Mengenal sustainable living atau gaya hidup berkelanjutan dalam rangka merayakan hari lingkungan hidup sedunia.

Sustainable Living, Gaya Hidup Berkelanjutan Untuk Kebaikan Lingkungan Hidup

Sobat Zenius, ada peringatan internasional yang berhubungan dengan lingkungan, yang dirayakan di awal Juni, lho. 

Elo tahu nggak itu hari yang memperingati apa?

View Results

Loading ... Loading ...

Yap, betul banget, World Environment Day. Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Juni.

Oleh karena itu, izinkan gue memberi ucapan Hari Lingkungan Hidup Sedunia untuk kita semua ya.

Ucapan hari lingkungan hidup sedunia yang diperingati setiap tanggal
Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2022. (Arsip Zenius)

Berdasarkan informasi dari situs United Nation Environment Programme (UNEP), hari tersebut merupakan hari internasional terbesar untuk lingkungan, lho.

Memangnya, gimana sih sejarah Hari Lingkungan Hidup Sedunia?Sejak tahun 1974, hari spesial tersebut telah dirayakan setiap tahun. Dengan UNEP sebagai penyelenggara utama, hari internasional tersebut telah menjadi wadah untuk meningkatkan kesadaran akan lingkungan hidup, dan dimeriahkan oleh jutaan orang dari berbagai belahan dunia.

Pemerintah, badan usaha, masyarakat umum, sekolah, artis, dan komunitas lainnya ikut merayakan hari tersebut. 

Nah, tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini adalah Only One Earth, yang bisa diartikan “hanya satu Bumi”. Wah, kita harus rawat baik-baik ya Bumi kita yang satu-satunya ini.

Fokus utama tema tahun ini adalah Living Sustainably in Harmony with Nature, yang berarti hidup berkelanjutan secara harmonis dengan alam.

Hmm, tampaknya kali ini kita diajak untuk mengenal sustainable living atau gaya hidup berkelanjutan secara lebih jauh nih, supaya kita bisa hidup dengan harmonis dengan lingkungan alam di sekitar kita.

Sebenarnya, apa sih sustainable living itu? Kita bahas bareng-bareng, yuk.

Apa itu Sustainable Living?

Berdasarkan situs Sustainable Jungle, media yang bergerak untuk meningkatkan kesadaran akan gaya hidup berkelanjutan,  sustainable living mengacu pada satu pemikiran atau filosofi praktis yang bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan dengan membuat perubahan positif.

Perubahan positif di sini maksudnya berupa aksi atau keputusan yang bisa membantu melawan perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya. 

Jadi, bisa dibilang, sustainable living merupakan sebuah metode untuk mengurangi carbon footprint (jejak karbon) kita. 

Ya, kalau dipikir-pikir lagi, aktivitas manusia, termasuk elo dan gue, memang banyak menghasilkan karbon dioksida dan karbon lainnya, ya.

Misalnya, kendaraan berbahan bakar fosil, penggunaan rumah kaca, serta berbagai aktivitas industri, semuanya menghasilkan karbon yang berpengaruh negatif terhadap Bumi kita.

Dengan hidup berkelanjutan, kita didorong untuk sebisa mungkin melimitasi penggunaan sumber daya alam yang nggak perlu, serta mengurangi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia. 

Selanjutnya, kita akan membahas berbagai masalah lingkungan, serta contoh implementasi sustainable living secara praktis.

Namun, sebelum itu kita perlu memahami tujuan dan etika pada gaya hidup berkelanjutan dulu, supaya kita paham bahwa sustainable living itu sebenarnya cukup kompleks, dan mempengaruhi sektor lain selain lingkungan.

Coba elo lihat diagram yang diadaptasi dari Penn State University di bawah ini.

Tiga pilar utama dalam kehidupan berkelanjutan yang perlu dipahami masyarakat.
Diagram tiga aspek hidup berkelanjutan. (Arsip Zenius)

Grafik di atas menunjukkan tiga aspek utama dalam gaya hidup berkelanjutan, yaitu society (masyarakat), environment (lingkungan), dan economics (ekonomi).

Di situ, coba elo lihat apa saja hal yang disebutkan pada irisan-irisan tiap lingkaran, yang menggambarkan bagaimana implementasi gaya hidup berkelanjutan.

Kita coba bahas mulai dari irisan sektor masyarakat dan ekonomi deh. Di situ, ada etika bisnis, perdagangan yang adil, dan manfaat yang dirasakan pekerja.

Nah, tiga hal tersebut memang dibutuhkan untuk kehidupan berkelanjutan bagi masyarakat dan dunia ekonomi, agar para pekerja merasa nyaman dan bisa melanjutkan pekerjaan mereka secara terus-menerus.

Tentunya, aspek kehidupan berkelanjutan yang dibahas dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia lebih spesifik ke arah lingkungan ya.

Contohnya, kita bisa lihat dari irisan antara sektor masyarakat dan sektor lingkungan, serta irisan antara sektor ekonomi dan sektor lingkungan.

Seperti diperlukannya kebijakan mengenai konservasi, keadilan bagi lingkungan, teknologi ramah lingkungan, efisiensi energi, serta sumber daya terbarukan.

Oke, sekarang Sobat Zenius tentu sudah mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai sustainable living secara umum. Ternyata, gaya hidup berkelanjutan cukup kompleks ya.

Pada artikel ini, kita lebih fokus membahas sustainable living, yang berkaitan dengan lingkungan secara langsung. 

Dilihat dari informasi yang dikemukakan pada situs Geneva Environment Network, maksud hidup berkelanjutan di sini merujuk pada perubahan transformatif, melalui kebijakan dan keputusan masyarakat, untuk hidup yang lebih “hijau”.

Lantas, hidup yang lebih “hijau” ini maksudnya gimana nih? Coba kita lihat contoh sustainable living di berbagai bidang pada bagian selanjutnya ya.

Contoh Sustainable Living

Pada bagian ini, kita bakal bahas berbagai isu lingkungan di berbagai bidang, serta bagaimana gaya hidup berkelanjutan bisa mengurangi atau bahkan menghentikan peningkatan masalah tersebut.

Transportasi

Sobat Zenius, elo kalau pergi-pergi, biasanya pakai transportasi apa sih? Kalau gue, biasanya pakai transportasi online (mobil atau motor) atau angkutan umum. Maklum, gue belum dapet SIM nih, jadi belum bisa bawa kendaraan sendiri.

Sayangnya, kendaraan yang kita gunakan untuk wara-wiri itu menghasilkan senyawa yang berbahaya lho untuk Bumi kita.

Berdasarkan informasi dari situs Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan Republik Indonesia (2021), kendaraan bermotor berkontribusi sekitar 70% atas pencemaran senyawa berbahaya seperti pencemaran Nitrogen Oksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2) dan Partikulat (PM).

Pencemaran ini biasa terjadi di perkotaan. Parahnya, hal ini menyebabkan polusi udara yang mengganggu kesehatan, dan bahkan bisa merenggut nyawa.

UNEP memaparkan bahwa setiap tahunnya terdapat 6,5 juta orang meninggal akibat paparan udara yang berkualitas buruk. Mengerikan sekali.

Sebagai catatan, zat seperti Nitrogen Oksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), dan Sulfur Dioksida (SO2), dapat menyebabkan masalah pada organ pernapasan dan tenggorokan. Bahkan, seseorang dapat meninggal bila terpapar dengan parah.

Selain berbahaya untuk manusia, zat emisi karbon dari kendaraan juga berpengaruh buruk terhadap Bumi, terutama pada perubahan iklim.

Selain zat yang disebutkan tadi, kendaraan dengan bahan bakar fosil, menghasilkan karbon dioksida yang menyebabkan efek rumah kaca pada Bumi (National Geographic, 2019).

Singkatnya, karbon dioksida mendorong perubahan iklim menjadi lebih panas. Soalnya, zat ini membuat panas dari Matahari terperangkap di dalam atmosfer Bumi.

Seramnya, efek rumah kaca ini berkontribusi besar terhadap adanya cuaca ekstrim, gangguan ekosistem, dan peningkatan kebakaran hutan.

Selain masalah kesehatan dan iklim, perlu diketahui bahwa bahan bakar fosil yang menjadi bahan bakar utama kendaraan itu bersifat nggak terbarukan.

Baca Juga: Krisis Energi, Bagaimana Kabar Energi Terbarukan dan Energi Masa Depan?

Oleh karena itu, bahan bakar fosil sangat terbatas, dan akan habis di masa depan. Lantas, gimana dong cara menggunakan transportasi dengan gaya hidup berkelanjutan?

Paling simpelnya, kita bisa mulai dengan mengurangi penggunaan transportasi berbahan bakar fosil. Gimana caranya?

Apa saja cara mengurangi dan menghindari penggunaan transportasi dengan bahan bakar fosil?
Mengurangi dan menghindari penggunaan transportasi dengan bahan bakar fosil. (Arsip Zenius)

Jika kita pergi ke tempat yang cukup dekat, usahakan gunakan sepeda atau jalan kaki saja ke sana, alih-alih menggunakan kendaraan bermotor.

Selain itu, kita bisa coba menggunakan angkutan umum yang mampu mengangkut banyak penumpang, untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. 

Untuk masalah bahan bakar fosil yang nggak bisa diperbaharui, masyarakat bisa mencoba sumber energi alternatif lain seperti tenaga listrik dan surya.

Bahkan, beberapa tahun ini industri manufaktur otomotif mulai memproduksi mobil dengan bahan bakar nitrogen cair yang digadang-gadang nggak menghasilkan emisi (sisa hasil pembakaran), lho.

Jadi, pada bidang transportasi, kita bisa menjalani gaya hidup berkelanjutan dengan mengurangi penggunaan transportasi berbahan bakar fosil, untuk kebaikan Bumi dan kesehatan kita sendiri.

Makanan

Sobat Zenius, apakah elo familiar dengan istilah food waste? Menurut keterangan dari National Geographic Society (2020), food waste mengacu pada makanan atau bahan pangan yang sebenarnya masih layak dikonsumsi, namun dibuang.

Waduh, sayang banget ya? Jadi ingat, dulu kalau nasi gue sisa dikit, pasti dibilang nasinya bakal nangis. Nggak tega deh buat nyisain nasi.

Parahnya, berdasarkan data dari United Nations Food and Agriculture Organization (FAO), diperkirakan sepertiga makan di dunia merupakan food waste, lho!

Untuk lebih jelasnya, elo bisa lihat data yang telah disusun oleh Statista di bawah ini.

Data food waste di berbagai negara berdasarkan laporan UNEP yang disusun kembali oleh statista.
Data jumlah food waste di dunia. (Dok. Statista 2021)

Dari data di atas, kita bisa melihat jumlah makanan yang terbuang setiap tahunnya. Contohnya, di situ ada Cina dengan 91.646.213 ton makanan yang terbuang per tahun. Banyak banget, ya!

Kebayang nggak, berapa jumlah buah, sayuran, daging, dan bahan pangan lainnya yang terbuang sia-sia? Padahal, jumlah hewan terus berkurang, lho. 

Gue langsung kepikiran deh, jutaan ton ikan di laut dan sungai yang ditangkap, ujung-ujungnya banyak yang terbuang sia-sia. Gimana kalau suatu saat nanti sumber bahan pangan manusia habis atau hilang?

Untuk mendukung sustainable eating, ada contoh tips simpel dari situs Harvard yang bisa kita lakukan nih.

Yang pertama, utamakan konsumsi tumbuhan dibandingkan daging, karena peternakan membutuhkan lebih banyak makanan, air, tanah, serta energi dibanding pertanian. Simpelnya, makanan berbasis tumbuhan lebih sustainable dibanding hewan.

Kedua, makan dengan tenang dan secukupnya, atau mindful eating. Pada hakikatnya, elo diminta untuk benar-benar fokus terhadap makanan elo ketika sedang makan, benar-benar merasakan pengalaman proses makan tersebut (Nelson, 2017).

Kebetulan gue pernah baca buku soal mindful eating ini. Intinya, kita diminta untuk benar-benar menikmati rasa makanan, dan memikirkan segala hal berkaitan tentang makan tersebut. 

Mindful eating meningkatkan kesadaran kita akan apa yang kita konsumsi, bagaimana proses pembuatannya, serta dampaknya di dunia.
Ilustrasi mindful eating. (Arsip Zenius)

Misalnya, ketika gue makan nasi goreng, gue memikirkan bahwa nasi tersebut berasal dari padi yang ditanam oleh para petani, yang kemudian melalui berbagai proses untuk menjadi beras, yang digunakan untuk memasak nasi goreng tersebut.

Itu hanya contoh ya, masih banyak hal yang bisa elo pikirkan, seperti bagaimana persiapan membuat makanan tersebut, apa kegunaan makanan tersebut bagi elo, dan lain sebagainya.

Tujuannya agar kita benar-benar sadar bahwa kita makan, dan nggak makan terlalu berlebihan, serta menyisakan makanan tanpa sadar.

Selain masalah food waste, ada isu lain soal pertanian, di mana para petani menggunakan bahan kimia agar tumbuhan dapat tumbuh dengan lebih mudah.

Masalahnya, bahan kimia yang digunakan untuk mengusir hama, bisa membunuh serangga-serangga dan mengganggu ekosistem, serta mengganggu kesehatan manusia yang mengonsumsinya.

Contoh masalah lain, kalau elo bisa melihat adanya buah atau sayur yang lagi nggak musim di toko, kemungkinan besar pertanian yang menanamnya menggunakan bahan kimia. Sebaiknya, belilah bahan pangan lokal yang sesuai dengan musim.

Lalu, gimana alternatifnya? Elo bisa mencoba beralih ke hasil pertanian organik, atau bahkan, menanam bahan pangan di rumah.

Nggak perlu sampai membuat kebun yang besar, cukup tanam sesuai dengan kebutuhan elo saja. Dengan begitu, bahan pangan elo dapat tumbuh secara berkelanjutan dan memenuhi kebutuhan elo.

Sampah

Sudah lama sampah menjadi salah satu problem lingkungan paling akut di dunia, dan tentunya untuk Indonesia juga.

Menurut informasi dari World Bank, manusia diperkirakan membuang lebih dari dua milyar ton sampah per tahun (CNBC, 2021).

Sampah ini bentuknya macam-macam, ada makanan, plastik, kayu, metal, karet, kaca, kain, kertas, dan lain sebagainya,

Sebagai informasi, Indonesia pernah dikenal sebagai negara peringkat ke-2 di dunia sebagai penghasil sampah plastik di laut, lho. Peringkat tersebut didapatkan berdasarkan hasil sebuah studi di tahun 2015.

Sampah-sampah dari berbagai belahan dunia yang terombang-ambing di laut, pada akhirnya terbawa arus laut, berkumpul, dan membentuk “pulau sampah” di laut. 

Bahkan, ada salah satu pulau sampah terbesar di laut, yang luasnya melebihi negara. Namanya Great Pacific Garbage Patch. Berikut ini perbandingan luas “pulau” tersebut dengan negara Jerman.

Ukuran pulau sampah great pacific garbage patch bila dibandingkan dengan negara jerman besar sekali.
Ilustrasi pulau sampah dibandingkan dengan Jerman. (Dok. Plastic Atlas 2019 via Flickr)

Bahayanya, sampah bisa termakan oleh hewan, dan mengganggu ekosistem di laut. Untuk informasi lebih lanjut mengenai dampak sampah terhadap kehidupan di laut, elo bisa baca artikel di bawah ini.

Baca Juga: Dampak Sampah Plastik di Laut, Berbahaya Banget

Selain sampah di laut, sampah lainnya yang juga perlu diperhatikan. Contohnya, sampah akibat tren dunia fast fashion. Sekali belanja di toko online, kita bisa langsung beberapa baju.

Lalu begitu sudah nggak jaman, ganti musim, atau bosan, baju tersebut bisa terlupakan atau bahkan dibuang. Baju yang dibeli pun lama-kelamaan menumpuk, dan nggak terpakai.

Apalagi sekarang baju sangat mudah dibeli, dengan harga terjangkau, jumlah produksi juga masif, dan promosi menarik yang nggak ada habisnya.

Selain menimbulkan sampah, industri fesyen juga bertanggung jawab atas 8-10% emisi karbon serta 20% limbah cair di dunia (BBC, 2020).

Lalu, bagaimana gaya hidup berkelanjutan yang bisa kita lakukan di bidang sampah plastik dan fesyen ini?

Perkenalkan, 5R! Yap, bukan 3R ya, Sobat Zenius. Kali ini, gue mau memperkenalkan Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Rot, alias 5R. Maksudnya gimana tuh?

Penjelasan apa itu 5R alias refuse, reduce, reuse, recycle, dan rot oleh Bea Johnson.
Informasi tentang 5R. (Arsip Zenius)

Nah, itu tadi merupakan 5R yang diperkenalkan oleh Bea Johnson melalui bukunya  Zero Waste Home. Bea sendiri merupakan seorang aktivis, pembicara, dan penulis di bidang lingkungan asal Amerika Serikat.

Dengan menerapkan 5R di atas, kita bisa melaksanakan gaya hidup berkelanjutan, lho. Gimana nih, Sobat Zenius, sudah dapat pencerahan belum soal sustainable living?

******

Oke, Sobat Zenius, itulah pembahasan mengenai sustainable living atau gaya hidup berkelanjutan, dalam rangka merayakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2022. 

Nah, kalau elo tertarik belajar soal lingkungan, kebetulan banget nih, ada video tentang perubahan iklim global yang dipandu oleh tutor Zenius yang kece banget.

Pastikan elo log in akun Zenius ya, supaya bisa akses video-videonya. Sampai di sini dulu artikel kali ini, dan sampai jumpa di artikel selanjutnya!

Baca Juga: Contoh Perubahan Lingkungan Beserta Penyebab dan Dampak

Referensi

Can fashion ever be sustainable? – BBC (2020)

Carbon dioxide levels are at a record high. Here’s what you need to know. – National Geographic (2019)

Events| World Environment Day – Geneva Environment Network (n.d.)

Food Waste – National Geographic Society (Updated 2020)

Mindful Eating: The Art of Presence While You Eat – Joseph B. Nelson (2017) via National Library of Medicine

NITROGEN OXIDES (nitric oxide, nitrogen dioxide, etc.) – Agency for Toxic Substances and Disease Registry (2002)

The 5 “R’s” of Zero Waste: A Practical Guide – Zero Waste Exchange (2017)

Trillions of pounds of trash: New technology tries to solve an old garbage problem – CNBC (2021)

Uji Emisi Kendaraan Sebagai Bentuk Kontribusi Masyarakat Terhadap Pengendalian Pencemaran Udara – Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan Republik Indonesia (2021)

What Is Sustainable Living? – Sustainable Jungle (n.d.)

World Environment Day 2022 – UNEP (n.d.)

Bagikan Artikel Ini!