penjajahan

Penjajahan Bangsa Eropa di Indonesia Selama 350 Tahun, Benarkah?

Sobat Zenius yakin nggak, sih, kalau penjajahan bangsa Eropa di Indonesia itu berlangsung selama 350 tahun? Nah, buat tahu jawaban benarnya, gue mau memberikan rangkuman sejarah kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia pada artikel ini.

Kali ini gue dateng lagi mewartakan cerita seru tentang topik yang nggak akan jauh-jauh dari Sejarah.

Bisa dibilang mungkin hampir semua dari pembaca artikel blog ini adalah para pelajar Indonesia yang sejak kecil belajar pelajaran sejarah sampe berbusa-busa tentang jatuh-bangunnya kekuasaan politik maupun ekonomi di daerah geografis yang sekarang ini kita namakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari sedemikian panjang rentang sejarah Indonesia yang elo pelajari, pastinya nggak asing dengan satu tema besar yang biasanya diberi istilah “Masa Penjajahan Eropa di Indonesia”, dong?

“Masa Penjajahan Eropa di Indonesia” yang kemungkinan besar selama ini elo denger adalah sebuah masa yang dilukiskan ketika Indonesia mengalami kekejaman panjang karena Indonesia dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa, diambil kekayaan alamnya, diperbudak, didiskriminasi habis-habisan, dirampas haknya, dan sebagainya.

Akan tetapi betulkah seperti itu? Apakah bener Indonesia itu dijajah sama Belanda 350 tahun? Bagaimana bangsa Eropa bisa cepat sampai di Indonesia?

Oke, pada artikel Zenius Blog kali ini, gue mau kupas tuntas tentang banyak pandangan keliru seputar sejarah penjajahan Eropa di wilayah Nusantara yang sampai sekarang ini masih dipercaya secara umum di Indonesia.

Pandangan-pandangan keliru tentang sejarah penjajahan bangsa Eropa di Indonesia ini, entah kenapa terus dipercaya dari generasi ke generasi, disebutkan oleh orang tua, guru, pelajaran sekolah.

Sehingga, nggak heran kalau kekeliruan ini bahkan masih dipercaya oleh mereka-mereka yang ngakunya sebagai kaum terpelajar.

Nah, sebagai para intelektual muda yang terpelajar dan juga pemirsa setia Zenius Blog, gue ingin mengajak elo untuk bareng-bareng mengevaluasi setiap informasi yang kita dapatkan (kali ini terkait Sejarah bangsa kita sendiri lho!) berlandaskan data dari berbagai macam sumber.

Karena pada dasarnya, ilmu apapun yang elo pelajari, jangan pernah ditelan mentah-mentah dari buku pegangan pemerintah maupun dari omongan guru elo, tapi harus selalu juga elo tengok dari perspektif lain.

So, dalam artikel ini gue mau ngebahas beberapa miskonsepsi/salah-kaprah/kekeliruan umum tentang sejarah penjajahan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia. Yuk langsung aja kita masuk ke rangkuman sejarah kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia dalam artikel ini!

1. Benarkah Indonesia Pernah Dijajah oleh Portugis?

sejarah penjajahan bangsa Eropa
Ilustrasi kapal penjajah (Dok. idsejarah.net)

Mungkin kebanyakan dari elo selama ini meyakini bahwa Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang datang dan menjajah Indonesia.

Nah, dalam konteks ini, pertama-tama gue mau menekankan pada istilah “dijajah”, dan juga “Indonesia” sebagai sebuah identitas politik.

Pertama-tama, gue mau menekankan bahwa sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaannya 17 Agustus tahun 1945, yang namanya “Indonesia” itu belum ada men!

Kalau dilihat dari cerita sejarah, Portugis sebagai bangsa Eropa tiba di Indonesia pada tahun 1511.

Pada saat bangsa Portugis lagi main-main ke wilayah Kepulauan Nusantara, dari tahun 1512 sampai 1575, yang ada tuh: Kesultanan Aceh, Kesultanan Demak, Kerajaan Sunda (Pajajaran), Kesultanan Banten, Kesultanan Gowa, dsb.

Belum ada pikiran sama sekali dari kerajaan-kerajaan tersebut untuk bersatu jadi sebuah entitas politik, apalagi bernama Indonesia.

Jadi apakah bangsa Portugis pernah menjajah Indonesia? Ya, dalam konteks ini jelas-jelas nggak dong, wong nama Indonesia aja belum ada.

Lebih tepatnya adalah Bangsa Portugis mendatangi wilayah yang kelak bernama Indonesia ini, untuk ikut “main” dalam kancah perputaran ekonomi dan perdagangan.

Terus, ngapain juga, coba, Bangsa Portugis main jauh-jauh sampai ke kawasan kepulauan Asia Timur dan Asia Tenggara?

penjajahan
The nutmeg plant is native to Indonesia’s Banda Islands. Once one of the world’s most valuable commodities, it drew the first European colonial powers to Indonesia.

Nah, sekarang kalau kita mau telaah apakah betul Portugis itu “menjajah” wilayah Nusantara ini, kita perlu tau alesan sebetulnya kenapa bangsa Portugis ini kok bisa nyasar sampai ke Kepulauan Asia Tenggara? Emang niatnya buat menjajah atau gimana?

Jadi gini cerita awal mulanya, jauh sebelum Bangsa Eropa melakukan penjelajahan ke wilayah Asia, mereka udah bisa menikmati kekayaan alam dari wilayah Asia, terutama rempah-rempah dari para pedagang Arab di wilayah Eropa Selatan.

Dalam kebudayaan Eropa, rempah-rempah dari Timur yang selama ini dihadirkan oleh para pedagang Arab itu udah sangat melekat jadi kebutuhan bangsa Eropa sebagai perpaduan jenis obat, pengawet makanan, bumbu masakan, dan juga simbol status sosial.

Rempah-rempah tentu menjadi jawaban mengapa bangsa Eropa senang mendatangi negeri-negeri Timur termasuk Indonesia.

Rempah-rempah jadi simbol status sosial? Iya beneran! Makanan pesta yang kaya rasa akan rempah-rempah dari Timur (yang harganya selangit itu) jadi salah satu indikator gengsi dan status sosial kaum ningrat Eropa.

Walaupun Bangsa Eropa udah menikmati kekayaan alam dari wilayah Asia, mereka belum pernah tau secara persis sumber asalnya dari mana, mereka juga gak pernah ambil pusing untuk pergi jauh-jauh dateng ke kawasan tersebut karena jalur distribusi perdagangan jalan darat ke Eropa udah oke dengan “perpanjangan tangan” dari India sampai ke Arab.

Jadi, pengetahuan Bangsa Eropa tentang asal-usul rempah-rempah itu bisa dibilang cuma samar-samar.

Mereka hanya tau rempah-rempah itu berasal dari kawasan kepulauan yang sangat jauh di wilayah Timur, tempat yang begitu asing bagi mereka, begitu misterius dan rahasia.

Nah, situasi ekonomi dan jalur perdagangan rempah-rempah ke Eropa yang aman dan nyaman selama ini berubah total gara-gara jalur dagang darat ditutup oleh Kekhalifahan Utsmani, yang pada 29 Mei 1453 berhasil ngerebut kota Konstantinopel (Istanbul-Turki) yang emang jadi pintu masuk para pedagang dari timur buat jual tuh macem-macem rempah.

Repot dong jadinya! Karena kebutuhan rempah-rempah di Eropa tetap tinggi dan persediaanya makin menipis, akhirnya Portugis dan Spanyol memutuskan untuk cari jalan lain ke sumber rempah, yaitu melalui ekspedisi jalur laut.

Ekspedisi demi ekspedisi dilaksanakan sama para penjelajah yang dibiayai dari kas Kerajaan Spanyol (Cristoforo Colombo dan Fernão de Magalhães), dan Portugis (Dom Vasco da Gama, dan Bartolomeu Dias).

Singkat cerita, Affonso de Albuquerque (dibaca: Affoonsow Jabukéérki) berhasil menguasai Malaka (Februari 1511) dan mulai mengetahui tempat “rahasia” penghasil rempah paling mahal, yaitu Pulau Ambon (cengkeh), dan Pulau Banda (pala).

benteng portugis di malaka
Sisa reruntuhan benteng Portugis A Famosa di Malaka (wilayah Malaysia)

Sejak saat itulah, Portugis menjadi salah satu pemain baru dalam perekonomian dan perdagangan kawasan Timur Nusantara

Sampai akhirnya, tahun 1575 Portugis mutusin buat ninggalin monopoli di Nusantara ke daerah Tiongkok dan Jepang karena wilayah Nusantara ini dinilai nggak strategis, kegedean, dan terlalu banyak persaingan dari pedangang lokal maupun pedagang internasional.

Udah deh, gitu doang pengaruh Portugis yang sempet mampir “sebentar” ke wilayah kepulauan Asia Tenggara.

Secara geografis, Portugis hanya pernah menguasai jalur perdagangan Malaka dan Pulau Timor bagian timur (yang notabene secara politis terletak di luar wilayah Negara Indonesia).

Hal paling signifikan yang dilakukan oleh Portugis hanyalah ikut bermain dalam tatanan perdagangan Nusantara yang sebelumnya bebas menjadi dimonopoli oleh pihak Eropa, serta penyebaran agama Katolik di bagian timur wilayah Nusantara.

Jadi, kalo gue balik lagi ke pertanyaan: apakah tepat kalo kita sebut Portugis pernah melakukan penjajahan di Indonesia? Coba elo simpulkan dan evaluasi lagi berdasarkan berbagai sumber yah 🙂

Bagaimana? Menarik, kan ceritanya? Sebelum gue lanjutin, gue mau ngasih tahu ke elo buat download aplikasi Zenius dari sekarang, ya!

Di sana, elo nggak cuman belajar sejarah aja, lho, tetapi ada mata pelajaran lainnya yang bisa elo pelajari ditambah ada contoh soal dan pembahasan! Nggak cuman itu, elo juga bisa ikut serta adu otak bareng siswa lain lewat ZenCore.

Aplikasinya pun bisa di-download secara gratis! Langsung klik banner di bawah ini, ya!

cta banner donwload apps zenius

Download Aplikasi Zenius

Tingkatin hasil belajar lewat kumpulan video materi dan ribuan contoh soal di Zenius. Maksimalin persiapan elo sekarang juga!

icon download playstore
icon download appstore
download aplikasi zenius app gallery

2. Benarkah Belanda Melakukan Penjajahan di Indonesia selama 350 tahun?

Oke, mungkin elo udah sering banget denger istilah “Dulu Belanda melakukan penjajahan selama 350 tahun! Terus setelah merdeka kita dijajah sama bangsa sendiri”.

Nah, sekarang balik lagi nih ke pertanyaan semula, emang bener yah Belanda ngejajah Indonesia selama tiga setengah abad? Belum lagi kata “menjajah” itu sendiri identik dengan kekejaman, kerja paksa, perbudakan, dan lain sebagainya.

Apakah betul emang dulu Indonesia mengalami penderitaan selama itu? Yuk kita bahas dulu!

penjajahan
Konferensi Meja Bundar Den Haag: August 23 – November 2, 1949

Pertama-tama, kita telusuri dulu kapan sih ada orang Belanda nongol pertama kali di kepulauan ini?

Oke, dari sumber sejarah yang selama ini kita ketahuin kan namanya si Cornelis de Houtman tuh, yang pertama kali nyampe ke Banten pada tanggal 27 Juni 1596.

Kalo aja penjajahan Belanda dianggep berakhir pas tahun 1949, pas ditandatanganinya Konferensi Meja Bundar, berarti emang bener orang Belanda udah menjejakkan kaki di Indonesia selama 353 tahun.

Tapi bisa dibilang tepat nggak, tuh? Seperti yang elo semua ketahuin, de Houtman dateng ke Kepulauan Nusantara sebagai penjelajah, bukan penjajah.

Bahkan, Perusahaan Perserikatan Hindia Timur atau Vereeningde Oost-Indische Compagnie (VOC) aja belom didiriin pas dia berlabuh di Banten untuk pertama kali.

Jadinya momen pas pertama kali de Houtman dateng ke wilayan Nusantara itu nggak tepat dong kalo dibilang “penjajahan”.

Terus, kalo diambil dari tahun berdirinya VOC gimana? VOC didiriin sejak 1602, enam tahun setelah ekspedisi de Houtman berhasil membukakan jalan bagi penjelajah Belanda untuk melakukan aktivitas perdagangan di Kepulauan Nusantara.

Kalo kita hitung sampe KMB, 1949, berarti total 347 tahun. Yaah hampir lah. 

Eits, tapi jangan sampai elo lupa nih, VOC itu beda dengan Negeri Belanda. VOC tuh bukan negara men, tapi cuma nama satu perusahaan doang.

Kerjaan VOC itu bukannya menguasai daerah, tapi menguasai perdagangan regional di Hindia Timur.

Ibaratnya kalau jaman sekarang industri otomotif kita dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Jepang seperti Toyota, Honda, Suzuki, Yamaha, dan lain-lain, itu bukan berarti negara kita dijajah sama Jepang, kan?

Walaupun VOC dibekali hak yg kita kenal sebagai “Hak Oktroi” atau hak istimewa yang ngebolehin mereka bikin benteng, punya tentara, berhak berdiplomasi, dsb, tetep aja mereka intinya sebuah perusahaan yang punya dewan komisaris (Heeren Zeventien) dan direktur utama (Gubernur Jenderal), bukanlah mewakili sebuah negara Belanda.

Jadi, dalam konteks “Indonesia dijajah 350 tahun sama Belanda”, pendirian VOC juga bukanlah momentum yang tepat, karena sekali lagi VOC itu cuma satu perusahaan dagang doang, bukanlah negara Belanda.

VOC2

Dalam konteks “menguasai” bisa dibilang VOC nggak punya wilayah di Kepulauan Nusantara, selain Batavia dibangun sama Jan Pieterszoon Coen dari reruntuhan bandar Jayakarta.

Secara garis besar, peran VOC dalam wilayah Nusantara ini hanyalah hak monopoli dagang, yang bikin mereka dianggap sebagai “penguasa” lokal.

Tapi, kalau dalam konteks “menguasai” teritori politik, raja-raja lokal di Nusantara masih punya kekuasaan penuh sama daerahnya.

Dan, yang paling penting, daerah operasi VOC tuh nggak seluas wilayah NKRI sekarang lho.

Cuma terbatas di Batavia sebagai markas, Banten sebagai salah satu pelabuhan utama, Ambon-Banda sebagai daerah penghasil cengkeh dan pala, Makassar dan sekitarnya untuk mengamankan jalur pengiriman rempah, dan Priangan (Jawa Barat), sebagai tempat penanaman tanaman secara massal (Preanger stelsel).

Selain itu? Sebagian besar wilayah yang sekarang ini bernama Indonesia, masih dikuasai raja masing-masing (Sultan Aceh, Sultan Mataram, Sultan Gowa, Sultan Palembang, Sultan Banjar, dan Raja-raja Bali).

Oke, jadi apakah Negara Belanda sebetulnya nggak pernah menjajah Indonesia? Apakah justru jangan-jangan selama ini Indonesia malah dijajah cuma sama satu perusahaan bernama VOC doang?

Terus, jadinya kapan sih bener-bener dijajah sama Negeri Belanda? Seperti yang kita ketahui bersama, VOC akhirnya dibubarin tahun 1799 oleh pemerintahan Republik Batavia (nama Negeri Belanda pas itu), dan diambil alih langsung sama pemerintahan republik sejak 1800.

Sejak 1800 itulah nama daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan VOC diganti jadi Nederlands Indie atau Dutch East Indies (dalam Bahasa Indonesia disebut Hindia Belanda). Dan ini pun nggak serta-merta menjajah seluruh Indonesia yah.

Dengan serangkaian perang dari tahun 1800 sampe tahun 1914, barulah Belanda bisa nguasain hampir seluruh daerah Indonesia sekarang (kecuali bagian dalam Kalimantan, dan pedalaman Papua Barat).

Jadi, ya, yang bener itu Negara Belanda melakukan penjajahan di Indonesia cuma dari 1914 – 1949, dengan masa istirahat karena penguasaan Jepang sejak 1942 – 1945. Dan, totalnya berarti cuma 1949 – 1914 – 3 = 32 tahun!

Terus gimana ceritanya, tuh, muncul istilah dijajah sama Belanda selama 350 tahun?

Selidik punya selidik, pandangan ini nih bermula ketika Gubernur Jenderal Bonifacius Cornelis de Jonge yang dulu jadi pimpinan di Hindia Belanda sejak 1931 berpidato di depan masyarakat Batavia sambil nyebutin:

Nederlanders zijn hier al 300 jaar geweest en we zullen nóg minstens 300 jaar blijven”.

Artinya kira-kira:

“Belanda udah ada di sini sejak 300 tahun yang lalu, dan tetap bakal ada di sini 300 tahun ke depan!”.

Udah tentu dong, kalo diliat dari tahun pas dia memimpin, pidato ini sengaja ditujukan buat bikin jiper para tokoh-tokoh pergerakan nasional yang lagi semangat-semangatnya menggalang kekuatan rakyat nusantara. Hehehe.

Jadi, sekarang masih mau percaya omongan Gubernur Jenderal de Jonge atau fakta sejarah? 😛

3. Siasat Divide et Impera Sering Digunakan Buat Memecah Belah Rakyat Indonesia

Napoleon Melawan Belanda
Dok: De intocht van Napoleon te Amsterdam, 9 Oktober 1811 oleh Mattheus Ignatius van Bree / Public Domain

Buat Sobat Zenius yang nggak tau divide et impera, itu bukan nama mantra sihir dalam Harry Potter yah.

Divide et Impera itu sebuah taktik politis “adu domba” untuk memecah belah sebuah wilayah besar, hingga akhirnya terpecah jadi beberapa bagian kecil, untuk kemudian lebih mudah dikuasai.

Nah, dalam konteks ini banyak orang yang masih berpikir bahwa para “penjajah dari Eropa” ini, dengan liciknya menggunakan taktik divide et impera untuk memecah belah rakyat Indonesia.

Sekarang pertanyaan gue adalah: Rakyat Indonesia yang mana yang dimaksud? Tapi kenapa istilah “divide et impera” ini bener-bener santer banget yah didengungin sejak kita kecil?

Dalam konteks ini, gue nggak sepakat dengan pernyataan bahwa siasat ini sering digunakan untuk memecah belah rakyat Indonesia.

Alasannya ya simpel, lagi-lagi ya karena pas jaman segitu emang belum ada rakyat Indonesia yang bersatu!

Boro-boro kenal istilah Indonesia, merasa sebagai satu kesatuan aja nggak ada.

Kita yang lahir setelah kondisi politik di Indonesia dan dunia ini relatif stabil emang biasanya susah untuk mandang bahwa seratus tahun yang lalu itu, kondisi geopolitis di dunia ini nggak kaya sekarang gini.

Apalagi 300 tahun lalu dong, pas VOC mulai menancapkan pengaruh perdagangannya di Kepulauan Nusantara. Mana ada yang disebut “persatuan Indonesia”.

Pertanyaannya sekarang, apakah waktu Kesultanan Banten sedang perang dengan Kesultanan Palembang di akhir abad 16 dan awal abad 17, VOC melakukan divide et impera? Ya nggak, kedua kerajaan itu emang kepisah kok.

Apanya yang pecah-belah? apanya yang diadu-domba? Pas Kaum Adat dan Kaum Paderi saling perang, apakah Belanda melakukan divide et impera? Ya nggak, kedua kaum itu emang kepecah sebelum Belanda ngelakuin intervensi demi mengamankan aset-asetnya di Sumatera Barat.

Ketika Bone ingin melepaskan diri dari “penjajahan” Kesultanan Gowa, apakah Belanda melakukan siasat divide et impera? Lagi-lagi nggak, karena emang dua entitas kerajaan itu emang selalu berseteru.

Alih-alih menerapkan divide et impera, VOC dan Hindia Belanda lebih bersifat sebagai katalis dalam semua konflik yang ada di Kepulauan Nusantara waktu itu. Keberpihakan Belanda sangat menentukan pihak mana yang akhirnya menang perang.

Tapi, apakah Belanda nggak pernah sama sekali melakukan siasat divide et impera selama melakukan penjajahan di Nusantara?

Nah, khusus hal ini, emang pernah kejadian beberapa kali. Tapi untuk jangka waktu kependudukan ratusan tahun, siasat ini bisa dibilang jarang banget dipakai, yaitu cuman tiga kali:

  • Sewaktu ngebelah Kesultanan Mataram jadi 4 bagian, Kesultanan Yogyakarta, Kesunanan Surakarta, Puri Mangkunegaran, dan Puri Pakualaman, pada perjanjian Giyanti, 13 Pebruari 1755. Walaupun ini juga ga bisa dibilang Belanda yang punya niat. Para pangeran-pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwana I) dan Sambernyawa (Sri Mangkunegara I) emang awalnya ngeberontak sama Sunan Pakubuwana III sebagai raja Mataram yang sah, dan Sambernyawa ga pernah dilibatin sama proses penyusunan Perjanjian Giyanti.
  • Sewaktu Snouck Hurgronje memetakan pola sosiologis masyarakat Aceh, yang sangat berguna buat memecah belah masyarakat Aceh dan ujung-ujungnya menangin perang Aceh yang mana Belanda ga menang-menang dan udah rugi banyak secara finansial.
  • Sewaktu pemerintahan Hindia Belanda mengeluarkan Undang-undang Indische Staatsregeling (ISR) pada tahun 1926. Pasal 163 dalam undang-undang tersebut nyebutin bahwa warga Hindia Belanda dibagi jadi tiga golongan, yaitu 1) golongan Eropa dan Jepang, 2) golongan Timur Asing, serta 3) golongan Bumiputera.

Oke, jadinya sekarang ngerti dong yah, bahwa ngga setiap tindak-tanduk VOC dan Hindia Belanda selama di Nusantara ini bersifat divide et impera.

Buat lebih jelasnya lagi, mungkin bisa elo telusurin artikel-artikel menarik tentang divide et impera (atau divide and rule) di berbagai sumber.

4. Penjajahan yang dilakukan Eropa Selalu Menyengsarakan Masyarakat Indonesia

Jika kita bicara tentang penjajahan bangsa Eropa di daerah kepulauan Nusantara ini, kemungkinan yang terbersit di kepala elo adalah hal-hal negatif yang dialami “bangsa Indonesia” pra-kemerdekaan.

Katakanlah, sepotong cerita tentang kediktatoran Herman Willem Daendels, seorang gubernur jendral Hindia Belanda tahun 1808-1811 yang seringkali dicitrakan sebagai manifestasi dari kekejaman.

Mulai dari kerja rodi lah, pembangunan jalan raya Daendels yang ngabisin ribuan nyawa lah, sampai sistem pengadilan kelilingnya yang nggak pandang bulu main hukum-hukum aja orang-orang pribumi yang bersalah.

Tapi masalahnya, apakah jika kepemerintahan Daendels yang sewenang-wenang ini seolah-olah merefleksikan hubungan dari kependudukan Bangsa Eropa di wilayah Nusantara selama ratusan tahun?

Sementara di sisi lain, kita mengenal Sir Thomas Stamford Raffles yang seringkali dielu-elukan karena karyanya dalam membangun Kebun Raya Bogor, nemuin Candi Borobudur, nemuin bunga Rafflesia Arnoldi, pengubahan sistem pengelolaan tanah (landrente) yang lebih nguntungin kaum pribumi yang punya tanah, dsb.

borobudur-temple-05
Penemuan dan pembangunan kembali Candi Borobudur

Dalam konteks ini, sebetulnya gue ingin elo semua melihat zaman penjajahan bangsa Eropa di wilayah kepulauan Nusantara dari sisi yang lain.

Bukan serta-merta kulit luar yang dengan gampangnya mencap keterlibatan Bangsa Eropa dalam sejarah Indonesia pra-kemerdekaan sebagai “bangsa penjajah, kumpeni, diktator, pengeruk kekayaan negeri, penyengsara rakyat, dan semacamnya”.

Sebaliknya, ada banyak banget warisan dari bangsa Eropa, baik Belanda maupun Inggris yang manfaatnya masih terasa sampai sekarang ini.

Bahkan bisa dibilang, peran serta mereka selama ratusan tahun, berkontribusi banyak dalam membangun karakter dan tatanan fundamental dari Bangsa Indonesia.

Contohnya dari mulai hal yang paling sederhana, yaitu pembangunan secara fisik deh, seperti infrastruktur sipil, rumah, jembatan, kanal. Jalan Raya Daendels, rel kereta sepanjang Pulau Jawa, Sumetera, Sulawesi, dan lain-lain.

Pendidikan K12 (12 tahun ajaran) yang hampir semua lo alami sendiri dari SD – SMP – SMA yang merupakan adaptasi dari HIS – MULO – AMS yang relatif bebas untuk semua kalangan (tanpa batasan sistem kasta seperti yg dialami India yang dijajah Inggris).

Belum lagi dari segi hukum, mungkin selama ini elo gak sadar kalo kita mewarisi sistem peradilan dan kodeks Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP) juga dari Belanda.

Dari tatanan administrasi politik, kita juga berhutang-budi pada Belanda mempercayakan para bangsawan untuk jadi pemimpin residen, yang akhirnya kita kenal sekarang dengan istilah Kabupaten.

800px-Java_Great_Post_Road.svg
Jalan Raya Pos (Anyer-Panarukan) yang dibangun pada masa pemerintahan Gubernur-Jenderal Herman Willem Daendels

Terakhir adalah hal yang paling penting dari semuanya adalah: rasa kebersatuan kita sebagai satu wilayah geografis yang akhirnya bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kalo bukan karena hubungan dagang, ekonomi, serta tatanan sosial yang dikembangkan oleh bangsa-bangsa Eropa selama ratusan tahun, bisa jadi Negara bernama Indonesia tidak pernah terbentuk.

Atau mungkin wilayah geografis kepulauan dari Sabang sampai Merauke yang kita sekarang kita kenal bernama Indonesia ini malah terbentuk menjadi beberapa negara sendiri-sendiri.

Bisa-bisa yang muncul tuh Kesultanan Aceh Darussalam, Kesultanan Jawa Mataram, Republik Banten, Republik Demokratik Borneo, Republik Rakyat Tapanuli, dan lain-lain.

Nah, lho, apa elo pernah kepikiran hal itu sebelumnya? Jadi, kalo kita kembali pada pernyataan bahwa “Bangsa Eropa menjajah Indonesia dan menyengsarakan rakyat Indonesia selama ratusan tahun” itu terlalu cetek banget yah.

Pengalaman para leluhur kita dengan bangsa Eropa selama ratusan tahun sangatlah dinamis dan juga kompleks, rasa-rasanya naif sekali kalau kita menyimpulkan fakta sejarah hanya dari satu atau dua sisi saja.

Makanya kita perlu terus mengkaji serta mengevaluasi pemahaman kita akan segala sesuatu, termasuk juga tentang sejarah negara kita sendiri.

Oke, cukup sudah rangkuman sejarah kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia beserta beberapa fakta yang perlu Sobat Zenius ketahui. 

Cuman kalau semua diceritain di satu artikel kayaknya bakal panjang banget. Jadi, kemungkinan besar gua akan menulis lanjutan dari tulisan ini ke artikel-artikel berikutnya di Zenius Blog.

Sobat Zenius juga bisa mempelajari sejarah kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia melalui video pembelajaran yang dibawakan oleh ZenTutor. Selain ceritanya yang lengkap, elo juga akan disajikan beberapa contoh soal dan pembahasan yang mudah dimengerti.

Klik banner di bawah ini buat belajar dari sekarang, ya!

penjajahan

Biar makin mantap, Zenius punya beberapa paket belajar yang bisa lo pilih sesuai kebutuhan lo. Di sini lo nggak cuman mereview materi aja, tetapi juga ada latihan soal untuk mengukur pemahaman lo. Yuk langsung aja klik banner di bawah ini!

penjajahan

Catatan Editor

Kalo ada di antara elo yang mau ngobrol atau diskusi sama Faisal tentang Sejarah Indonesia pra-kemerdekaan, langsung aja tinggalin komentar di bawah artikel ini ya.

Baca Juga Artikel Lainnya:

Sejarah Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Contoh Soal PAT Sejarah Kelas 11 Semester 2

Peristiwa Jepang Menyerah Tanpa Syarat

Originally published: March 5, 2015
Updated by: Maulana Adieb

Bagikan Artikel Ini!