas lihat teman begini dan begitu. Pelik!

Mungkin bagi sebagian orang hal ini biasa aja tapi hati-hati, kalau hal-hal kayak gitu nggak dikontrol, bisa-bisa elo kena anxiety dan itu bikin kualitas hidup elo terganggu. Ya, social media anxiety atau kecemasan media sosial adalah hal yang nyata dan mungkin tanpa elo sadari, elo lagi mengalaminya.

Sebelum ngomongin soal kecemasan terkait penggunaan Instagram dan medsos lainnya, gue mau ngomongin sedikit soal media sosial itu sendiri dan berapa banyak, sih, yang pakai medsos di sini.

Media Sosial dan Ratusan Juta Penggunanya di Indonesia

Kamus Cambridge mendefinisikan media sosial sebagai situs dan program komputer yang memungkinkan orang untuk berkomunikasi dan berbagi informasi di internet lewat komputer atau ponsel.

Inget, nggak, medsos pertama yang elo pakai? Facebook? Instagram? TikTok? Kalau gue sih, waktu itu lagi zamannya MySpace sama Friendster. Haha.. lawas, ya. Nah, sebelum kedua platform yang gue sebutin tadi, sebenernya udah banyak media sosial yang lahir tapi belum booming seperti sekarang.

Kepopuleran media sosial kian meroket sejak Mark Zuckerberg meluncurkan Facebook di tahun 2004. Nah, menyusul Facebook, para pakar teknologi di Silicon Valley dan di berbagai penjuru dunia mulai tergelitik nih, merilis platform medsos juga dengan berbagai kemasan dan fitur andalan mereka. Sebut saja ada Twitter besutan Jack Dorsey, Instagram, Pinterest, Snapchat, sampai TikTok buatan Tiongkok.

Lantas ada berapa banyak, sih, pengguna medsos di Indonesia? Menurut laporan dari Data Reportal, di negara kita ada sebanyak 191,4 juta pengguna media sosial, lho, per Januari 2022 ini.

Dari banyaknya media sosial yang ada, YouTube tercatat memiliki paling banyak pengguna, yakni sebanyak 139 juta, disusul Instagram dengan 99,15 juta pengguna, lantas TikTok yang punya 92,07 juta pengguna. Kemudian untuk platform burung biru alias Twitter, diindikasikan ada sebanyak 18.45 juta pengguna. Elo termasuk pengguna yang mana, nih? Semuanya? Tenang, gue juga, kok.

Nah, dengan banyaknya sosial media yang elo punya dan akses setiap hari, kebayang, nggak, seberapa banyak informasi yang kita terima setiap harinya? Pastinya, nggak semua informasi itu adalah informasi yang bikin elo happy, kan?

Sejumlah informasi pasti ada yang bikin suasana hati elo berubah dan ujung-ujungnya bikin anxiety. Lebih spesifik lagi, anxiety gara-gara media sosial atau istilahnya social media anxiety.

Apa Itu Social Media Anxiety?

Didefinisikan oleh dari Journal of Mental Health and Human Behaviour, sebuah publikasi yang dikelola oleh para psikiater, anxiety atau kecemasan adalah gangguan kejiwaan yang memuncak di awal masa dewasa dan bisa berpengaruh ke fisik seperti radang sendi, hipertensi dan diabetes. Sedangkan social media anxiety memiliki arti kecemasan sosial yang terkait penggunaan media sosial.

Dilansir dari MayoClinic, sebuah studi di tahun 2019 yang melibatkan lebih dari 6.500 remaja berusia 12-15 tahun di Amerika Serikat, menemukan bahwa mereka yang menghabiskan waktu lebih dari tiga jam dalam sehari memakai media sosial, berpotensi tinggi mengalami masalah kesehatan mental.

Temuan itu diperkuat dengan studi lain di Inggris pada tahun yang sama. Studi ini meneliti lebih dari 12.000 partisipan berusia 13-16 tahun. Penelitian menemukan bahwa mereka yang memakai medsos lebih dari tiga kali sehari memiliki kesehatan mental dan kualitas hidup yang rendah.

Nah, kalau elo sudah terlalu banyak menghabiskan waktu di medsos, jam tidur jadi terganggu. Belum lagi, elo overthinking soal postingan elo atau orang lain, dikit-dikit ngecek smartphones, sampai-sampai elo milih berkutat dengan hp daripada aktivitas lain, wah itu beberapa ciri social media anxiety.

Kan media sosial diciptakan untuk berbagi ya. Tapi, kok, malah bikin mental kita terganggu dan ujung-ujungnya jadi social media anxiety. Ternyata ada sebabnya, nih. Beberapa hal yang berkontribusi atas kecemasan ini salah satunya saat kita udah mulai ngebanding-bandingin. Bandingin diri sama orang lain itu nggak baik, lho. Elo bisa cek lebih dalam di Efek Buruk Membandingkan Diri dan Dibandingkan Terhadap Kepercayaan Diri hingga Prestasi Akademik 

Ngebandingin hidup kita ama temen kita di medsos misalnya. Ini kayak contoh di atas pas elo lihat temen sering travelling, terus elo bandingin deh sama kondisi elo yang nggak sering jalan-jalan.Atau saat elo ngebandingin jumlah like yang elo terima dengan jumlah like temen-temen di circle elo. Ini sih, nggak cuman cemas tapi juga malah jadi tekanan.

Media Sosial, Bikin Happy atau Malah Anxiety? 9
Notifikasi Media Sosial

Tekanan untuk bisa tampil oke dengan engagement yang banyak. Banyak, lho, yang memiliki jumlah like dan follower lebih sedikit dari circlenya, merasa rendah diri dan akhirnya malah kena anxiety.

Jangankan jumlah like yang didapat. Sering nggak setelah elo posting sesuatu, elo malah kepikiran apakah postingan elo cukup oke, captionnya udah bener apa belum. Ngaku, elo begini juga nggak? Ini sih, nggak hanya cemas, tapi juga pressure plus overthinking. Gado-gado, deh.

Kemudian pemicu lain adalah takut ketinggalan atau Fear of Missing Out (FOMO). Lantas, munculnya notifikasi yang terus-terusan juga bisa jadi trigger.

Notifikasi yang datang terus itu bikin ketenangan dan aktivitas terganggu ya. Mau nggak dibuka tapi jatuhnya malah penasaran. Hayo hitung, berapa kali elo ngecek notifikasi medsos di handphone setiap harinya?

Kita Bisa, Kok, Pegang Kendali

Memang media sosial dengan fitur-fiturnya seperti jumlah like dan pop up notification dibuat biar kita nggak bisa lepas dari platform tersebut. Tapi bukan berarti kita sebagai pengguna nggak punya kendali sama sekali.

Meski pengembang media sosial berupaya untuk terus ‘mengikat’ penggunanya, tapi mereka juga memberikan kita kontrol yang bisa diatur sesuai kebutuhan. Nah, kendali semacam ini lah yang bisa kita maksimalkan agar kita bisa lebih bijak memakai medsos.

Seperti contoh di Instagram. IG, tuh udah lama sadar kalau fitur like yang mereka miliki tidak selalu bermanfaat bagi penggunanya. Makanya tahun lalu mereka merilis fitur yang bisa menyembunyikan hitungan like. Seperti yang ditulis di blog resmi mereka, fitur ini adalah untuk mengurangi pressure yang dialami pengguna.

Hampir semua platform juga menyediakan pilihan untuk mengaktifkan atau mematikan notifikasi. Nah, elo bisa pilih opsi itu. Tapi selain memaksimalkan pengaturan-pengaturan yang diberikan developer, hal terpenting adalah datang dari kita dan itu adalah self control. Elo mesti tahu kapan waktu istirahat dari medsos. Jangan sampai jam tidur jadi terganggu atau jamnya pas ngerjain PR jadi tertunda gara-gara medsos.

Saran gue nih, lebih baik nggak perlu terlalu fokus dan ngejar jumlah like juga, ya. Hal ini tentu beda cerita kalau elo menjadi content creator yang lagi kerjasama sama brand.

Oh iya, berusahalah untuk nggak ngebanding-bandingin. Semua orang pasti punya masalahnya sendiri-sendiri dan kebanyakan yang kita bagikan di dunia maya itu yang bagus-bagus saja. So, stop comparing.

Terus, elo juga nggak harus selalu update, kok. Bebaskan diri elo dari ‘tekanan’ harus selalu update dan yakin, deh, elo akan bisa lebih santai.

Kalau di gue pribadi, sih, gue pengen merasa nyaman saat gue posting sesuatu tanpa harus cemas ini itu, apalagi sekadar untuk impress orang-orang tertentu. Gue juga seneng kalo dapet info bermanfaat dari medsos.

Oleh karena itu, pilih-pilih akun mana yang gue follow atau yang ngefollow gue, sangat berdampak buat kenyamanan gue dalam bermedia sosial. Mematikan notifikasi dan posting cuman pas lagi free atau lagi mood aja, juga bikin gue lebih chill dan nggak keseringan mantengin handphone.

Nah, gue yakin, elo pasti punya cara sendiri yang juga bisa bikin elo lebih nyaman dan lebih bijak menyikapi penggunaan media sosial

Oh iya, buat yang demen nonton di Netflix, ada tontonan menarik terkait penggunaan media sosial, judulnya The Social Dilemma (2020). Dokumenter ini mengajak elo untuk melihat media sosial dari sudut pandang lain dan menelisik ‘di balik layar’ lahirnya produk teknologi.

Media sosial sebenernya nggak melulu memiliki dampak negatif. Medsos tetep banyak manfaatnya kalau kita, ya, itu tadi bijak pakainya.

Elo bisa nemu hal-hal baru atau info penting, berbagi ide atau pengalaman, or simply buat seru-seruan aja yang penting bikin kita nambah wawasan or bikin happy, bukannya anxiety. Hidup itu sudah banyak tekanan, masa main medsos aja harus tertekan juga, sih? Hehe…

Nah, kalau elo sendiri ngerasain social media anxiety, gitu nggak sih? Yuk, cerita pengalaman elo di kolom komentar!

Referensi:

Digital 2022: Indonesia – Data Reportal (2022)

The History of Social Media and Its Impact on Business – Research Gate (2011)

Giving People More Control on Instagram and Facebook – Instagram (2021)

Social Media Use, Social Anxiety, and Loneliness: A Systematic Review – Research Gate (2021)

Getting Fewer “Likes” Than Others on Social Media Elicits Emotional Distress Among Victimized Adolescents – Research Gate (2020)

A Cross-sectional Survey of Social Media Anxiety Among Students of University of Nigeria –  Journal of Mental Health and Human Behaviour (2019 )

Tween and Teen Health – Mayo Clinic (2022)

Social Media and Mental Health – Help Guide (2021)

Bagikan Artikel Ini!