tentara amerika serikat di afghanistan

Usai Tragedi 9/11, Mengapa AS Menyerbu Afghanistan?

Tragedi 9/11 atau serangan 11 September 2001 menjadi tonggak dimulainya kampanye Perang Global Melawan Terorisme besutan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush. Demi mengejar pelaku Tragedi 9/11, AS menyerbu Afghanistan yang dituding sebagai sarang Al Qaeda.

Bukan tanpa sebab The New York Times menyebut Tragedi 9/11 “serangan teroris terburuk dan paling berani dalam sejarah Amerika”. Pagi baru saja dimulai saat suara dentuman hebat memecah langit Manhattan. Api berkobar-kobar dari Menara Utara World Trade Center setelah dihantam pesawat komersil American Airlines. Warga sekitar berhamburan menghindari asap reruntuhan gedung yang melahap hingga ratusan meter. Kepanikan massal yang terjadi, menurut The Washington Post, menandingi momen pengeboman Pearl Harbor di Hawaii saat Perang Dunia II. Titik penyerangan kali ini berada di jantung perekonomian AS, bukan Hawaii nan jauh di luar benua Amerika.

Maka saat itu, semua orang langsung sepakat begitu otoritas AS menyebut “the homeland—tanah air mereka, tengah diserang. Apalagi menara kembar WTC bukan satu-satunya target. Serangan berlanjut bertubi-tubi: gedung Pentagon (markas besar Departemen Pertahanan AS) di Arlington, Virginia, selanjutnya antara Capitol Hill atau White House namun gagal setelah pesawat teroris jatuh di Shanksville, Pennsylvania.

tragedi 9/11, serangan 11 september 2001
Reruntuhan sayap barat Gedung Pentagon di Arlington, Virginia. (Sumber: U.S. Navy Photo by Photographer’s Mate 2nd Class Lisa Borges via Wikimedia Commons)

Tahun ini menjadi momen peringatan 20 tahun serangan 11 September, bakal ada serentetan pemberitaan kilas balik yang disuguhkan ke kita. Mungkin lo bakal ngerasa overwhelmed banget, apalagi belakang ini peristiwa kebangkitan Taliban di Afghanistan udah duluan merajai arus berita nasional maupun internasional. Satu obrolan kerap mencampuradukkan mereka, bareng tokoh-tokoh kunci lain kayak Osama bin Laden dan Mullah Mohammad Omar. Jadi penasaran gak sih, memang di mana letak figur-figur ini beririsan?

Gue mencoba mengulik rangkaian kejadian dan tokoh yang terlibat tragedi 9/11. Bener gak sih tuduhan mereka sebagai otak serangan 9/11? Dari mana awal klaim tersebut? Apa legitimasi AS sebelum meluncurkan kampanye War on Terror? Penelusuran gue pun membawa ke banyak banget informasi dari berbagai sumber. Lewat tulisan ini gue akan berbagi insight yang gue temukan. Siapin cemilan ya, it’s gonna be a long ride!

Kronologi Serangan 11 September

tragedi serangan 11 september 2001 zenius
Kabut asap menyebar dalam radius ratusan meter setelah World Trade Center dihantam pesawat oleh teroris pembajak pada 11 September 2001. (Sumber: Fox News via Wikimedia Commons)

Runutan waktu terjadinya tragedi 9/11 ini disusun berdasarkan rilis dokumen The 9/11 Commission Report dari Federation of American Scientist dan berbagai sumber lain. Berikut kronologi serangan teroris pada 11 September 2001 dalam zona waktu setempat yakni Eastern Standard Time (EST).

Usai Tragedi 9/11, Mengapa AS Menyerbu Afghanistan? 33

Siapa dalang Tragedi 9/11?

Untuk mengerucutkan bahasan terkait tokoh-tokoh yang menurut AS terlibat dalam tragedi 9/11, pertama-tama kita bisa berpegang pada pidato Presiden George W. Bush pada 20 September 2001 di hadapan anggota Kongres. Ada dua kelompok yang disebut: Pertama, Al Qaeda dan pemimpinnya, Osama bin Laden; Kedua, Taliban.

Baik video maupun transkrip pidato Bush terekam dalam arsip milik kantor berita The Associated Press, tertanggal 20 September 2001: 

“Americans are asking who attacked our country? The evidence we have gathered all points to a collection of loosely affiliated terrorist organization known as Al Qaeda.” – George W. Bush.

Nama Osama bin Laden pun disebut pertama kalinya dalam pidato hari itu.

“This group and its leader—a person named Osama bin Laden—are linked to many other organizations in different countries, including the Egyptian Islamic Jihad and the Islamic Movement of Uzbekistan. There are thousands of these terrorists in more than 60 countries.– George W. Bush.

Presiden Bush juga bicara keterkaitan Osama bin Laden dengan organisasi bernama Taliban yang pada saat itu menguasai Afghanistan sejak tahun 1996. Osama bermukim di Afghanistan setelah berpindah dari Sudan menjelang akhir 1990-an.

“The leadership of Al Qaeda has great influence in Afghanistan and supports the Taliban regime in controlling most of that country. In Afghanistan, we see al Qaeda’s vision for the world.” – George W. Bush.
Usai Tragedi 9/11, Mengapa AS Menyerbu Afghanistan? 34
Gedung WTC Tower 7 ikut runtuh setelah terkena sulutan api dari puing-puing Menara Utara yang pertama kali ditabrak pesawat. (Sumber: DrBurningBunny via Wikimedia Commons

Bush mengeklaim ada cukup bukti keterlibatan Al Qaeda dengan serangan 11 September. Selanjutnya, ultimatum tertuju ke Taliban: tutup kamp pelatihan teroris di Afghanistan dan serahkan Osama bin Laden kalau enggak mau “bernasib sama”. Taliban menolak. Kasih bukti yang valid, baru AS boleh menyentuh Osama bin Laden.

Diksi “nasib” yang dimaksud Bush, keluar taringnya dua pekan kemudian: pasukan militer AS membombardir Afghanistan lewat serangan udara pada 7 Oktober 2001. AS memberinya nama resmi Operation Enduring Freedom (OEF), dibantu pasukan dari rekannya sesama anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO), Inggris. OEF menjadi bagian kampanye global War On Terror yang dicanangkan Bush—perang melawan terorisme.

invasi amerika serikat ke afghanistan zenius
Pesawat milik pasukan militer AS melintasi Pegunungan Hindu Kush di Afghanistan pada awal tahun 2002. (Sumber: Lt. Col. Pete Gadd via Wikimedia Commons)

Saat awal masuknya pasukan militer AS ke Afghanistan, kritik tertuju ke pemerintahan Bush. Apakah ulah suatu kelompok cukup dijadikan legitimasi untuk menyerang sebuah negara? Untuk memeriksa kebenaran klaim yang jadi legitimasi pun jadi persoalan. Mengutip tesis Tagor Siagian yang mengkaji perang AS di Afghanistan, butuh netralitas dan kemampuan jurnalistik tingkat tinggi untuk meliput kedua sisi. Ada banyak bacaan terkait sejarah Al Qaeda dan pergerakan kelompok Mujahidin di Afghanistan, namun sedikit sekali yang melihat dari sudut pandang para mujahid.

Terus, bagaimana menjawab siapa dalang tragedi 9/11? Klaim Bush baru terjawab pada tahun 2004, saat kiriman videotape dari orang tak dikenal tiba di kantor berita Al-Jazeera biro Pakistan. Transkrip terjemahan video kemudian disebar BBC pada 24 Oktober 2004. Terekam momen Osama bin Laden mengakui kelompoknya sebagai otak serangan 11 September.

“Oh American people, my talk to you is about the best way to avoid another Manhattan, about the war, its causes, and results….”  Osama bin Laden

Pemicu serangan, lanjut Osama, adalah peran AS dalam invasi Israel ke Lebanon pada 1982. 

“The events that influenced me directly trace back to 1982 and subsequent events when the United States gave permission to the Israelis to invade Lebanon, with the aid of the sixth US fleet.”Osama bin Laden

Nah, mungkin ada dari lo yang mikir, “Hah udah segitu doang? Gimana dengan teori-teori konspirasi yang bertebaran nih? Katanya ada campur tangan AS ya di Tragedi 9/11?” Hmm, gue gak menampik kalau bahasan soal pelaku serangan 11 September akan sangat mungkin menimbulkan perdebatan sampai detik ini.

Tapi yang namanya teori konspirasi akan sangat sulit dibuktikan. Yang kita punya sekarang hanyalah fakta yang bersumber dari pengakuan Osama bin Laden. Sungguh jauh lebih baik karena berpegang pada spekulasi dan “konon katanya” bukanlah sebuah pilihan.

Mengapa AS menyerbu Afghanistan usai Tragedi 9/11?

Begitu AS mengidentifikasi serangan otak serangan 11 September dan mengumumkan kampanye War on Terror, targetnya menjadi pernyataan: Mengapa harus Afghanistan? Osama bin Laden kan orang Arab Saudi. Amerika ada urusan apa sih di Afghanistan?

Thomas R Mockaitis dalam buku Osama Bin Laden: A Biography mencatat hubungan Osama bin Laden dan Amerika Serikat sudah dimulai jauh sebelum serangan 11 September. Kedua terkoneksi secara langsung ketika Osama bin Laden—bersama Al Qaeda yang kemudian dibentuknya pada 1988, membantu gerilyawan Mujahidin di Afghanistan melawan pendudukan Uni Soviet (1979-1989). 

AS sebagai penyokong dana utama para mujahid, bersama Pakistan, Arab Saudi, Inggris, dan China. Dana juga mengalir dari kantong pribadi Osama bin Laden. Eh, kok China ikutan? Dia bukannya komunis juga ya? Saat itu, China melihat Uni Soviet sebagai ancaman hagemoninya di Asia, jadi milih buat melibatkan diri.

osama bin laden zenius
Osama bin Laden saat wawancara dengan jurnalis Pakistan, Hamid Mir, pada November 2001 (Sumber: Hamid Mir via Wikimedia Commons)

Berdasarkan timeline perang Afghanistan-Uni Soviet, peristiwa ini berlangsung dalam suasana Perang Dingin antara Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Soviet). Perjuangan Mujahidin melawan Soviet mendorong AS dan sekutu-sekutunya ikut campur. Presiden AS saat itu, Jimmy Carter, langsung bereaksi dengan mengembargo gandum, memboikot Olimpiade 1980 di Moskow, mengerahkan Central Intelligence Agency (CIA) untuk melatih Mujahidin taktik perang gerilya, sampai memasok alat perang: bazoka, roket, peluncur roket, senjata api, dan amunisi.

Baca Juga:

Kenapa Amerika Serikat Menjatuhkan Bom Atom di Jepang?

Kenapa Korea Terpisah Menjadi Korea Selatan dan Korea Utara pada 1945?

Amerika Serikat, Pertapa yang Jadi Polisi Dunia (Bagian 1)

Pasokan senjata dari AS ini jadi game changer, terutama ketika pasukan Mujahidin menerima misil Stinger menjelang akhir 1986. Senjata rudal ini dioperasikan dengan memanggulnya di bahu, kemudian ditembakkan ke udara. Dengan rudal Stinger, Mujahidin bisa menjatuhkan helikopter tempur dan jet pembom milik pasukan militer Soviet. Ketahanan militer Soviet makin terpukul hingga akhirnya keluar dari Afghanistan pada 1989.

kelompok mujahidin afghanistan
Kelompok Mujahidin Afghanistan mengoperasikan Stinger untuk menghalau pesawat tempur Uni Soviet. (Sumber: U.S. National Archives & DVIDS)

Lebih dari satu dekade berikutnya, kenapa AS malah menyerbu negeri yang dulu mati-matian dibela saat invasi Soviet? Selama tahun-tahun sebelum Tragedi 9/11, Osama bin Laden juga terang-terangan menunjukkan kebencian pada AS. Seperti pada 1998, ia menyerukan ajakan ke umat Islam untuk membunuh warga AS di manapun. Tragedi 9/11 jadi puncaknya. Bingung gak? Osama kan digembleng secara militer sama CIA semasa invasi Soviet. Bukankah artinya Osama bin Laden didikan AS? Jawabannya bisa ditarik dari berbagai sisi. Kita kupas satu per satu ya.

Kebijakan luar negeri Amerika Serikat

Administrasi Bush saat Tragedi 9/11 didominasi kelompok hawkish. Sesuai akar istilahnya, hawkish berasal dari kata hawk—burung elang, mencerminkan pandangan politik yang cenderung menyerang dengan agresif. 

Menurut Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Yanyan Mochamad Yani, dalam esai Prospek Hubungan AS dan Gerakan Politik Islam, pandangan hawkish dalam kebijakan luar negeri AS dimotori tiga tokoh utama: Dick Cheney (Wakil Presiden), Donald Rumsfeld (mantan Menteri Pertahanan), dan Paul Wolfowitz (mantan Presiden Bank Dunia).

Ketiga pejabat di lingkaran Bush ini sangat berkuasa memaksakan kehendak ala hawkish akan ide “kekaisaran Amerika” yang meliputi seluruh dunia. Salah satu strategi militer untuk mencapai tujuan Amerikanisasi tersebut berlandaskan doktrin “the best defense is a good offense” atau yang lebih dikenal sebagai doktrin pre-emptive strike.

Pandangan tersebut melahirkan kebijakan bercorak uniteralis atau sepihak, dengan anggapan bahwa Amerika Serikat sebagai satu-satunya penjamin keamanan global. Sehingga segala keputusannya pasti demi kebaikan dunia. Termasuk saat AS melakukan intervensi ke negara lain.

Saat Tragedi 9/11 pecah, War on Terror adalah a good offense yang dipercaya jadi jalan terbaik menghalau Tragedi 9/11 jilid dua. Perburuan terorisme pun dimulai dari negeri tandus bernama Afghanistan yang dituding sebagai sarang Al Qaeda.

Kondisi politik di Afghanistan

Afghanistan sebelum serbuan Soviet adalah negeri yang sarat perang saudara. Banyak faksi atau kelompok saling bertikai untuk berebut pengaruh. Tiap desa punya war lord atau panglima perangnya sendiri. Sangat sulit mencari titik temu antarfaksi karena masyarakat Afghanistan masih kental budaya kesukuan. Populasi di sana berasal dari bermacam suku, Pashtun sebagai mayoritas dan suku-suku lain seperti Tajik, Uzbek, dan Hazara.

Invasi Soviet pada 1979 menyatukan mereka dalam berjihad melawan penjajah asing. Dari situ, istilah Mujahidin berasal, para mujahid, yang artinya orang yang berjuang demi membela agama Islam. Sebelumnya, motif pergerakan didominasi rasa ke-Pashtun-an, ke-Tajik-an, atau ke-Uzbek-an antarfaksi.

Kok bisa Soviet bikin konflik saudara sempat mereda, meskipun cuma untuk 10 tahun? Sebetulnya intervensi Soviet telah berada di tubuh pemerintahan Afghanistan sebelum serbuan pada 24 Desember 1979. Setelah kudeta Raja Zahir Sah pada 1973, Afghanistan beralih menjadi negara republik. Mohammed Daoud Khan jadi presiden pertama pasca-kudeta.

Penggulingan penguasa lalu kembali terjadi, kali ini digerakkan oleh Partai Demokrasi Rakyat Afghanistan (PDPA). Rezim yang diusung PDPA, dari Presiden Nur Muhamad Taraki, hingga presiden yang terakhir berkuasa pada 1996, Najibullah Ahmadzai, seluruhnya pro-Soviet.

Sejak Taraki menjabat, mulai muncul percikan perlawanan dari kelompok agama. Dalam catatan Encyclopedia Britannica, penduduk Afghanistan yang mayoritas Muslim memprotes corak Marxisme-Leninisme dalam kebijakan pemerintah, seperti reformasi pertanahan (land reform). Ketegangan memuncak saat invasi Soviet 1979 menyusul dibunuhnya Taraki oleh perdana menterinya sendiri, Hafizullah Amin.

Usai Tragedi 9/11, Mengapa AS Menyerbu Afghanistan? 35
(Kiri) Nur Muhammad Taraki, Presiden Afghanistan yang memerintah pada 1978-1979. (Kanan) Hafizullah Amin, presiden Afghanistan yang memerintah 14 September – 27 Desember 1979 (Sumber: Wikimedia Commons)

History.com mencatat invasi Soviet melibatkan 280 pesawat angkut dan tiga regu masing-masing diisi hampir 8.500 tentara. Hanya dalam waktu tiga hari, Soviet berhasil menggulingkan Amin dan menggantinya dengan Babrak Karmal.

Apa lantas kekacauan jadi beres? Kedatangan Soviet ini justru menegaskan kecondongan penguasa Afghanistan terhadap ideologi komunisme. Kira-kira gini pandangan di tengah rakyatnya: “Komunismenya udah parah nih, sampe Soviet main dateng-dateng aja bawa tentara. Ini invasi nih namanya!” Baru mereka tersadar, mereka sedang dijajah.

Komunisme jadi musuh bersama.

Selama 10 tahun, pertikaian antarsuku terlupakan. Soviet di depan mata mereka jadi musuh yang nyata. Dari situ kemunculan Mujahidin yang menyatukan pejuang multi-etnis, atau menurut istilah yang dipakai Encyclopedia Britannica: gerilyawan Islam anti-komunis.

AS sangat aware dengan riwayat pergerakan Mujahidin ini, bahkan AS juga kan yang pernah mendanai perlawanan mereka? Karena itu, AS pasti tahu banget cara memanfaatkan situasi dan psikologis Mujahidin demi mengejar target ‘War on Terror’-nya, Osama bin Laden. Karena sebelum menyerbu Afghanistan pada Oktober 2001, ada satu faksi Mujahidin setempat yang harus dihadapi: Taliban.

‘War on Terror’ mengubah arti musuh

Pas kepergian Soviet, sudah bisa ditebak, Afghanistan kembali jatuh ke perang saudara. Dalam melawan Soviet, mereka nekat dan beringas sebagaimana julukannya: “pasukan berani mati”. Tapi begitu kehilangan musuh bersama, berarti kembali ke kepentingan masing-masing. Mengutip laporan Quil Lawrence, jurnalis NPR yang pernah bertugas di Afghanistan, cuma satu hal aja sih yang para mujahid gak bisa lakuin: bersatu untuk memerintah Afghanistan.

Di tengah kekacauan situasi dalam negeri, Taliban dibentuk pada September 1994. Jadi, Taliban secara resmi belum ada semasa invasi Soviet. Namun pendirinya, Mullah Mohammad Omar, merupakan mujahid veteran era Soviet. Laporan Tempo pada 2001 menyebut pejuang Taliban rata-rata alumni Madrasah Darul Ulum Haqqania yang berlokasi di Akora Khattak, perbatasan Pakistan-Afghanistan. Di madrasah inilah mereka menimba ilmu agama. Nama Taliban sendiri berasal dari kata “pelajar” dalam bahasa Phastun.

Usai Tragedi 9/11, Mengapa AS Menyerbu Afghanistan? 36
Tentara Amerika Serikat dalam misi pengejaran anggota Taliban di Distrik Daychopan, Afghanistan, pada 4 September 2003. (Sumber: Staff Sgt. Kyle Davis via Wikimedia Commons)

Taliban berhasil merebut Kabul pada 1996. Kebijakan Taliban selama berkuasa dianggap sangat represif. Perempuan dilarang bersekolah dan bekerja. Segala bentuk hiburan seperti televisi dan bioskop dilarang. Meski di sisi lain, rakyat merasa aman dengan penegakan hukum qisas bagi kriminal: potong tangan bagi pencuri dan hukuman mati bagi pembunuh. An eye for an eye.

Benih-benih anti-Taliban kian meruncing. Terutama dari faksi Aliansi Utara. Aliansi Utara mempersatukan kelompok-kelompok lain untuk melawan pemerintahan Taliban. Tokoh-tokohnya ada Burhanuddin Rabbani (mantan presiden periode 1992-1996) dan Ahmad Shah Massoud (mantan menhan). 

Kampanye War on Terror-nya administrasi Bush pasca tragedi 9/11 jadi keuntungan tersendiri buat pergerakan Aliansi Utara. Karena secara ideologi kelompok, Aliansi Utara adalah gandengan AS paling ideal buat menumpas target War on Terror—sebagaimana tersebut di pidato Bush depan Kongres September 2001: Osama bin Laden dan Taliban yang memberinya perlindungan.

Terorisme jadi musuh bersama.

17 Desember 2001, Afghanistan jatuh ke tangan koalisi militer AS dan faksi anti-Taliban. Mayoritas anggota Taliban dan Al Qaeda berhasil kabur ke Pakistan, sebagian lagi bersembunyi ke daerah pedesaan atau pegunungan terpencil. Osama bin Laden, target utama AS, menghilang tanpa jejak selama hampir satu dekade. 

Mengapa Osama bin Laden Diburu usai Tragedi 9/11?

Berbagai catatan biografi Osama bin Laden menggambarkannya sebagai sosok anak konglomerat yang memilih angkat senjata bersama mujahid di Afghanistan era invasi Soviet. Infrastruktur pelatihan dan dana operasional berasal dari kantong pribadinya sendiri. Sebagai pewaris bisnis keluarga, ia memiliki kekayaan hingga ratusan miliar dolar AS. 

Sentimennya terhadap AS mencuat setelah campur tangan Negeri Paman Sam saat Irak mencaplok Kuwait pada 1990. CNN melansir, Osama bin Laden dilaporkan marah dengan kedatangan pasukan militer AS di Arab Saudi, tempat dua kota suci bagi umat Islam: Mekah dan Madinah.

Penolakan Osama bin Laden berbuntut diusirnya dia oleh rezim Saudi saat itu. Pada 1991, Osama dan para pengikutnya pindah ke Sudan. AS mengendus kiprah Osama dalam konflik di Somalia saat AS mengirim pasukan militer dalam misi kemanusiaan PBB. Osama dituduh mengirim beberapa pengikutnya untuk melatih para war lord setempat agar melawan pasukan AS.

Sejumlah serangan teroris secara beruntun menyeret nama Osama bin Laden: pemboman gedung WTC pada 26 Februari 1993, pembunuhan 18 prajurit AS di Somalia pada Oktober 1993, dan ledakan bom mobil di Riyadh pada 1995 yang menewaskan lima perwira AS.

Catatan redaksi Tempo, Arab dan AS menekan Sudan untuk mengusir Osama bin Laden. Karena gak mau menyulitkan pemerintah Sudan, Osama memilih kembali ke negeri tempat kawan lama seperjuangannya, Afghanistan. Langkah ini justru dinilai bakal membuat intelijen AS sulit memantau gerak-geriknya.

“Itu sama saja mengirim Lenin balik ke Rusia,” komentar seorang diplomat Amerika dikutip Tempo. 

Saat Tragedi 9/11, telunjuk AS kembali mengarah ke Osama bin Laden. Kiprahnya selama ini jadi faktor pemberat. Jurnal analisis intelijen Jane’s Intelligent Digest (JID) menyebut sejumlah faktor yang menjadikan Osama bin Laden dan kelompoknya, Al Qaeda, tersangka paling potensial, karena ciri-ciri pelaku mengarah ke sang komandan:

  • Secara ekstrem membenci AS 
  • Punya keahlian menyelundup ke AS
  • Ahli dalam pembajakan pesawat
  • Tidak peduli akan ada pembalasan militer AS
  • Punya dorongan kuat untuk mati syahid

Singkatnya, AS menuduh Osama sebagai otak serangan 11 September karena dia punya motif, dana, dan pasukan. Pelariannya selama sepuluh tahun setelah kabur dari Afghanistan berakhir pada 2 Mei 2011 di Abbottabad, Pakistan. Serbuan berdarah dari pasukan khusus Angkatan Laut AS menewaskan Osama dan beberapa orang di rumah persembunyiannya.

Berarti, sudah sepuluh tahun juga sejak kematian teroris buronan nomer satu AS ini. Menjadi tanda tanya, ketika AS masih beroperasi di Afghanistan sebelum hengkang tahun ini. Bukankah tujuannya dalam kampanye War on Terror sudah tercapai? Bahasan soal ini akan dibuat terpisah dalam tulisan selanjutnya ya. Sampai ketemu di sana!

Seperti biasa, kalau lo ada pendapat lain, sampaikan aja di kolom komentar. Atau mau request topik yang menurut lo menarik buat ada di Zen Blog? Boleh banget ya, silakan!

Referensi:

Mockaitis, Thomas R. (2010). Osama Bin Laden: A Biography. California: Greenwood.

Yani, Yanyan Mochamad. (2010). Prospek Hubungan AS dan Gerakan Politik Islam. Pustaka Ilmiah Universitas Padjadjaran.

Siagian, Tagor. (2012). Strategi far enemy Al Qaeda dan jaringan melawan Amerika Serikat, NATO dan Sekutu dalam perang asimetrik di Afghanistan dan Irak, 2001-2011. Universitas Indonesia Library.

Pusat Data dan Analisa Tempo. (2019). Tragedi 11 September 2001 – Seri I. Jakarta: TEMPO Publishing.

Pusat Data dan Analisa Tempo. (2019). Tragedi 11 September 2001 – Seri II. Jakarta: TEMPO Publishing.

http://www.aparchive.com/metadata/youtube/118252bc676c4d289eeced61821544a7

https://www.npr.org/2010/12/07/131884473/Afghanistan-After-The-Soviet-Withdrawal

https://www.cfr.org/timeline/us-war-afghanistan

https://edition.cnn.com/2013/08/30/world/osama-bin-laden-fast-facts/index.html

http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/3966817.stm

https://newrepublic.com/article/163119/twenty-year-anniversary-911-attacks

https://www.britannica.com/biography/Nur-Mohammad-Taraki

https://www.britannica.com/place/Afghanistan/Civil-war-communist-phase-1978-92

https://thediplomat.com/2019/12/40-years-after-his-death-hafizullah-amin-casts-a-long-shadow-in-afghanistan/

Bagikan Artikel Ini!