Sobat Zenius, kali ini gue mau membahas sejarah sebagai seni. Hmm… apa, sih, maksudnya? Nah, supaya kita sama-sama ngerti, kita mulai dari contoh di bawah, ya.
“Ada yang membunuh. Ada yang dibunuh. Ada peraturan. Ada undang-undang. Ada pembesar, polisi, dan militer. Hanya satu yang tidak ada: keadilan.”
Elo udah pernah baca atau dengar kutipan di atas?
Gimana dengan yang di bawah ini?
“Berlimpahnya penderitaan di negeri sendiri telah mengalahkan perasaan simpatimu terhadap apa yang terjadi di tempat jauh.”
Kutipan pertama merupakan salah satu kutipan yang cukup populer dari buku Larasati karya Pramoedya Ananta Toer. Sedangkan kutipan yang kedua diambil dari buku Max Havelaar karya Multatuli. Elo udah pernah baca dua buku tadi? Kalau belum, gue saranin elo baca keduanya, deh!
Baca juga:
8 Rekomendasi Buku Bacaan Buat Belajar Sejarah
Larasati maupun Max Havelaar merupakan contoh dari novel sejarah. Novel sejarah merupakan salah satu jenis karya sastra yang menceritakan masa lalu atau sejarah. Nah, novel-novel ini adalah contoh sejarah sebagai seni.
Novel sejarah tentunya beda dari buku-buku sejarah pada umumnya yang kita pake buat belajar di sekolah. Kenapa? Karena pada novel sejarah, penulisnya membutuhkan salah satu unsur penting, yaitu imajinasi.
Bentar, kok sejarah butuh imajinasi? Jadi, novel sejarah itu isinya fiksi aja? Nah, ayo kita bahas sampai selesai, ya!
Daftar Isi
Arti Sejarah Sebagai Seni
Sobat Zenius, elo pasti udah tahu kan kalau belajar sejarah itu penting banget? Sejarah yang merupakan serangkaian peristiwa masa lampau, ternyata punya pengaruh yang besar terhadap masa sekarang. Sejarawan asal Inggris, E. H. Carr, pernah mengatakan bahwa,
“Sejarah adalah suatu proses interaksi secara terus menerus yang dilakukan oleh sejarawan terhadap fakta yang pernah terjadi sebelumnya. Dari interaksi tersebut, ternyata muncul suatu urutan tertentu yang tidak pernah berhenti sebagai penghubung masa kini dengan masa lalu.”
Baca Juga:
Pola-Pola Sejarah dan Manfaat Mempelajarinya
Makanya, para sejarawan mencoba untuk memaparkan kembali berbagai peristiwa sejarah kepada kita melalui banyak cara, salah satunya melalui seni.
Kenapa seni? Karena seni mampu membuat kita merasakan langsung peristiwa yang diceritakan. Contohnya ketika elo baca buku yang menggambarkan peristiwa dan perasaan dengan detail. Buku-buku seperti itu pasti bisa menyentuh emosi elo, kan? Nah, hal ini yang ingin dikejar ketika kita membahas sejarah sebagai seni.
Jadi, intinya seni bisa digunakan sebagai medium oleh para sejarawan untuk merekonstruksi kembali peristiwa-peristiwa sejarah agar emosi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh kita.
Ciri-Ciri Sejarah Sebagai Seni
Ketika para sejarawan ingin menggunakan seni sebagai medium, sejarawan nggak bisa hanya mengandalkan ilmu yang dimilikinya saja. Mereka juga harus memperhatikan beberapa unsur lain, seperti intuisi, imajinasi, emosi, dan gaya bahasa. Maksudnya gimana? Yok, bahas!
1. Intuisi
Sebelum melakukan penulisan ulang sejarah, sejarawan harus melakukan penelitian terlebih dahulu. Nah, pada saat penelitian berlangsung sejarawan menggunakan ilmu yang dimilikinya untuk memahami berbagai informasi yang ia dapatkan.
Akan tetapi, nggak jarang sejarawan merasa kesulitan, sehingga diperlukan intuisi dalam memahami informasi. Nah, kalau kayak gini rasanya sejarawan sudah mirip seperti seniman, bukan?
2. Imajinasi
Bagaimana bisa menceritakan sejarah dengan unsur imajinasi? Eits, imajinasi di sini bukan berarti fiksi atau yang nggak nyata. Imajinasi digunakan sejarawan untuk membayangkan peristiwa di masa lampau. Jadi, imajinasi yang digunakan para sejarawan tetap berdasarkan fakta-fakta yang telah ditemukan.
Misalnya aja ketika sejarawan menceritakan seorang priyayi pada awal abad 20, maka tetap dibutuhkan imajinasi untuk menggambarkan priyayi tersebut, namun penggambarannya tetap berdasarkan fakta-fakta yang telah ditemukan.
3. Emosi
Sobat Zenius, elo pernah dengar atau baca buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer? Atau elo pernah nonton film Habibie & Ainun?
Buku dan film roman sejarah seperti ini biasanya dibuat menggunakan unsur emosi untuk menyeimbangkan emosi penulis dengan objek yang ia teliti. Tujuannya, tentu agar pembaca dapat merasakan peristiwa yang sedang diceritakan.
4. Gaya Bahasa
Last, but not least. Sejarawan dituntut untuk menulis peristiwa sejarah dengan gaya bahasa yang nggak berbelit-belit, nggak membosankan, komunikatif, dan bisa dimengerti. Bakal bingung banget nggak sih kalau kita dengar atau baca novel sejarah dengan bahasa yang rumit?
Baca Juga: Apa yang Dimaksud dengan Sejarah Sebagai Peristiwa?
Fungsi Sejarah Sebagai Seni
Oke, gue udah paham kalau sejarah bisa dituturkan melalui seni. Udah paham juga unsur dan ciri-cirinya, tapi sebenarnya apa sih fungsinya? Kenapa sejarah nggak langsung dituliskan apa adanya aja gitu? Kenapa harus ada seninya?
Nah, coba sekarang kita sama-sama bayangin. Kalau kita disuruh belajar tentang suatu peristiwa sejarah, mana yang lebih enak? Baca buku yang bahasanya kaku dan baku atau baca buku dan nonton film yang bisa bikin baper?
Kalau gue sih pasti milih yang kedua hehehe. Jadi, sebenarnya fungsi sejarah sebagai seni adalah supaya kita punya hasrat untuk mempelajari sejarah melalui rasa (taste). Emang sih dalam seni ada beberapa bagian yang fiksi atau dilebih-lebihkan. Tapi, ya itu fungsinya agar kita tertarik dan mau mengulik lebih dalam terkait peristiwa tersebut.
Nah, kita bisa lihat ya kalau ternyata seni bisa menjadi medium untuk dua arah. Sejarawan bisa menyampaikan apa yang mereka ketahui dengan baik melalui seni, dan kita dapat paham atau bahkan tertarik dengan informasi sejarah yang disampaikan.
Contoh Sejarah Sebagai Seni
Dari tadi gue emang ngebahas sejarah sebagai seni sebatas dalam bentuk tulisan aja. Tapi nyatanya enggak gitu. Definisi seni itu luas banget, guys. Peristiwa sejarah pun dapat disampaikan dalam bentuk tulisan, film, penampilan teater, bahkan tarian.
Kalau yang bentuknya karya tulis, gue udah nyinggung beberapa judul di atas, lah, ya. Elo bisa cari karya-karya lain dari sejarawan yang berhasil merekonstruksi sejarah dengan seni, seperti Pramoedya Ananta Toer, Kuntowijoyo, Ahmad Tohari, dan masih banyak lagi.
Kemudian untuk film, elo bisa menonton film Dunkirk, Lincoln, Habibie & Ainun, Gie, duh banyak banget!
Kalau sejarah yang diceritakan dalam bentuk tarian gimana? Nah, bagian itu gue tantang elo untuk menggali lebih dalam, ya! Coba cari juga dalam bentuk seni lainnya. Elo pasti kagum deh karena ternyata ada banyak banget seni dengan konteks peristiwa sejarah. Seru abis!
Baca Juga:
10 Film Biografi Sejarah yang Keren Banget
Penutup
Demikian pembahasan gue mengenai konsep sejarah sebagai seni. Eits, tapi sebelum gue tutup coba dong share di kolom komentar film, buku, atau karya seni tentang sejarah yang menarik untuk disimak sesama Sobat Zenius!
Sobat Zenius, elo juga bisa belajar materi ini melalui video pembelajaran, loh. Klik banner di bawah ini untuk bisa nonton video-video dan akses kumpulan soalnya, ya!
Selain itu, Sobat Zenius juga bisa, lho, belajar mata pelajaran lainnya melalui video pembelajaran lewat paket belajar Aktiva Sekolah dari Zenius. Dengan paket belajar ini, elo berkesempatan ikut try out sekolah, sesi live class, serta mendapat akses rekaman dari live class tadi. Klik banner ini untuk informasi lebih lanjut, ya!
Penulis: Atha Hira Dewisman
Referensi:
Masruroh, L. (2020). Modul pembelajaran SMA sejarah kelas X: sejarah sebagai ilmu, peristiwa, kisah, dan seni.
Alian, A. (2012). Metodologi Sejarah dan Implementasi dalam Penelitian. Jurnal Pendidikan dan Kajian Sejarah (Criksetra), 2(2).
Leave a Comment