Banyak sekali tes bakat dan minat melalui analisis sidik jari. Apakah mungkin sidik jari bisa mengukur bakat dan minat manusia? Mari kita bedah metode ini.
Rasanya baru kemarin ganti seragam dari putih-dongker jadi putih-abu-abu. Bisa pulang sekolah cepet, trus lanjut pergi jalan-jalan bareng temen atau main game sampe malam.
Tapi sekarang, beban belajar buat anak kelas 12 rasanya meningkat berkali-kali lipat.
Ada buanyak bangeet PR buat anak kelas 12 sekarang ini. Mulai dari tugas sekolah, ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian praktik, ujian sekolah, ujian nasional, sampe seleksi masuk universitas yang banyak macemnya. Super padat!
Para siswa kelas 12 udah harus tobat fokus menghadapi akhir dari masa belajar mereka di jenjang SMA/SMK. Dari yang tadinya masih cuek, nyantai, atau sibuk ngomongin Youtuber,, sekarang topik pembicaraan di kelas jadi lebih “berat”:
Andra : “Gue ntar bakal masuk Akpol. Disuruh nerusin jejak bapak jadi polisi.”
Budi : “Gue mau coba nerusin ke IT deh. Kayaknya lagi ngetren banget sekarang.”
Cintya : “Gue jago di Biologi sih. Mungkin gue lanjut ke Kedokteran aja kali ya?!”
A, B, C : “Kalo lo mau nerusin ke mana, Don?”
Dono : “Mmhh…”
Siapa yang ngerasa nasibnya persis banget kayak Dono? Hayo ngakuu.. 😀
Yak, selain belajar, ada lagi satu PR yang ga kalah penting buat dipikirin, yaitu mau lanjut ke mana nanti kelar SMA/SMK.
Ketika beberapa teman sudah memiliki rencana yang jelas atau sedikit bayangan tentang masa depan mereka, gue yakin ada banyak anak kelas 12 atau bahkan Alumni SMA/SMK di luar sana yang masih nge-blank soal masa depannya.
Kayaknya baru pertama kali dalam hidup, lo diminta untuk mikirin sendiri secara serius arah hidup lo ke depannya.
Sebelum-sebelumnya mah, life was easy as going with the flow. Dari masuk TK, SD, SMP, sampe SMA, tinggal didaftarin dan nurut aja apa kata mama papa. Tapi kali ini, berbeda. Lo bakal dihujani pertanyaan-pertanyaan yang bikin galau berhari-hari.
“Mau masuk perguruan tinggi negeri atau swasta? Atau perguruan tinggi kedinasan? Atau ke luar negeri aja sekalian? Minat gue apa sih? Bakat gue di mana? Ntar gue kerja mau jadi apa? Apa ngikut aja kata ortu lagi?”
Cerita sedikit, gue punya sahabat deket. Dari kecil, doi udah suka banget dengan dunia fotografi. Masuk SMP, doi udah bisa hasilin duit lewat foto. Masuk kuliah, doi belajar fotografi.
Sampe sekarang, di dunia kerja, doi udah sampe ke level fotografer senior profesional.
Bahkan doi pernah bilang: “Gue mau motret sampe gue mati!!” Gile ga tuh? Nih orang “beruntung” banget ya bisa tau apa yang mau dia jalani di hidupnya dari kecil.
Iri ga sih lo dengan orang-orang yang kayaknya udah jelas banget arah hidupnya. Seolah-olah dia ini udah mantep banget sama pilihan hidupnya dan ga pernah sedikit pun mereka meragukan jalur yang dipilih.
Ahh.. seandainya aja ada cara mudah untuk mengetahui potensi bakat dan minat kita. Seandainya aja ada cara cepat yang bisa memberi jawaban atas kegalauan kita dalam waktu yang mepet ini.
Nah, di saat-saat yang membingungkan ini, orang tua, guru, dan pihak sekolah mencoba mencarikan alat yang dapat membantu para siswanya menentukan pilihan jurusan kuliah.
Dari berbagai jenis medium/alat yang masuk ke sekolah, gue melihat ada satu alat bantu yang lumayan populer, yaitu Tes Analisis Bakat Sidik Jari (Fingerprint Analysis).
Beberapa tahun belakangan, penyedia jasa Tes Analisis Bakat Sidik Jari lumayan sering bekerja sama dengan berbagai sekolah untuk mengadakan tes sidik jari massal. Buat yang belum familiar dengan tes ini, gue coba jelasin secara singkat ya.
Tes Analisis Bakat Sidik Jari adalah metode yang (katanya) dapat menganalisis bakat, kecerdasan, gaya belajar, hingga karakter seseorang hanya dengan melakukan scanning sidik jari.
Karena sidik jari setiap manusia berbeda dan bersifat permanen, seharusnya sidik jari bisa menjadi “jembatan” untuk memetakan fungsi otak dan mengungkap segala “rahasia” kepribadian seseorang.
Biaya dari tes ini konon mencapai ratusan ribu rupiah.
Dengan proses yang lumayan cepet dan biaya yang relatif terjangkau, kita bisa tau segala-galanya tentang diri kita.
Kalo hasilnya bilang kita introvert, kita ga perlu repot belajar terbuka pada orang lain, karena itulah takdir kita.
Kalo hasilnya bilang kita memiliki potensi sebagai pekerja outdoor, kita ga perlu menyia-nyiakan waktu kuliah dan mencari kerjaan kantoran karena di outdoor-lah potensi kita yang digariskan sejak lahir.
Orang tua kita juga bakal kebantu banget. Seorang ibu yang sudah mengetahui seluruh “rahasia” kepribadian anaknya melalui tes sidik jari, tinggal ongkang-ongkang kaki karena dia hanya perlu mengatur anaknya sesuai dengan petunjuk hasil tes analisis sidik jari, dan anaknya akan menjadi orang yang pandai, jujur, kreatif, berbakti pada orang tua, beriman, bertakwa, saleh/salehah.
Wiihh.. canggih juga ya. Udah kayak karakter game aja, bisa tau stats atau skill level-nya gitu.
What a revelation. This could change the world. It’s too good to be true!
Oh Wait..
Bentar bentar guys.. Biasanya ya, sesuatu yang “too good to be true” itu rada sulit dipercaya dan butuh pemeriksaan lebih lanjut.
Seharusnya lo bisa kritis di sini, karena ini menyangkut masa depan lo beberapa tahun ke depan. Kalo pun sesuatu yang “too good to be true” itu beneran valid, ga ada salahnya kita periksa lebih dalam biar kita semakin yakin akan kebenarannya.
Nah, pada artikel ini, gue ingin mengajak lo semua untuk menelusuri dan memeriksa apakah benar Tes Analisis Bakat Sidik Jari (Fingerprint Analysis) itu valid? Apakah benar sidik jari bisa memetakan kecerdasan seseorang?
Kuy kita bahas bareng.
Daftar Isi
Kejanggalan Logika pada Tes Analisis Bakat Sidik Jari
Oke, sebelum kita masuk ke pembahasan teknis, coba kita bahas pake common sense aja dulu.
Misalnya, lo baru denger pertama kali tentang Tes Analisis Bakat Sidik Jari. Tanpa mengetahui pengetahuan teknis mengenai mekanisme tes ini, sebenernya ada kejanggalan logika (logical flaw) di konsep tes itu sendiri.
Ada yang ngeh? Coba lo pikir dulu.
Kita ambil contoh kasus deh:
Di tahun 2016, Dono mengikuti Tes Analisis Bakat Sidik Jari. Hasilnya, laporan menunjukkan kalo skor Music Dono cuma 10,84%. Dono emang buta nada dan ga bisa main alat musik sama sekali.
Dono pun berambisi untuk meningkatkan kemampuan bermusiknya. Selama setahun penuh, dia mengikuti sekolah musik terkenal dengan biaya jutaan rupiah.
Karena ketekunannya, Dono berhasil menyelenggarakan konser akhir tahun ajaran dengan lancar dan berhasil “naik kelas” di sekolah musik tersebut.
Ketika Dono ingin membuktikan bahwa kemampuan musiknya telah meningkat, dia berniat ikut Tes Analisis Bakat Sidik Jari lagi.
Kira-kira gimana hasil analisis sidik jari Dono di tahun 2017?
Secara logis, kita bisa menganalisis bahwa bakat dan minat seseorang dapat berkembang seiring pengaruh peristiwa, arahan orang tua, pergaulan, dan latihan yang tekun.
Di sisi lain, sidik jari adalah suatu hal yang tidak akan berubah dari kita lahir, dewasa, hingga meninggal. Sebuah laporan yang tadinya kita lihat sebagai informasi berharga tentang arah masa depan yang tepat buat kita, malah menjadi “kutukan” buat diri kita sendiri.
Kemampuan kita sudah “dipatri” lewat angka-angka yang ada di laporan tersebut.
“Oh enggak gitu dong, Fan. Justru dari hasil analisis sidik jari tersebut, kita jadi tahu level kemampuan kita sekarang sebagai acuan dan bisa kita improve terus”
Nah, di sini juga letak kekeliruan logikanya. Kalo kita bisa meng-improve kemampuan kita, gimana caranya tes analisis sidik jari membaca improvement tersebut? Bukannya sidik jari bakal terus sama?
Kalo hasil analisis sidik jarinya menunjukkan skor sama, ini melanggar common sense dan fakta kalo bakat itu bisa berkembang.
Kalo analisis sidik jarinya menunjukkan skor yang berbeda, ini melanggar prinsip sidik jari itu sendiri yang seharusnya permanen seumur hidup. See the flaw?
Menguak Tes Analisis Bakat Sidik Jari Lebih Dalam
Oke, mungkin beberapa dari lo kurang puas kalo ngebahas pake common sense doang. And that’s good. Karena kadang emang common sense itu ga sesuai dengan pengetahuan teknis dan data penelitian yang ada. So, coba sekarang kita masuk ke bagian teknisnya deh.
Tes Analisis Bakat Sidik Jari adalah sebuah metode yang katanya bisa mengetahui potensi seseorang yang mencakup 9 kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence), gaya belajar, gaya bekerja, karakter bawaan dan lain sebagainya.
Metode ini mengklaim dirinya berdasarkan ilmu Dermatoglyphic yang ilmiah.
1. Tes Analisis Bakat Sidik Jari berbasis pada konsep “Multiple Intelligence”
Ngomongin kecerdasan (intelligence), sebelumnya Faisal udah pernah jelasin panjang lebar di artikel ini:
Apa Sih Konsep IQ – EQ – SQ itu Sebenarnya?
Gue saranin banget lo baca artikel di atas. Pada intinya, sampe sekarang, para ahli belum sepakat mengenai definisi kecerdasan, alat ukur yang pas untuk mengukur kecerdasan, dan apa arti dari skor kecerdasan seseorang.
Multiple intelligence (kecerdasan majemuk/berganda) sendiri dicetuskan oleh Howard Gardner di tahun 1983.
Menurut Gardner, kecerdasan manusia bukan merupakan sebuah konsep tunggal atau bersifat umum, melainkan merupakan beberapa set kemampuan spesifik. Semuanya merupakan perwujudan fungsi dari bagian-bagian otak yang terpisah.
Walaupun cukup populer, nyatanya konsep yang diajukan Gardner ini menuai banyak kritik karena kurangnya bukti empiris: tidak ada bukti efektivitas, tidak ada bukti neurologis, tidak ada alat ukur, dan ambigu dalam definisi.
Artinya, konsep multiple intelligence tidak ilmiah, tetapi hanya pseudosains (sains semu).
2. Tes Analisis Bakat Sidik Jari menggunakan dikotomi “otak kiri vs otak kanan”
Di artikel Zenius sebelumnya, Pras udah panjang lebar membahas bahwa konsep pembagian otak kiri vs otak kanan mempengaruhi gaya belajar itu cuma mitos!
Bedah Tuntas Mitos Otak Kanan/Otak Kiri
Dikotomi otak kanan-kiri lahir dari salah tafsir sebuah eksperimen sains terhadap otak (split brain experiment) di tahun 1960an.
Walaupun memang ada pembagian kerja di masing-masing bagian otak, faktanya, otak kanan dan kiri kita tidak pernah terisolasi satu sama lain dan selalu bekerja sama ketika melakukan suatu kegiatan apapun.
Artinya, otak bagian kanan dan kiri kita sama-sama dibutuhkan untuk proses berpikir logis maupun berpikir kreatif.
3. Tes Analisis Bakat Sidik Jari: “Masing-masing sidik jari berhubungan dengan lobus otak yang berbeda-beda”
Kalo ditanya apakah sidik jari terhubung dengan otak, ya pasti lah. Semua bagian di tubuh kita juga pasti terhubung dengan otak, secara otak adalah pusat kontrol diri ini. Tapi, sidik jari terhubung dengan bagian/fungsi otak yang mana nih?
Coba ingat-ingat lagi deh pelajaran Biologi kelas 11 SMA tentang Sistem Koordinasi (Saraf).
Sebagai bagian dari kulit, sidik jari berfungsi sebagai reseptor, yaitu bagian tubuh yang menerima rangsangan (peraba/sensor) dari lingkungan. Oleh karenanya, sidik jari terhubung dengan saraf-saraf sensorik yang berujung ke lobus parietal otak.
Selain itu, sidik jari adalah bagian dari jari yang merupakan alat gerak (efektor). Oleh karenanya, sidik jari juga terhubung dengan saraf-saraf motorik yang juga berasal dari lobus parietal otak.
Di sisi lain, Tes Analisis Bakat Sidik Jari menggunakan konsep finger-brain lobe connection yang menyatakan bahwa masing-masing sidik jari terhubung dengan lobus otak yang berbeda-beda:
Sayangnya, konsep ini lagi-lagi cuma pseudosains. Menggunakan pemahaman level SMA aja kita tahu bahwa semua jari kita terhubung dan dikendalikan oleh parietal otak, tanpa terkecuali!
Namun, Tes Analisis Bakat Sidik Jari mengatakan hanya jari tengah yang berasosiasi dengan lobus parietal. Jadi ini berarti hanya jari tengah yang dapat merasakan panas kalau kita menyentuh bara api.
Gimana kalo kita menyentuh bara api itu dengan jari telunjuk? Apakah jari telunjuk kita ga bisa merasakan panas? Kan kalo menurut Tes Analisis Bakat Sidik Jari, jari telunjuk ga terhubung ke lobus parietal.
Terus, apa cuma jari tengah aja yang bisa bergerak? Jari lain ga bisa bergerak, gitu? Absurd ga sih?
4. Tes Analisis Bakat Sidik Jari: “Analisis sidik jari bisa membaca kecerdasan seseorang”
Orang bisa aja mengklaim atau ngaku-ngaku apapun yang dia mau.
Untuk bisa percaya dengan apa kata orang, kita perlu bukti. Gimana caranya mencari bukti yang bisa dipercaya? Sebaiknya sih, kita melakukan eksperimen/penelitian yang terkontrol.
Masalahnya, ga semua orang punya kapasitas untuk melakukan penelitian. Solusinya, kita bisa cari tau apakah ada orang lain yang lebih kompeten (baca: ilmuwan) yang udah pernah melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan kita.
Para ilmuwan enggak asosial dengan dunianya sendiri. Mereka banyak mempublikasikan penelitian mereka (dalam bentuk buku, jurnal, pemberitaan, dsb.) untuk kepentingan khalayak. Kita bisa mulai cari di Google.
Kita punya pertanyaan:
“Apakah benar sidik jari bisa memetakan kecerdasan seseorang?”
Setelah mencari ke sana-sini, gue menemukan beberapa penelitian yang menyinggung sidik jari dan kecerdasan.
Pertama, penelitian ini menunjukkan bahwa keterbelakangan mental bisa dideteksi dari karakteristik sidik jari. Ingat, fokus penelitian ini adalah pada anak dengan keterbelakangan mental. Bukan anak normal seperti sebagian besar dari kalian.
Terus, ada beberapa penelitian yang mencoba mengaitkan sidik jari dengan IQ. Para penelitinya pun ragu dengan hasil temuannya.
Dan ingat, di dunia ilmiah, penggunaan IQ untuk mengukur kecerdasan, masih diperdebatkan.
Selain itu, Tes Analisis Bakat Sidik Jari yang sedang kita bahas di sini menggunakan parameter Multiple Intelligence, bukan IQ.
- http://www.sid.ir/en/VEWSSID/J_pdf/92320090310.pdf
- http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-JPXZ200201023.htm
- http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-CDYX602.006.htm
- http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-HNYK198901009.htm
Akhirnya gue nemu satu-satunya penelitian yang yang mendukung hubungan sidik jari dengan multiple intelligence.
Tapii… penelitian ini dipublikasikan di jurnal online yang kayaknya sengaja dibikin sendiri untuk mempublikasikan penelitiannya sendiri, tanpa ada review dari komunitas ilmiah. Hehehe..
Emang mesti hati-hati kalo baca hasil penelitian. Jangan langsung percaya sesuatu mentang-mentang ada link penelitiannya. Kita mesti cek apakah fokus dan metode penelitian tersebut relevan untuk menjawab pertanyaan kita.
Apakah ada penelitian lain yang mendukung penelitian tersebut?
Apakah penelitian itu sudah di-review oleh sesama rekan ilmuwan?
Apakah penelitian tersebut sudah dilakukan berulang-ulang kali untuk berbagai konteks?
Sampai di sini bisa kita simpulkan, belum ada satu pun penelitian yang benar-benar ilmiah yang bisa membuktikan hubungan pola sidik jari dengan bakat/kecerdasan seseorang.
5. Tes Analisis Bakat Sidik Jari mendompleng Dermatoglyphic yang benar-benar ilmiah
Perlu gue tegaskan di sini, Dermatoglyphic adalah sains atau ilmu yang benar-benar ilmiah yang mempelajari pola-pola sidik jari dan bentuk tangan.
Ilmu Dermatoglyphic umumnya dipake untuk 2 hal, yaitu untuk:
- sistem identifikasi identitas melalui sidik jari seseorang, seperti sidik jari pada KTP, paspor, login handphone/laptop, hingga identifikasi sidik jari untuk mengakses masuk suatu ruangan.
- mengevaluasi keterbelakangan mental pada anak.
Tidak ada satu referensi resmi dan ilmiah yang menyebutkan kalo Dermatoglyphic bisa digunakan untuk mengevaluasi kecerdasan dan bakat pada anak TANPA keterbelakangan mental (anak normal). Klaim itu cuma datang dari situs-situs yang mempromosikan Tes Analisis Bakat Sidik Jari:
Kalimat pertama, benar adanya. Tapi kalimat terakhir, mana referensinya?
Seperti yang uda kita bahas di atas, emang benar, ada riset yang menunjukkan hubungan antara sidik jari dan kondisi mental seseorang, tapi konteksnya untuk anak keterbelakangan mental.
Tentunya bukan untuk orang tanpa keterbelakangan mental, seperti gue dan sebagian besar dari kalian yang baca artikel ini.
Kalimat pertama, oke, no problem. Masuk kalimat terakhir, langsung meragukan dan mengundang tanda tanya.
Kalo lo perhatikan pesan-pesan promosi di atas, ada sebuah pola.
Pertama, mereka kasih fakta ilmiah yang benar dan lumayan umum diketahui orang. Tapi kemudian mereka menambahkan klaim ngaco yang patut dipertanyakan dan butuh pembuktian lebih lanjut.
Kebayang ga sih, kalo ada orang awam yang ga terlalu melek sains, mendengar pertama kali tentang Tes Analisis Bakat Sidik Jari. Dari awal, mereka mungkin langsungoverwhelmed dengan berbagai istilah sains yang digunakan. Karena terdengar canggih, mereka jadi “tergoda” untuk percaya.
Padahal, kalo lo ngerti dikit aja tentang beberapa konsep sains dasar dan terbiasa berpikir kritis, lo bisa dengan mudahnya menemukan kejanggalan.
Pada akhirnya, Tes Analisis Bakat Sidik Jari ini tidak lebih dari sekedar pseudosains. Mau sok-sok ilmiah, padahal cuma omong kosong belaka.
Gimana Cara Cari Jurusan yang Tepat?
“Wah Fan, lo menghancurkan harapan gue. Tadinya udah seneng aja ada yang bisa kasih jawaban instan. Trus sekarang, gimana dong cara tau jurusan yang tepat buat gue? :(”
Sorry guys. Ga ada yang instan di dunia ini. Semua ada prosesnya.
Mencari jurusan yang tepat adalah proses pencarian jati diri. Biasanya orang-orang terlalu fokus untuk mencari dan bertanya-tanya ke dalam dirinya. Padahal ada satu bagian yang ga kalah penting dan kadang terlupakan dari proses pencarian jati diri, yaitu mengenal dunia luar.
Mulai deh buka2 berbagai situs resmi universitas di Indonesia. Liat jurusan apa aja yang mereka tawarkan. Coba cari silabus dari suatu jurusan. Pahami mata kuliah yang diajarkan.
Coba cari blog tentang pengalaman mahasiswa yang kuliah di jurusan dan kampus tertentu. Coba cari video di Youtube tentang dinamika dunia kerja lulusan suatu jurusan. Banyak2 nanya ke senior.
Kumpulkan juga pengalaman. Coba keluar dari zona nyaman dengan rutinitas yang itu-itu aja. Lo bisa coba belajar bikin vlog.
Belajar bikin animasi. Ikut dance class. Coba belajar masak. Coba naik gunung. Coba baca buku yang menantang. Ikut pelatihan, seminar, atau debat. Coba bikin eksperimen fisika/kimia sendiri. Wah masih banyak lagi deh hal seru yang bisa lo coba.
Apakah lo tipe orang yang rela ngerjain apa aja (termasuk yang lo ga suka), yang penting dapat duit banyak? Atau lo lebih pengen mengerjakan sesuatu yang lo suka? Atau lo baru merasa hidup kalau bekerja untuk membantu orang lain?
Go out there, explore the world, and find your own inspiration..!
****
Beberapa minggu lalu, hasil PISA 2015 akhirnya dirilis. PISA adalah penilaian pendidikan internasional yang dilaksanakan oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development).
Riset ini membandingkan kemampuan membaca, matematika, dan sains pelajar usia 15 tahun di berbagai negara di dunia.
Hasilnya? Indonesia menempati peringkat 69 dari 76 negara yang membuat negara kita bercokol di papan bawah. Dari hasil PISA 2015 ini, kita bisa tau kalo kemampuan dan minat pelajar Indonesia di bidang sains masih rendah.
Ini bisa jadi indikator bahwa secara umum masyarakat kita masih belum terlalu melek dengan pentingnya sains. Memahami sains atau berpikir ilmiah itu bukan semata-mata berguna untuk orang yang mau jadi ilmuwan.
Mulai dari membeli bahan kebutuhan sehari-hari macam pasta gigi, mendaur ulang sampah, atau berbicara tentang isu lingkungan, kita terus-terusan dibombardir dengan berbagai klaim ilmiah beserta argumen-argumen kontranya.
Kita harus bisa memilah informasi, mana yang bener, mana yang cuma kata-kata manis taktik marketing. Kita juga harus bisa menentukan kelirunya di mana dan mana yang patut dipercaya.
Karena pada akhirnya, lebih baik menelan pil pahit kebenaran, daripada tenggelam dalam kebohongan yang manis.
Stay awesome, stay critical!
Referensi
Sumber gambar banner: Blog Rajafingerprintanalys
Sumber gambar: rage comic dan tahilalats
youtube.com/watch?v=5-OI95dpNSM
youtube.com/watch?v=qX6hFXHDmk4
www.youtube.com/watch?v=WZL7OpFq0fw
https://www.quora.com/How-reliable-is-Dermatoglyphics-Multiple-Intelligence-Analysis-DMIA
http://www.handresearch.com/news/dermatoglyphics-multiple-intelligences-test-dmit.htm
http://www.sillybeliefs.com/blog016.html#blog016-7
nttps://www.facebook.com/notes/tes-bakat-sidik-jari/-benarkah-tes-bakat-sidik-jari-berguna-/189188447936558/
Buku “Membongkar Aktivasi Otak Tengah” karya Arif Virkill Yulian
Catatan Editor
Kalo ada di antara kamu yang mau ngobrol atau diskusi sama Fanny tentang tes analisis bakat sidik jari, langsung aja tinggalin comment di bawah artikel ini. Kamu bisa baca lebih lanjut artikel Zenius Blog lainnya seputar metode-metode yang katanya bisa membaca kepribadian dan bakat berikut ini:
gw baru baca judulnya, tapi gw yakin jawabannya gak bisa.
Haha nice guess..
Then find out why 😉
njirr,kak fanny berapa lama waktu yg lo abisin buat nyari artikel yang akurat dan relavan?
Nice nih kak pertanyaannya! Kapan2 Zen bahas ini dong.
Halo Eko. Good question.
Untuk artikel ini, gue butuh 1-2 minggu untuk mengumpulkan referensi.
Karena topik yang gue bahas termasuk pseudosains, gue bisa mulai browsing di Google: ” debunk”, ” myth”, hoax”. Biasanya sudah ada beberapa pihak yang sudah membahas hal serupa, gue agak “dimudahkan”. Jadi gue tinggal menjahit angle mana yang gue ambil dan relevan untuk pembaca Zenius Blog, walaupun tentunya gue harus mempelajari lagi istilah-istilah teknis yang digunakan.
Ada cara lain. Kalo konsep dasar kita kuat (misal, dalam kasus ini, konsep di Biologi), sebenernya di awal kita sudah bisa melihat kejanggalannya. Dari situ kita bisa memunculkan pertanyaan yang kita jadikan keyword untuk browsing di Google. Coba di cek, apakah Google Scholar menampilkan jawaban dari pertanyaan kita.
Cara lain lagi. Gue bisa buka halaman Wikipedia dari suatu topik, yang English ya. Karena Wikipedia adalah kompilasi informasi dari berbagai sumber, ini memudahkan gue untuk menelusuri suatu topik. Gue bisa lihat di halaman Wikipedia tersebut, apakah pertanyaan gue tadi ada disinggung. Kalo ada, gue bisa lanjut buka referensinya. Kalo ga ada, itu udah tanda-tanda mencurigakan. Trus gue bisa liat juga di bagian Criticism, di mana gue lumayan bisa menelusuri bagaimana pandangan komunitas ilmiah terhadap topik tersebut.
Di luar itu, gue tentunya melakukan diskusi dengan berbagai pihak. Untungnya di Zenius, banyak orang yang bisa gue ajak diskusi dan ditanya-tanyain kalo gue lagi mentok. Hehe..
Thanks for the awesome article, Kak Fanny! Dulu gue pernah dipaksa mama ikut tes ginian. Duh males banget udah isinya BS semua dan mahal pula ??
Hehe thank you Syafia.
Trus akhirnya kamu jadi ikutan? Kamu bilang apa?
Tolong bantu share ya ke teman2 kamu, biar jadi merasa “tertantang” 😉
Fanny emang rajin nge-debunk beginian hehe.
Gue tertarik ke bagian Dono belajar musik. Efek ke Dono ada dua opsi sih. Pertama, Dono sadar dia nggak bakat musik, tapi Dono belajar keras based on its basic dan jadi jago musik. Kedua, Dono sadar dia emang nggak bakat musik, kemudian Dono pasrah aja “yaudahlah gue mah emang nggak bakat maen musik.”
Jadinya kayak Self-Concept di Zenius Learning yak?
Kalo ilustrasinya begitu, jatuhnya sama aja ya dengan melihat hasil tes apapun. Kasus serupa jg bisa terjadi kalo ngeliat hasil TO SBMPTN. Ngeliat hasil rendah langsung pasrah :p
Iya kan? Beberapa orang ada yang pasrah, di sisi lain ada juga yang ngerasa gak percaya kemudian ngebuktiin bahwa itu salah. Hehe.
Tes sidik jari sama psikotes sama kaga ya? Hmmm.
Apa berarti tes psikotes juga ga bisa jadi acuan yg valid ya?
Kalo tes sidik jari ini, basisnya emang udah pseudoscience. Sesuatu yg beneran ga ilmiah.
Di sisi lain, psikotes basisnya masih dalam ruang lingkup psikologi. Tapi beberapa tahun ke belakang, beberapa metodenya mulai dikritik validasinya. Dan itu emang wajar di dunia ilmiah.
Jadi ya kita ngambil penelitian yg paling valid sampai ada penelitian lain yang lebih valid dari yang sebelumnya ya, ka.
Ya begitulah sains.
Apa yang dianggap relevan puluhan tahun lalu, bisa jadi dianggap obsolete sekarang. Walaupun penerapannya dan kesadarannya kadang tidak merata.
Begitu juga, apa yg dianggap valid sekarang, bisa jadi dianggap tidak valid lagi di masa depan.
Yap sesuai dengan yang diutarakan oleh karl popper tentang filosofi sains, bukankah begitu mba?
Waktu itu disekolah aku pernah ada tes seperti ini, sampe temen2 bnyk yg ikut , kalau gak salah bayar 160 ribu ,tapi gua gak ikut soalnya gak yakin aja terus tangan gua kulitnya lagi ngelupas gitu, tapi gak apa2 ternyata itu cuman psedousains , alhamdulilah gua gk ikut 🙂
Hehe murah juga cuma 160rb. Gue lihat harganya dari 300-600rb. Mungkin karena kerja sama dengan sekolah ya.
Iya ,mungkin kak,sampe dikasih buku + kaset
Trus isi buku dan kasetnya apa?
Kasetnya cuman suara doang tentang motivasi gitu,bukunya nanti dihalmn depannya ada kyk motivasi gitu terus ada lembaran kosong untuk nulis harapan gitu.
Hehe jd inget dulu SD pernah nih ikut test ginian dari sebuah bimbel.. dan bakat tertingginya di musik sama intra/interpersonal?? kebalikan sama Dono tp sama2 buta nada.. mirip kek mau buat sim
Hoo pernah ikutan ya dulu.
Menurut lo sebagai anak SD dulu, apakah hasilnya sesuai dengan apa yang lo pikirkan tentang diri lo saat itu?
Trus, menurut lo, hasil laporan tes sidik jari jaman SD itu masih nyambung gadengan diri lo sekarang di bangku SMA?
Hasilnya beda bgt.. jd dulu sm temen2 pd ributin ‘kok bisa gini.. lho kok beda ya..’
kita sempet nanya jg.. trus dicontohin pake kasus si vokalis LETTO (band) klau beliau sarjana matematika dr kanada yg akhirnya jd pemusik.. Intinya si dulu kita SD ga terlalu seriusin itu malah jd becandaan aja
Utk SMA sekarang malah beda bgt.. si klo di aku
Oya dulu.. mbanya nyaranin bwt beljar sambil dengerin music dipikir si jd nambah fokus.. nyatanya enggak work bwt aku.. ya lumayan si bwt pengalaman 😀
Haha iya jadi pengalaman eksplorasi diri ya. Jadinya tau, kalo diri sendiri ga bisa konsen belajar dengan iringan musik.
iyaa hehe..
oya kak keren artikelnya 😀
Hehe terima kasih Rahma 🙂
Kak Fanny artikelnya bagus banget! ? sering-sering buat artikel kyk gini ya kak buat membasmih data2 gak valid yg masih dipercayai org sekitar ?
Thank you Devira. Glad you like it.
Udah baca belum artikel2 debunking gue yang lain? Lo bisa liat link nya di Catatan Editor.
Btw, bantu share artikel ini ke teman-teman ya, biar makin banyak yang tercerahkan 😀
Udah dong kak! Semua artikel di zenius bagus semua, bermanfaat pula ?
Sip ka ^^
Hehe thanks yak.
Kira-kira enaknya selanjutnya Zenius Blog bahas apa lagi yah?
Hmm.. Mungkin, bisa lebih banyak bahas tentang cerita orang-orang hebat di dunia? Mau itu ilmuwan, tokoh politik atau apapun, terutama yg perempuan kyk Marie Curie? Biar makin banyak pelajar2 di indonesia kenal sama mereka dan termotivasi ?
Atau, kenapa negara kita gak pakai sistem liberal art di sekolah atau perguruan tinggi supaya makin sedikit org2 yg salah pilih jurusan?
Noted. Kita masukin bank ide topik artikel Zenius Blog ya. Thank you masukannya Devira.
Sama-sama kak Fanny ?
Keren banget kak tulisannya 😀
Bener gk logis, misal kita udah tau passion kita dimana ehh hasil tesnya nggk sesuai sama. Kan jadi pesimis + ngaruh ke hal-hal lainnya wkwk
Btw mau share cerita juga nih. Dideket kost aku dulu ada semacam kantor program gituan juga. Dulu pernah sempat mau ikutan, cuma sekedar iseng sih. Tapi pas aku lewat, sering tau kalau tempatnya sepii, ehh tau tau beberapa minggu kemudian udah tutup dan ganti caffe ice cream :v
Hai Rahma. Terima kasih ya.
Wah enak juga dekat dengan rumah. Setau kamu, berapa harga tes sidik jari di dekat rumahmu itu? Asik juga buat eksperimen kayak kasus Dono.
Belum sempat kesana kak. Hehehee
Nice article 😀 gw dulu pas SD juga pernah ikut gituan,awalnya agak percaya sih gara-gara dipaksa ikut, emang ada yang cocok, tapi setelah konsultasi sama ‘ahlinya’ udah ngerasa ada yang gak bener (gak cocok). kata mama itu buat patokan aja, gw sih ga acuh, jadinya sekarang lupa gimana hasil tes waktu itu xD
Thanks Daniel.
Emang dulu lo konsultasi sama “ahli” apa nih?
Jadi pas hasil tesnya keluar gw dipanggil buat konsultasi, jadi semacam di analisis lebih lanjut tuh hasil tes gw, nah pas dianalisis gw manut aja dengerin ‘saran’ dari konsultan (ahlinya) *kalo ga salah dia yang punya lembaga yang ngetes gw.
Tapi mama waktu itu gak ‘sreg’ soalnya gak sememuaskan hasil tes gw, masa prestasi gw (semacam) dibandingin sama kakak gw yang sebelumnya juga ikut tes -_-, jatuhnya malah diprediksi, kalo nanti prestasi kakak gw bakal lebih bagus timbang gw.
nice artikel, teruslah mengungkap kebenaran hoax based on pseudoscience ya kak. Semangat!
btw kalau boleh request style learning dong. kan style learning itu macem2 dan memiliki kelemahannya masing2. tapi aku bingung banget mana yanh paling reliable karena bingung nulis “keyword”nya.
Thank you kak 🙂
Hai, thanks Yusril. Will do 🙂
Iya, topik Learning Styles lumayan menarik. Konsep Learning Styles sendiri punya banyak model. Jadi si A bilang, Learning Styles itu ada b,c,d. Si E bilang, Learning Styles ada fgh. Dan masih ada beberapa lagi. Mereka saling “berkompetisi” tuh untuk nunjukin model mana yang paling reliable. Di luar itu, komunitas sains malah mengkritisi validitas konsep dasar Learning Styles itu sendiri.
Kak fanny. Keren kak. Ngga percaya dengan hal” yang belum dikupas tuntas. Kalau tes MBTI itu bagaimana kak? Dalam bidang psikologi mengenai INFJ, INTJ gitu-gitu. Mungkin bisa dibahas juga kak.
Halo Suci, makasih yak.
Tes MBTI sendiri lahir dari hasil riset dan eksplorasi lebih lanjut dari sebuah teori di psikologi. Tapi makin ke sini, komunitas ilmiah mulai mengkritisi kalo metode dan teori dasar dari riset tersebut ga valid.
Mungkin kapan-kapam bisa dijelasin kak. Karena banyak yang berpengertian berbeda. Bahkan ada juga dosen yang menyarankan tes tersebut. Kok jadi makin menarik ya? ??
Ya boleh masuk ke bank ide artikel Zenius Blog. Hehe..
Seperti yg gue bilang, MBTI itu lahir dari eksplorasi dari sebuah teori di dunia psikologi. MBTI sempet banget “diakui”. Baru beberapa tahun terakhir banyak dikritik. Makanya mungkin “kesadarannya” belum merata.
ku kira tes sidik jari itu valid hasilnya. Tengkyu ya kak, buat ilmu yg udah dikasih. Oya kak, mau request boleh? aku kepo deh sama hipnoterapi. Soalnya mereka bikin iklannya menggiurkan. Katanya sih buat membantu kosentrasi otak, menghilangkan stress, meningkatkan kecerdasan, dll. Pernah aku pengen nyoba ikut hipnoterapi gara” saking stressnya mau ujian. Tapi aku juga masih ragu sama praktek yg mereka lakukan soalnya ga semua orang tahu hipnoterapi itu apa. :3 makasih kak.
Iya tuh Kak Fanny, (kalau boleh) bahas Hypnotherapy dong. Aku juga bingung. Kok “iming-iming”nya bisa gitu
Halo Maria. Hehe senang bisa berbagi ilmu.
Wah, hipnoterapi ya. Menarik sih.
Hipotesis (dugaan sementara) ku sih, it works becauce it can give you placebo effect. Dengan kata lain, itu berguna kalo lo percaya itu yang lo butuhkan.
Tapi ya aku mesti semedi dulu nih buat menelusuri lebih dalam, belum bisa kasih komentar banyak.
hehe.. woke laah kak
Reader baru nih kak, aku bebal banget dalam Matematika, terus mama nyaranin buat ikut tes itu. Tapi aku langsung nolak karena mikir, sidik jari ama otak gaada hubungannya (karena aku masi kelas 9, jadi ga ngerti hubungannya). And finally nemu blog ini. Thanks, akhirnya kejawab juga,
Tsakep. Kembangkanlah skeptisisme mu 😉
wah akhirnya keraguan gua sama hasil tes sidik jari yang gua terima terjawab juga. masa iya dengan bermodalkan 20ribu bakat gua bisa langsung ketauan gitu aja? dan akhirnya hasil yang dikasih juga meragukan banget
Wkwk, serupa sama cerita ane. Mungkin tes sidik jari di sekolah itu nyeleksi mana murid yang pakai logika mana yang enggak. :v
Nah ini bener!
Wah gila murah banget. Kalo harganya murah gitu, jadi gampang ya skeptisnya hahaha.
Ternyata harganya bervariasi tergantung penyedia jasanya ya. Gue liat ada yang 150rb, 300rb, sampe 600rb.
njirrr, judulnya berubaha seketika… -_-)
Wakakakaka ngakak kocak 😀
selama ini gue percaya banget ama yang namanya analisis sidik jari dan menurut gue itu akurat banget. Tapi kalo dipikir-pikir lagi, oneng banget ya, wakaka ngakak banget.. Gue pengen banget, sampe gue nyari2 bimbel yang ada itu tesnya:v
Tapi sekarang gue lebih kritis lagi, setelah baca artikel ini gue jadi lebih luas lagi cara pandang gue. Dan sebenarnya bakat itu bisa dibuat! Thanks Kak Fann??
Hai Rina.. Thanks udah luangin waktu buat baca dan membuka pikirannya. Hehe..
Kalo boleh tau, buat lo sendiri, kenapa lo bisa berpikir hasil Tes Analisis Sidik Jari itu akurat?
Karena kita nggak bisa mengada-ada sidik jari itu kayak gimana.. Kalo tes psikologi kan kita bisa asal-asalan jawabnya, nah gue pikir sidik jari bisa ngejawab, tapi ternyata itu cuma pseudosains semata. Sekarang, gue jadi lebih ngerti ????
nice article ka fanny, gue kayanya salah satu korban nih heheh efek penasaran ajasih, jadi gue ikut tes sidik jari ini disalah satu bimbel di indonesia yang katanya bekerja sama dengan singapura. lumayan mahal sih ka, nunggu hasilnya juga lama. hasilnya dalam bentuk buku gitu, intinya di buku itu saran jurusan gue di teknik padahal gue males bgt kak di ipa, gue jadi ngerasa useless bgt nih hasil wkwk
Halo Audi. Thanks ya..
Selain di Indonesia, tes ini juga eksis di luar negeri, mulai dari Malaysia, Singapura, India, dan Cina. Di Cina sendiri, tes macam ini udah dilarang sejak 2012 karena banyak orang tua yang protes dan meragukan validitasnya http://news.blogs.cnn.com/2012/01/31/chinese-authorities-step-in-after-schools-charge-for-palm-reading/
Herannya, tes ini cuma eksis di negara-negara Asia, bukan di negara-negara Eropa atau Amerika. Tanya kenapa..
heheh kenapa bisa gitu kak? apa efek pola pikir orang barat sama asia itu beda?
Kemungkinan besar sih begitu 🙂
Gila bener artikelnya lengkap-kap!!
untung dulu nggak jadi sih gw ikutan gituan mah :))
Haha, makasih Rizal.
Dulu sekolah lo kerja sama dengan tes sidik jari gt ya? Atau dari bimbel?
Sekolah kak~
gilak keren banget :’v tangan udah gatel pengen ngeshare nih artikel ke temen-temen, biar mereka pada melek juga. Btw thanks pencerahannya kak TT
Hai Jiha. Boleh banget, bantu share ya ke teman-temannya biar makin banyak yang “melek”. Hehe. Thank you
Tes tersia-sia dan wasting money sepanjang abad ke-21. Untung ngga boro boro kuliah abis lulus SMA. Trust me,nyari passion ngga segampang cari pokemon di sekitaran monas bagi sebagian orang yg ngga beruntung. Gua honestly ngabisin waktu hampir setaun hanya buat nyari passion. Thanks a lot,zen!. Keep making a good article about science and Technology!
Our fellow readers should really read this comment. 🙂
Anyway, lo udah pernah nulis cerita gap year lo ga? Jadi penasaran nih gue.
judulnya ganti maning
kak fanny gue jadi makin bingung nentuin jurusan antara management atau administrasi bisnis ? udah search di internet hasilnya keduanya hampir sama dan berhubungan tapi jujur gue masih bingung sampai sekarang , kak tolong bisa kasih saran?
Halo Ignasia.
Ilmu Manajemen dan Administrasi Bisnis emang keliatan mirip banget, tapi sebenernya ada satu perbedaan di antara kedua ilmu tersebut. Berikut perbedaan keduanya tersebut dari definisi umumnya aja ya.
Ilmu Manajemen pada dasarnya bakal ngajarin untuk jadi good “manager”, yaitu seseorang dengan analytical, problem solving, dan decision making skills yang oke. Lo bakal diajarin gimana sih caranya me-manage sesuatu, gimana cara mengambil keputusan berdasarkan data yang ada, gimana cara cari data yang tepat untuk mengambil keputusan, dsb. Karena fokusnya ke “managing”, sebenarnya aplikasinya bisa ke mana-mana karena kemampuan Manajemen diperlukan di hampir semua bidang. Makanya di luar sana banyak juga jurusan Manajemen yang lebih terspesialisasi, seperti Manajemen Pendidikan Tinggi (Universitas), Manajemen Rumah Sakit, Manajemen Seni, Manajemen Perhotelan, dsb. Untuk jurusan Manajemen umum, memang fokusnya untuk manajemen bisnis/perusahaan secara umum. Walaupun di jurusan Manajemen lo bakal ketemu mata kuliah keuangan, pemasaran, dll, biasanya lebih diajarin ke filosofi umum aja, ga sampe teknis. Pada intinya, Jurusan Manajemen bakal mempersiapkan lo untuk management role/position.
Di sisi lain, ilmu Administrasi Bisnis bakal ngajarin bagaimana sebuah bisnis/perusahaan dijalankan. Fungsi-fungsi apa aja sih yang membentuk sebuah bisnis? Lo bakal belajar lebih “teknis” tentang administrasi fungsi-fungsi yang ada di sebuah bisnis, mulai dari keuangan, marketing, hukum, etika bisnis, dll. Biasanya, mahasiswa jurusan Administrasi Bisnis akan diarahkan untuk mengambil spesialisasi di salah satu aspek tersebut. Ketika lulus, mahasiswa jurusan Administrasi Bisnis lebih diharapkan menjadi Finance Specialist, Marketing Specialist, HR Specialist, dsb.
Walaupun secara definisi berbeda, ketika sudah masuk ke dunia kerja, lulusan Manajemen dan Administrasi Bisnis akan bersaing di lahan kerja yang sama. Jarang-jarang tuh ada posisi kerja yang khusus bisa diisi oleh jurusan Manajemen aja atau khusus Ilmu Administrasi Bisnis aja. Apakah lulusan Manajemen pasti jadi manager? Ya belum tentu juga, tergantug kemampuannya. Apakah lulusan Administrasi Bisnis bisa jadi manager? Ya bisa aja, setelah punya pengalaman bertahun-tahun dan kemampuannya oke, bisa aja dia naik jabatan.
Nah, tapi lo harus jeli di sini. Apa yang gue jabarkan di atas adalah definisi secara umum. Lo harus ingat bahwa tiap universitas dan fakultas memiliki kewenangannya masing-masing untuk memberi nama jurusannya. Jadi lo harus lebih jeli ketika melihat deksripsi dan silabus jurusannya. Apakah lebih mendekati ke Manajemen atau lebih mendekati Adinistrasi Bisnis.
Hope it helps 🙂
kak fanny aku masih bingung nentuin jurusan antara administrasi bisnis
atau management , karena keduanya hampir sama dan berkaitan. adakah
saran dari kak fanny tentang kedua jurusan ini ?
Kak Fanny aku izin save dan print seluruh artikel + soal2 di Zenius ya 🙂
Halo Selvy.. Yep silakan. Tolong bantu juga share ke teman-temanmu ya 🙂
makasih kak 🙂
kak, maaf oot, boleh tanya tentang fasilkom nggak, tapi lewat email atau apa gitu
inget waktu SMA kelas 3 pernah ikut tes sidik jari ya ga ada korelasi apa apanya semua kembali ke diri lo sendiri dalam menentukan tantangan lo ke depannya hehehe by the way thanks ya paradigma makin tercerahkan
Thank you Akhmadi
Thanks banget nih Zen, artikel lo bagus2 semua. Gue seneng dah apalagi pas nentuin jurusan! gue udah baca sejak kelas X. Dari yg pertama2 cuma mau FTTM karena gaji, lalu mau masuk jurusan MTK/Fisika hanya karena nilai gede doang, lalu ganti Ilmu Komputer karena keren doang. Alhamdulillah sekarang dah berubah. Bener kata “Explore your world”, gue nyoba semua kegiatan yg dari dulu udah ga gue lakuin atau bahkan belum pernah gue lakuin. Akhirnya gue nemuin jurusan yg pas dengan alasan yg lebih rasional. Ga hanya mengejar gaji, pujian, dll 😉 thanks banget
Wah akhirnya lo milih jurusan apa nih? Boleh dong di-share cerita eksplorasi lo 🙂
idem nih, penasaran hehe…
cerita dong 🙂
Gua pernah ikut kayak IT fest gitu, jadi banyak orang publish penemuan berhubungan sama IT, ya berhubung gua jurusan informatika juga sih. nah disitu dia bikin software yang membaca tipe cara belajar, bakat dan kepribadian melalui sidik jari. nah kebetulan, gua sekalian tanya metode metode yang dia pake buat bikin software ini gimana.
nah, ternyata dia ngambil data analisis data kuantitatif yang sudah pernah diujikan gitu. jadi, ada penelitian di jepang. dia meneliti sekelompok anak SD, di ambil data sidik jarinya dan di survey juga seputar kayak cara dia belajar, dia pinter di bidang apa dan sebagainya. Kenapa diambil anak SD, karena anak SD itu dia masih kecil, belum kena pengaruh macem macem, berhubung kan bakat alami itu sudah ada sejak kecil. (bakat alami beda lho sama bakat karena dilatih)
Ternyata, setelah datanya di analisis. ada kesamaan antara pola sidik jari si anak sama cara dia belajar. misalnya orang tipe belajar visual, ada kesamaan pola antara orang dengan tipe belajar visual yang lain. dan juga orang yang kinestetik pola nya gimana, orang auditori gimana. kemudian juga parameter parameter yang lain ternyata ada kesamaan polanya.
Nah, berhubung data yang diambil kuantitatif, jadi dia bilang metode yang ini gak 100% bener. bisa aja ada penyimpangan penyimpangan segala macem.
Masalahnya, konsep pengelompokan gaya belajar visual, kinestetik, dll masih diperdebatkan di dunia sains. Jadi sebelum dihubungkan ke sidik jari pun, pemikiran dasarnya sudah patut dipertanyakan.
Jika metodenya begitu, itu baru korelasi. Bukan kausalitas. Penelitian tersebut tidak bisa menjawab bagaimana sidik jari bisa memetakan bakat. Dia hanya men-survei bentuk, bukan mencari penyebab. Kalo pun ingin mendapatkan korelasi yang bisa dipercaya, seharusnya sample respondennya lebih banyak lagi. Bukan hanya segelintir anak SD Jepang. Semakin banyak sample, semakin bisa dilihat tingkat errornya. Gue juga sudah mendaftarkan link penelitian semacam ini, dan sudah gue jelaskan juga kenapa masih kurang reliable.
Jika sebuah artikel berjudul “Manusia akan pergi ke bulan, emang bisa?” dibuat 100 tahun yang lalu bisa jadi skala tendensiusnya akan setara dengan artikel ini.
Buat adik-adik semua, jangan takut untuk bermimpi…tentu dengan dosis yang tepat. Bangsa ini sudah terlalu lama takut untuk menerima perbedaan, dan ini ada korelasinya dengan kemampuan bangsa ini di bidang sains.
Gw pribadi percaya bahwa keunikan pribadi tiap-tiap individu dapat tercerminkan pada sidik jarinya (dan tentu banyak hal positif yang bisa didapat). Namun, gw sama sekali tidak percaya dengan lembaga2 yang ada di Indonesia yang menjual hal tersebut. Gw paham tujuan artikel ini bertujuan agar kita terhindar dari tipu daya lembaga2 semacam ini, namun bukan berarti hal tersebut sesuatu yang mustahil (silahkan googling dengan keyword yang tepat).
Wah boleh dong bro di0share sumber referensinya di sini. Siapa tau gue ada yang miss 🙂
Pertama yang penting soal keyakinan dulu, kalo keyakinan itu sudah tumbuh percayalah otak akan terstimulasi untuk mendapatkan keyword yang tepat. Coba ingat2 soal keyakinan apa yang dulu ragu lalu tumbuh percaya, trus benar ngga bahwa otak bisa membantu mencari keyword yang tepat saat keyakinan itu ada? ^_^
2D:4D
Ini nih yang bikin asyik nongkrong dimari. Btw, blog blog selain zenius blog yang bahas topik seperti ini apa saja ya? Agak gabut kalo zenius nggak update update postingan 😛
Kalau yang berhubungan sama pseudosains & miskonsepsi, ada di sini >>> https://www.zenius.net/blog/category/zenius-debunk
Good article kak! Dulu pas SMP aku pernah ikut tes sidik jari ini di salah satu bimbel yang aku ikutin. Waktu itu juga udah mikir, “ini apaan deh hubungannya sama minatku? Bukannya minat itu dinamis dan seberapa sukanya kita sama sesuatu pasti berubah-ubah terus, kan?”. Tapi ya udah deh cuek aja ikut itu tes dan hasilnya melenceng dengan apa yang aku suka. Nah terus baru2 ini sekolahku ngadain tes psikotes buat jurusan yang pas kuliah berhubung banyaaak banget anak2 yang masih bingung jurusan. Isi soalnya ya kayak disuruh ngeranking pekerjaan apa yang bakalan kamu inginkan, trus tes psikologi biasa yang isinya gambar2, verbal sama ngitung dan tesnya lama banget (hampir 3 jam an ngerjain soal). Mumpung cuma bayar sekitar 30ribuan gitu, aku ikut, penasaran nih tes sama kayak sidik jari nggak. Kalo menurut kak Fanny tes psikotes milih jurusan gini pseudoscience nggak sih? Atau setengah-setengah?
Kak, kapan-kapan bahas tentang kursus “Speed reading” dong.. kok aku lihat ini mirip” sama aktivasi otak tengah ya, jadi baca bukunya dengan cara “menyentuh” tulisannya aja..
thanks ya kak, awalnya gw disuruh maksain temen2 gw tentang sidik jari ini. Sumpah, ini cuma hoax doang… hehehe…
kak, bisa nggak tolong kak wisnu ajarin materi mat minat kelas XI tentang titik stasioner, turunan fungsi & menentukan laju perubahan, di dalam materi tersebut nggak ada 🙁 🙁
kalau STIFIn gmana….??
izin share ya
Cb tes STIFIn aja kk untuk tau hsilnya ???
artikelnya bagus kak Fanny .. 😀
Kebetulan sedang ada program sidik jari utk pemetaan bakat di kantor saya, dipikiran saya langsung terlintas, gk ada hubungannya fisiologi dan psikologi, trus saya googling utk membuktikan logika saya, saya menemukan artikel ini, tersentak saya langsung ngefans sm sama anda. Penjelasannya sangat logis dan ada referensi. Saya juga tegas menolak ikut tes itu di kantor. Bukan mksd mau negative thingking sm vendor yg melakukan tes sidik jari, di jaman digital skrg, sidik jari adalah tanda tangan di dunia digital. Saya tdk mau sembarang kasi tanda tangan saya utk suatu program yg belum terbukti secara sains. Saya juga tdk tau sidik jadi saya nanti bisa disalah gunakan (bukan mksd terobsesi dengan film2 agent dan inteligent yg bisa copy sidik jari). Terimkasih byk mba Fanny atas artikelnya, semakin menguatkan logika saya utk alasan tdk mau mengikuti program ini.
Intermezzo: Elon Musk (owner perusahaan Tesla), yg menurut saya adalah orang paling jenius di jaman skrg pernah berkata di buku yg ditulis oleh Ashlee Vance berkata : “saya lebih baik main game drpd belajar mata pelajaran yg saya tdk tau alasananya knp saya harus mendapatkan nilai bagus dr mata pelajaran itu”.
Bukan mksd mau terobsesi dengan org2 muthakir, tpi saya rasa logis, saya lebih baik menghabiskan waktu mengerjakan pekerjaan kantor drpd harus mengikuti program yg belum terbukti secara ilmiah.
Mbak saya dari kecil suka sekali bermain game tapi menurut saya game itu harus dimainkan secara serius berbeda dengan orang lain yang bermain game hanya untuk bersenang – senang , sampai sekarang pun saya masih sangat suka bermain game. Dan dari dulu saya punya keinginan untuk membuat game, tidak hanya menjadi pemain game saja dan saya ingin masuk Perguruan Tinggi jurusan game karena menurut saya minat saya hanya di dunia game. Apa keputusan saya sudah benar mbak ? Tolong direspon
tulisannya bagus, tapi contoh Dono rada ganggu menurut saya. Yang diomongin kan tentang bakat bukan kemampuan seseorang. Bakat itu kalo kamu belajar sesuatu itu cepet, gampang menguasai itu namanya bakat. Bakat itu anugrah dari Tuhan. Bakat itu beda sama minat, ada yang gak bakat tapi minat karena minat itu dipengaruhi lingkungan. Saya gak ngomongin sidik jari ya tapi ngomongin bakat dan minat. Boleh baca di tulisan saya (review buku) yang nyinggung bakat dan minat https://rumahhangatambu.blogspot.co.id/2016/04/rahasia-ayah-edi-memetakan-potensi.html
Mengenai ilmu semu saya gak anti2 banget karena saya penggemar grafologi yang merupakan ilmu semu. Grafologi dah dipake kepolisian dan beberapa psikolog juga. Padahal grafologi belum bisa dibuktikan ilmiah, tapi faedahnya diakui. kalo tes sidik jari ini saya lagi mengamati aja karena belum tau banyak.
Hallo mbak..
Baru baca artikel ini
Keren ulasannya
Tetapi saya kira salah tanggap mengenai hasil tes sidik jari
Yang saya ikuti sekarang adalah tes sidik jari STIFIn
Dan hasilnya Mesin Kecerdasan (MK) saya Sensing Introvert
Ada penjelasan mengenai diri saya
Nah bukan artinya saya tidak bisa yang lain
Itulah nanti ada istilah naik level
Di sidik jari memang tidak berubah, tapi kita akan diajarkan untuk merubah diri kita, mau ikuti MK, atau pindah jalur, ada caranya
Mungkin bisa mbak coba tes dahulu
Dengarkan penjelasannya
Baru deh ambil kesimpulan seperti itu
Tetapi tes sidik jari itu, kalau saya pribadi sarankan, dimulai dari setingkat TK
Supaya bisa diarahkan kedepannya
Terima kasih, dan makasih lagi atas balasannya
ini masih aktif engga ya ?
kalo memang dilihat fenomena sekarang semakin banyak tes beginian bahkan dengan harga yang dibawah 200rb pun sudah bisa.Dengan harga segitu patut dipertanyaan kualitas analisa tersebut, dikarenakan konsultan yang terkesan belum ahli di bidang psikologi.
Saya juga pernah mengambil psikotest dengan methode seperti mengisi kuisioner dan hasilnya bukan menggambarkan personal saya ,dari hasi itu saya orangnya detail oriented,teliti,dan cocoknya menjadi pekerja semacam ilmuwan ,enginering atau programming.Padahal saya orang nya itu kurang teliti,mudah pelupa pula,dan gampang bosenan.Memang dalam mengisi kuisioner tersebut kadang saya bingung mengisi ABCD,karena menurut saya dari 4 pilihan tersebut ada 2 jawaban yang menurut saya benar mengenai pribadi saya.
Oke sekarang kembali tentang fingerprint ini,Saya pertama kali ambil test ini saat harganya mencapai jutaan.Dan konsultan yang menganalysis adalah lulusan S2 psikologi.Memang awalnya pun saya sempet ragu.Akhirnya saya coba mengambil tes tersebut karena ingin membandingkan apakah hasilnya sama dengan psikotest tersebut.
Nah setelah dianalysis selama satu bulan atau 3 bulan saya lupa,datanglah konsultan tersebut di kampus saya.Beliau mengatakan dengan detail saat itu tapi saya hanya ingat garis besarnya.Saya merupakan orang yang punya interpersonal tinggi,mampu membangun networking dan menjalin hubungan baik dengan orang lain,mudah bergaul.Dan biasanya orang seperti saya ini dikit dikit engga enakan ama orang , bahasa jawanya “pekiwuhan”.Saya rasa memang itu bener yang saya rasakan,saya orangnya pekiwuhan sama orang,gampang ga enakan.Dan beliau juga menyampaikan orang kayak kamu ini moody,itu juga benar saya merasakan.Dan beliau juga berkata bahwa saya orangnya suka travelling,dan itu juga bener banget saya suka travelling,jika saya ada uang lebih saya akan travelling dg cara backpacker an ke beberapa negara bahkan secara solo atau sendirian.Dan beliau juga menyimpulkan bahwa kamu ini cocoknya bisnis atau kerja lapangan,karena kerja kantoran yang formal seperti di perusahaan yang kaku atau kurang fleksibel gitu kamu engga akan betah,dan bener gan ane emang selama ini njalani bisnis banyak nyobain ini ituu walaupun ada yang beberapa berhenti.
Dan dalam fingerprint test yang saya ambil itu,hasilnya analysis nya tidak seperti yang ada di artikel diatas berupa gambar kartun dan hanya garis besar angka presentasenya.Hasil yang saya terima itu berisi 15 atau 20 lembar kertas yang menurut saya memang seperti laporan formal .
Nah itu pengalaman ambil 2 type test yang berbeda,memang psikotest dengan mengisi kuisioner kurang valid karena bingung juga milih jawaban.Sedangkan bagi saya saat mengambil fingerprint tersebut hasilnya memang menggambarkan diri saya yang saya rasakan.
Thanks
Hai mba fanny salam kenal. Saya isti seorang ibu dengan anak usia 3th. Kebetulan anak sy ditawarkan untuk mengikuti tes sidik jari. Terus terang kami masih ragu untuk mengikutinya “semudah itukah mengetahui karakteristik anak?”
Terimakasih tulisannya sangat informatif dan membantu kami sebagai orang tua untuk menentukan pilihan. Terus berkarya mba fanny
Intinya boleh melakukan tes sidik jari, apabila si anak tersebut terdiagnosa punya kekurangan keterbelakangan mental y. nah disitu kepake untuk membantu adaptasi lingkungan serta mengarahkan bakat dan minat. betul ga? jadi bisa jadi cocok untuk orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus ya. Thanks mba fanny.. mencerahkan sekali tulisannya.
Belakangan ini sy dan istri mengalami perbedaan yg besar dlm men”didik” anak. Latar belakang saya, kakek dan ayah saya bisa digolongkan ke kelompok intelektual dilihat dr pekerjaan dan pergaulan mereka semasa hidup. Karenanya saya hanya tau bahwa prestasi belajar hanya bisa diraih dgn kerja keras, disiplin dan ketekunan. Istri saya terpengaruh oleh orangtuanya bahwa tdk perlu keras. Bagi mereka disiplin sama dgn keras. Bagi mereka anak pintar di SD akan bosan belajar ketika besar nanti. Anggapan yg saya anggap sangat kampungan. Belajar dr rumah adalah tantangan terberat. Saya bekerja dan istri di rumah. Sy ingin istri sering melihat anak ketika belajar. Krn anak sy cukup pintar utak atik laptop dan tabletnya saat belajar utk browsing, gaming atau chatting dgn temannya. Tp istri jg lbh sibuk dgn hp main game level anak tk , medsos atau nonton film korea yg menurut saya hanya membuat otak menyusut. Kebetulan putri saya, kelas 4 SD, sering ikut olimpiade matematika dan science international dan sering dapat medali. Dari kelas 1 SD sampai 4 SD semester 1 selalu dapat A. Persaingannya dgn beberapa temannya yg jg bernilai A semua adalah jumlah A star(plus) yg didapat. Ketika putri sy menang, semua merasa senang dan ikut berjasa. Tp saat saya disiplinkan putri saya, mereka anggap sy terlalu berambisi. Akhirnya karena kesal, sy tdk peduli lagi. Term 1 Semester 2 pertama kali dia dapat B ( Science, padahal sblmnya dapat medali emas di Japan Science Olympiade(Jismo,) . A Plusnya berkurang. Dan hampir gagal di eliminasi World Mathematic Invitational (WMI). Dan sy tdk peduli apakah dia ingin ikut Final WMI, berkompetisi dgn murid2 berbakat di matematika dr seluruh dunia atau tidak. Siapakah diantara kami yg hrs di”obati”? Saya, istri saya atau putri saya? Kemanakah saya hrs konsultasi? Sy tdk ingin kemarahan sy yg terpendam terhadap istri dan keluarganya merusak masa depan anak saya. Terima kasih
Hope someday …ada aplikasi yg memudahkan semua bisa menganalisis sidikjari masing2…atau paling ga…sidik jari anak2 yg nantinya bs memudahkan ortu dalam memacu dan memfasilitasi