Baik dan Benar itu Sama Ga Sih? 17

Baik dan Benar itu Sama Ga Sih?

Apakah mencuri itu perbuatan yang salah, atau perbuatan yang buruk?

Terus gimana kalau kita membantu seorang tua menyeberang jalan, apakah hal tersebut merupakan tindakan yang benar atau baik?

Bagi sebagian orang, baik dan benar, dan juga salah dan buruk, merupakan istilah yang serupa dan ga ada bedanya. Sesuatu yang benar sudah pasti baik, dan juga sebaliknya, bila ada hal yang buruk, maka sudah pasti hal tersebut merupakan sesuatu yang salah.

Benar, salah, baik, dan buruk, memang merupakan istilah yang sangat umum dan kerap kita gunakan untuk mendeskripsikan berbagai fenomena yang kita temui sehari-hari. Ketika kita melihat sesuatu yang kita anggap sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi, misalnya pengendara mobil yang berhenti ketika lampu merah, maka kita mendeskripsikan fenomena tersebut sebagai fenomena yang benar atau baik.

Sebaliknya, ketika kita menyaksikan fenomena yang menurut persepsi kita seharusnya tidak terjadi, kita akan mendeskripsikan fenomena tersebut sebagai sesuatu yang buruk atau salah. Misalnya, ketika kita melihat seseorang yang membuang botol plastik bukan ke tempat sampah, melainkan ke sungai.

Sangat seringnya kita menggunakan istilah benar-salah dan baik-buruk ini membuat sebagian dari kita merasa bahwa kita benar-benar memahami makna dari kedua istilah tersebut. Hampir tidak pernah terbersit di pikiran kita untuk memikirkan ulang, apakah istilah-istilah tersebut memiliki makna yang sama?

*****

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, izinkan gue memperkenalkan salah satu tokoh filsuf kenamaan asal Skotlandia yang hidup pada abad ke-18 bernama David Hume. Hume merupakan salah satu filsuf dan pemikir paling berpengaruh dalam sejarah dunia.

Baik dan Benar itu Sama Ga Sih? 18

David Hume. (Sumber gambar: prospectmagazine.co.uk)

Hume juga merupakan salah satu tokoh yang memiliki kontribusi besar di berbagai bidang, seperti filsafat, sejarah, politik, dan ekonomi. Salah satu ide dari Hume yang paling berpengaruh hingga hari ini adalah mengenai hubungan antara ranah empiris (is), dan ranah normatif (ought). Gagasan ini dikenal dengan nama is-ought problem. Permasalahan (problem) ini ditulis Hume dalam bukunya yang berjudul A Treatise of Human Nature yang terbit pada tahun 1739.

Terlalu ngejelimet? Kira-kira begini penjelasannya.

Pertama-tama kita harus membagi-bagi dulu apa yang dimaksud dengan is-ought problem yang dijabarkan oleh David Hume. Ada tiga kata yang dipakai oleh Hume ini, yakni is, ought, dan problem.

Pertama adalah is. Is di sini merujuk pada suatu pernyataan yang berada pada ranah empiris atau ranah fakta. Bila suatu pernyataan terbukti sesuai dengan kenyataan yang ada, maka pernyataan tersebut dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang benar. Sebaliknya, bila ada statement yang tidak sesuai dengan fakta, maka statement tersebut dapat disimpulkan merupakan sesuatu yang salah.

Gimana sih maksudnya pernyataan yang ada pada ranah empiris atau ranah fakta itu?

Pernyataan pada ranah empiris itu merupakan pernyataan yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan realita yang ada di sekitar kita. Contohnya begini, di depan rumah kalian ada pohon tua yang sangat tinggi. Semua pernyataan terkait pohon tersebut yang berhubungan dengan usia, lebar, tinggi, warna, dan lain-lain merupakan pernyataan pada ranah empiris atau fakta.

Misalnya, pernyataan kalau “tinggi pohon tersebut adalah 30 meter”, merupakan pernyataan pada ranah empiris atau ranah fakta. Pernyataan tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan realita dari pohon yang terletak di depan rumah kalian, dalam hal ini tinggi pohon tersebut.

Untuk membuktikan benar atau salahnya pernyataan tersebut adalah melalui pembuktian empiris, misalnya dengan mengukur tinggi pohon tersebut. Bila tinggi pohon tersebut adalah 30 meter, maka pernyataan tersebut adalah benar. Sebaliknya, bila tinggi pohon tersebut di atas atau di bawah 30 meter, maka pernyataan tersebut adalah salah.

Sains dan ilmu pengetahuan merupakan hal yang berada pada domain empiris atau fakta, karena tujuan dari sains dan ilmu pengetahuan adalah untuk menemukan dan mendeskripsikan realita yang ada di sekitar kita. Untuk menemukan dan mendeskripsikan realita tersebut, dilakukan melalui apa yang kita kenal sebagai metode ilmiah atau metode saintifik. Untuk lebih jelasnya mengenai manfaat belajar ilmu pengetahuan dapat dilihat di artikel blog Zenius berikut.

Nah, bila is dalam is-ought problem yang dikemukakan Hume merujuk pada pernyataan yang berada para ranah fakta atau ranah empiris, ought merupakan hal yang merujuk pada ranah normatif, atau ranah moral.

Bila pernyataan pada ranah empiris atau ranah fakta bertujuan untuk mendeskripsikan atau mengungkapkan realita di sekitar kita, maka ranah normatif atau ranah moral bertujuan untuk mendeskripsikan atau mengungkapkan apa yang seharusnya boleh kita lakukan, dan apa yang tidak.

Terus, gimana sih maksudnya?

Coba kita balik lagi ke ilustrasi pohon tinggi di paragraf sebelumnya. Dengan menggunakan contoh pohon tinggi tersebut, berbeda dengan pernyataan pada ranah empiris atau ranah fakta yang bertujuan untuk mendeskripsikan realita dari pohon tersebut, pernyataan pada ranah empiris atau ranah moral bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal apa saja yang boleh atau tidak boleh kita lakukan terhadap pohon tua tersebut yang berada di depan rumah kita.

Misalnya, pernyataan bahwa “menebang pohon tersebut merupakan sesuatu yang buruk” merupakan pernyataan yang berada pada ranah normatif atau ranah moral. Hal ini dikarenakan pernyataan tersebut bukan bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan realita dari pohon tersebut, namun ditujukan untuk menjelaskan mengenai sesuatu yang boleh atau tidak boleh kita lakukan terhadap pohon tua tersebut.

Oleh karena itu, berbeda dengan sains dan ilmu pengetahuan yang berada pada domain empiris atau fakta, etika dan norma merupakan sesuatu yang berada pada domain domain normatif atau moral. Hal ini dikarenakan, etika dan norma memiliki tujuan yang berbeda dari tujuan sains dan ilmu pengetahuan, yakni untuk menemukan dan mendeskripsikan mengenai hal-hal yang boleh atau tidak boleh kita lakukan.

Lantas bila demikian, bagaimana dengan istilah problem atau masalah dalam is-ought problem yang dikemukakan Hume tersebut?

Problem yang dimaksudkan oleh Hume ini merujuk pada permasalahan mengenai upaya untuk menarik kesimpulan tentang apa yang harus kita lakukan (ought), dengan hanya menggunakan apa yang kita ketahui merupakan fakta empiris (is). Sebelum Hume, banyak pemikir dan filsuf yang memiliki pandangan bahwa kita bisa mengetahui apa yang boleh atau tidak boleh kita lakukan, hanya berdasarkan fakta empiris yang kita temukan dan ketahui.

Namun, Hume memiliki pandangan yang jauh berbeda. Bagi filsuf asal Skotlandia itu, kita tidak bisa semerta-merta menarik kesimpulan mengenai apa yang boleh atau tidak boleh kita lakukan hanya berdasarkan fakta empiris yang ada. Hume berpendapat bahwa, kita baru bisa mendapatkan informasi di ranah normatif atau ranah moral melalui emosi atau perasaan yang kita rasakan.

Kembali ke contoh pohon yang diungkapkan di atas, dengan menggunakan metode ilmiah, kita bisa mengetahui misalnya berbagai realita dari pohon tersebut. Misalnya, berapa tinggi pohon tersebut, berapa usianya, berasal dari spesies apa, dan lain sebagainya. Tetapi, untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan terhadap pohon tersebut, maka kita tidak dapat mengetahui mengenai hal itu hanya berdasarkan informasi yang kita dapat melalui metode ilmiah.

Misalnya, untuk mengetahui apakah kita boleh atau tidak boleh menebang pohon tersebut, pertanyaan tersebut bukanlah merupakan pertanyaan yang berada pada ranah empiris atau ranah fakta, yang bisa dijawab dengan melalui metode ilmiah. Ilmu pengetahuan dan metode ilmiah hanya bisa memberi jawaban atas apa dampak yang akan terjadi bila seseorang menebang pohon tersebut, tetapi bukan perkara apakah kita boleh atau tidak untuk menebang pohon tersebut.

Untuk itu, sangat penting bagi kita semua agar bisa membedakan domain fakta atau domain empiris, dengan domain normatif atau domain moral. Domain fakta atau domain empiris adalah ranah untuk mencari mana yang benar dan mana yang salah, melalui metode ilmiah. Sementara itu, domain moral atau domain normatif adalah ranah untuk menemukan apa yang baik sehingga boleh dilakukan, dan apa yang buruk sehingga harus kita hindari, yang bersumber dari perasaan dan emosi yang kita miliki.

Disinilah perbedaan yang sangat penting terkait dengan dikotomi antara benar-salah, dengan baik-buruk, yang sangat penting. Benar-salah merupakan dikotomi yang digunakan pada ranah atau domain empiris atau fakta, sementara baik-buruk merupakan dikotomi yang berada pada ranah atau domain moral atau normatif.

Nah, karena itu, jangan sampai kalian tertukar atau mencampuradukkan antara domain fakta atau empiris, dengan domain normatif atau moral. Kedua domain tersebut adalah domain yang tidak sama, serta memiliki metode dan tujuan yang sangat berbeda.

Bagikan Artikel Ini!