Kenapa Harus Repot Melindungi Hewan Langka? 25

Kenapa Harus Repot Melindungi Hewan Langka?

Alasan pentingnya perlindungan hewan langka dibahas dengan penjelasan detil tentang dampak dari kepunahan dan peranan penting spesies dalam ekosistem.

Guys, kalian pernah ga sih pas lagi jalan di kampus, di mall, atau tempat umum lainnya, disamperin oleh perwakilan suatu LSM lingkungan yang ngajak untuk dukung kampanye perlindungan satwa langka? Kalian pastinya juga pernah liat kampanye perlindungan spesies yang terancam punah ini di social media.

Beberapa contoh kampanye perlindungan satwa yang hampir punah
Beberapa contoh kampanye perlindungan satwa yang hampir punah

Malahan, kampanye ini ga hanya diserukan oleh para ativis lingkungan aja. Beberapa selebriti dunia juga ikut menyuarakan pentingnya perlindungan terhadap satwa langka. Kalo kalian masih ingat, pada Maret 2016 lalu, aktor terkenal Leonardo DiCaprio datang blusukan ke hutan Indonesia (tepatnya ke Taman Nasional Gunung Leuser di Aceh) dan menentang perusahaan kelapa sawit yang telah mengganggu habitat gajah Sumatra sehingga membuat spesies ini terancam punah. Di lain kesempatan, Leo juga menyumbangkan dana $1 juta untuk konservasi gajah di Afrika. Wih.. Ada yang lumayan ekstrem juga nih. Aktris cantik Hayden Panettiere (pemeran utama di serial TV Heroes) pernah terlibat konfrontasi langsung di tengah laut dengan para nelayan Jepang yang melalukan perburuan lumba-lumba. Ckckck. Mungkin lo juga tau cerita selebriti lain yang sangat peduli terhadap perlindungan satwa liar.

leonardo1_20160329_115318

Barangkali lo ga habis pikir, kenapa ya ada orang yang bela-belain banget melindungi spesies langka. Pertanyaan ini sebenarnya mengantarkan kita ke pertanyaan yang lebih mendasar lagi, yaitu

Kenapa sih kita butuh melakukan upaya konservasi satwa? Ngapain sih nyelametin hewan yang hampir punah?

Ada berbagai alasan kenapa ada orang yang peduli banget dengan hewan langka. Kalo disodorin pertanyaan seperti di atas, biasanya nih muncul jawaban dengan alasan-alasan seperti berikut:

  1. Iya, hewan kan pada jadi langka karna manusia, jadi harus kita jaga supaya ga punah.
  2. Sebagai pemimpin di bumi, kita harus ngejaga satwa biar ga ada yang punah.
  3. Iya, kita harus ngelindungin satwa-satwa tersebut biar anak-cucu kita tetap bisa liat hewan-hewan itu.

Sah-sah aja sih orang mau punya alasan apa. Tapi sorry to say, guys. Gue bisa bilang, menurut sudut pandang Ekologi, alasan-alasan di atas tuh kurang kena ke real problem-nya! Alasan no 1 & 2 kurang karena FYI kepunahan udah jadi bagian dari cara alam bekerja. Bahkan saat ini, tercatat setidaknya udah ada 5 Kepunahan Massal yang terjadi di bumi dan itu semua terjadi sebelom spesies manusia menapakkan kaki di muka bumi ini. Untuk alasan no 3, emangnya hewan-hewan tersebut cuma bisa dijadikan tontonan untuk manusia aja ya? Hehehe..

Nah lho, sampai di sini gue rasa lo makin penasaran, jadi kenapa kita harus repot-repot melakukan konservasi satwa kalo ternyata udah banyak spesies punah tanpa campur tangan manusia? Apa juga peran sebenarnya dari satwa-satwa tersebut sampe harus kita lindungin?

Pada artikel ini, gue akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Gue bakal mengajak lo semua untuk mikirin kenapa kita perlu melakukan konservasi satwa di habitatnya sendiri (atau istilahnya konservasi in-situ). Gue juga akan kasih contoh-contoh nyata dari peran suatu spesies dan apa efeknya kalo mereka punah. Gue tertarik nulis ini karena gue ngerasa isu ini kurang banget dibahas secara mendalam di sekolah. Di kelas 10 SMA, ada bab khusus tentang Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem. Tapi sayangnya bab ini biasanya cuman dibahas asal lewat aja. Para siswa jadi ga ngerti betapa pentingnya usaha konservasi. Oke deh, let me tell you the real story.

Kenapa Harus Repot Melindungi Hewan Langka? 26

 

KEPUNAHAN: ALAMI, MASSAL, DAN AKIBAT MANUSIA

A. Kepunahan Alami sebagai Bagian dari Siklus Alam

Mungkin lo masih bingung saat gue bilang kepunahan itu merupakan siklus alam. Tapi memang di dalam sejarah panjang dari bumi yang berumur 4,5 milyar tahun ini, bisa dibilang lebih dari 95% mahluk hidup yang pernah ada di bumi ini udah punah. Kepunahan spesies adalah hal yang wajar dalam perjalanan makhluk hidup di bumi. Ada kepunahan alami yang terjadi sepanjang waktu ketika di waktu dan lingkungan tertentu, secara random, alam melakukan seleksi pada spesies-spesies yang kurang bisa menyesuaikan diri pada (perubahan) lingkungannya.

Contoh spesies yang mengalami kepunahan alami adalah hiu Megalodon yang hidup 23 hingga 2,6 juta tahun yang lalu. Megalodon tuh punya ukuran tubuh yang guedee banget. Tentunya butuh makan mangsa yang buanyak banget untuk memenuhi kebutuhan kalori tubuhnya. Di saat yang bersamaan, ada satu spesies pesaing Megalodon yang punya menu makanan sama, yaitu moyangnya paus pembunuh, yang berukuran tubuh lebih kecil. Salah satu hipotesis ilmuwan menyatakan kalo akhirnya Megalodon kalah saing dan lama-kelamaan punah.

megalodon

B. Kepunahan Massal karena Kerusakan Lingkungan

Kepunahan alami “hanya” terjadi di habitat tertentu, pada spesies tertentu. Laju kepunahannya juga relatif lebih lambat. Lain cerita dengan Kepunahan Massal. Dalam sejarah panjang kehidupan bumi, paling tidak ada 5 peristiwa kepunahan besar-besaran yang terjadi.

5-mass-extinction

1. Ordovician-Silurian mass extinction

Diperkirakan ini terjadi sekitar 443 juta tahun yang lalu di akhir periode ordovician dan awal periode Silurian. Pada zaman ini sebagian besar kehidupan berada di dalam laut yang dipenuhi hewan-hewan, seperti trilobites, brachiopods and graptolites. Hasil dari kepunahan massal ini, diperkirakan 85% mahluk hidup penghuni lautan musnah. Kepunahan ini diperkirakan disebabkan oleh perubahan iklim, yaitu terjadinya ice age.

2. Late Devonian Mass Extinction

Ini terjadi sekitar 359 juta tahun yang lalu. Sekitar 3/4 spesies yang terdapat di bumi saat itu mengalami kepunahan. Spesies yang hidup di laut dangkal menjadi kelompok yang mendapatkan dampak yang paling parah. Contohnya terumbu karang yang hidup saat itu, hampir semuanya punah. Terumbu karang mulai kembali mengisi lautan di bumi saat muncul jenis-jenis terumbu karang baru 100 juta tahun kemudian. Diduga kepunahan ini diakibatkan oleh perubahan iklim yang dipicu oleh jatuhnya meteor ke bumi.

3. Permian Mass Extinction

Peristiwa ini terjadi pada 248 juta tahun yang lalu. Permian mass extinction sering disebut sebagai “the great dying” karna 96% mahluk hidup saat itu punah. Jadi seluruh mahluk hidup yang ada sekarang, termasuk kita merupakan keturunan dari 4% sisanya. Saking parahnya, peristiwa ini sekaligus menandakan berakhirnya periode permian dan mulainya periode Triassic. Penyebab dari great dying ini diduga merupakan kombinasi dari perubahan iklim, naiknya kadar metana, penurunan kadar oksigen, dan hantaman meteor.

4. Triassic-Jurassic Mass Extinction

Peristiwa ini terjadi pada 200 juta tahun yang lalu. Kepunahan ini di diduga membuat punah sekitar 50% spesies yang hidup pada saat itu. Diperkirakan kepunahan ini disebabkan oleh perubahan iklim, aktivitas vulkanik, dan hantaman meteor.

5. Cretaceous-Tertiary (K-T) Mass Extinction

Peristiwa ini terjadi pada 65 Juta tahun yang lalu. Boleh jadi ini merupakan peristiwa kepunahan massal yang paling dikenal oleh orang-orang karena inilah era ketika reptil-reptil besar, seperti dinosaurus, benar-benar punah. Peristiwa ini juga menandakan mulainya massa mamalia mendominasi daratan bumi. Meskipun pemahaman orang awam sering menganggap dinausaurus punah akibat hantaman meteor, sebenarnya dinosaurus atau reptil-reptil besar lainnya sudah diujung kepunahan saat jutaan tahun sebelum meteor menghantam bumi. Yang menyebabkan meningkat tajamnya kepunahan reptil besar pada era ini adalah perubahan iklim akibat aktivitas vulkanik. Hantaman meteor hanya menjadi “killing blow” untuk benar-benar memunahkan dinosaurus yang memang sudah tinggal sedikit pada era tersebut.

Nah, dari contoh-contoh kepunahan massal di atas, sebenarnya ada suatu pola, di mana setiap kepunahan massal terjadi akan selalu diikuti oleh munculnya spesies-spesies yang baru. Ini semua mengikuti teori evolusi yang menyatakan saat ada kepunahan massal, banyak relung-relung yang menjadi kosong. Saat itu mahluk hidup yang masih bertahan, dalam waktu yang lama akan berevolusi menjadi spesies-spesies baru yang mengisi relung tersebut.

*relung = status fungsi atau peran unik suatu spesies dalam sebuah ekosistem

Contohnya, saat terjadi kepunahan massal pada masa Cretaceous-Tertiary yang membuat reptil-reptil besar, yang awalnya mendominasi di bumi, punah. Saat mereka punah, mamalia mendapatkan kesempatan untuk dapat menguasai relung-relung kosong yang terdapat di bumi. Sebelum terjadi kepunahaan massal K-T, nggak ada tuh mamalia-mamalia besar dan memiliki otak kompleks yang bisa banyak kita temukan di bumi sekarang. Adanya mamalia yang kecil-kecil aja, semacam “tikus” (maksudnya mirip tikus, bukan tikus kayak jaman sekarang).

diversity-from-mass-extinction-small
Terlihat kalo abis peristiwa mass extinction, muncul jenis-jenis baru yang ga ada sebelomnya.

C. Manusia sebagai Penyebab Kepunahan Massal ke-6?

Selanjutnya, kita liat perbandingan laju kepunahan di saat normal (saat tidak terjadinya great extinction event) dibandingkan dengan laju kepunahaan saat manusia mulai mendominasi bumi ini.

extinction-rates-small

humans-extinction-small

Dari kedua gambar di atas, bisa lo liat bahwa laju kepunahan meningkat tajam seiring dengan meningkatnya populasi manusia. Dan ternyata kepunahan besar-besaran itu mulai terjadi saat manusia telah mengalami Revolusi Industri. Bahkan menurut penelitian IUCN (International Union for Conservation of Nature), manusia berkontribusi meningkatkan laju kepunahan spesies menjadi lebih dari 100 KALI LIPAT LOOOH!!! Bukan 100% ya. Lo pikirin aja tuh seberapa pesat peningkatannya. Karena itu, para peneliti konservasi menduga kalau saat ini bumi sedang mengalami masa kepunahan massal ke-6, dan itu mostly disebabkan oleh manusia!

“Kok bisa sih manusia se-mempengaruhi itu?”

Karena manusia (termasuk manusia purba) merupakan spesies yang survive dengan cara aktif mengubah lingkungan. Manusia secara aktif mengubah hutan menjadi perkebunan, rawa menjadi perkotaan, sungai menjadi bendungan, dll. Dalam perubahan tersebut, jelas akan ada mahluk hidup yang tersingkirkan dari habitatnya dan mungkin akan punah. Manusia juga aktif dalam mengubah lingkungan secara global dengan menggunakan peralatan yang menghasilkan limbah atau gas buang yang dapat secara langsung berbahaya bagi lingkungan, seperti logam berat, Chloroform, dll, atau yang dapat mempengaruhi iklim, seperti CO2, Metana, SOx dan NOx.

PERAN SESUNGGUHNYA DARI TIAP SPESIES DALAM EKOSISTEM

Kalo manusia memang berkontribusi banyak dalam memunahkan berbagai spesies hewan dan tumbuhan, terus kenapa? Bukankah hewan-hewan yang berbahaya, kayak ular, hiu, buaya, dan lain-lain, lebih baik punah aja biar kita hidup lebih aman? Sebenarnya apa sih pentingnya menjaga hewan biar ga punah? Cuma biar anak cucu kita bisa liat?

Sepertinya kita harus benar-benar flashback ke materi Biologi kelas 10 SMA tentang Ekosistem untuk tau konsep gimana suatu ekosistem itu bekerja.

Ekosistem merupakan perwujudan dari kumpulan komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi.

Suatu ekosistem dikatakan stabil saat komponen biotik dan abiotiknya tidak mengalami fluktuasi dalam jangka waktu yang panjang. Gimana sih wujud dari interaksinya? Lo bisa liat gambar jaring makanan yang kayaknya udah ga asing lagi buat lo.

jaring-makanan-small

Gambarnya mungkin terlihat ribet, tapi itu masih simpifikasi loh. Aslinya lebih ribet lagi karena di gambar itu belom dimasukin faktor abiotik. Tapi dari gambar di atas, lo bisa kebayang kan kalau di dalam suatu ekosistem, setiap mahluk hidup itu pasti punya relung atau perannya masing-masing. Ada yang jadi produsen, konsumen I, konsumen II ,dst.

Memang pada kenyataannya relung tersebut banyak yang tumpang tindih satu sama lain. Sebagai contoh, jika burung jalak bali punah dalam suatu ekosistem, masih ada burung jalak lain, seperti jalak kerbau, yang berpotensi mengisi relung yang ditinggalkan jalak bali sehingga ekosistem tidak akan terpengaruh signifikan. Namun, ceritanya akan lain jika hewan yang punah atau menghilang di dalam suatu ekosistem tersebut merupakan kelompok hewan “keystone species”.

Keystone species” merupakan spesies hewan yang memiliki biomassa (berat hidup seluruh anggota spesies tersebut dalam ekosistem) yang relatif rendah, namun memiliki peran yang sangat penting di dalam ekosistem.
Perannya penting karena relung yang diisi tidak (atau sangat sedikit) beririsan dengan hewan-hewan lainnya.

Jadi, begitu hewan keystone species punah (atau hilang secara lokal), akan terjadi efek domino di dalam ekosistem tersebut, yaitu ikut punahnya spesies lain (atau hilang secara lokal) yang berujung pada kerusakan ekosistem secara menyeluruh. Apa aja contoh hewan-hewan yang jadi keystone species itu, silahkan disimak di bawah ini…

A. Top Predator sebagai Keystone Species

Top predator dalam suatu ekosistem umumnya berukuran besar dan memiliki daya jelajah yang sangat tinggi dibandingkan hewan-hewan lain di dalam ekosistem tersebut. Ga cuman punya daya jelajah yang jauh, top predator biasanya juga merupakan predator yang generalis. Maksudnya, dia bisa makan banyak jenis hewan lain. Contoh gampangnya itu, harimau. Harimau punya jarak jelajah yang sangat tinggi di hutan dan bisa makan macem-macem, mulai dari lutung, rusa, kancil, orang utan, dan hewan-hewan lainnya. Oleh karenanya, top predator punya kemampuan untuk mengontrol populasi banyak jenis hewan agar tidak melewati daya dukung lingkungan (carrying capacity). That’s why top predator, semacam singa, buaya, hiu, dan lain-lain, punya peranan penting dalam ekosistem.

Sayangnya, justru top predator ini merupakan spesies yang paling rawan untuk punah. Kok bisa? Jawabannya ada di konsep ekologi lainnya, yaitu aliran energi dalam ekosistem. Di dalam ekosistem, aliran energi itu sangat ga efisien. Setiap naik satu tingkatan tropik (misal, dari produsen ke konsumen 1), energi berkurang jadi tinggal 10%. Inget bro, jadi tinggal 10%, bukan ngurang 10%.

Btw, jumlah energinya cuman sekedar ilustrasi ya.
Btw, jumlah energinya cuman sekadar ilustrasi ya.

Si top predator ini biasanya badannya gede-gede. Tambah lagi, energi yang mereka dapat dari makan satu mangsa itu kecil karena aliran energi yang ga efisien. Karenanya, dia butuh makan mangsa yang buanyak. Top predator juga umumnya memiliki waktu tumbuh dan berkembang serta kehamilan yang lama. Oleh karena itulah, begitu top predator diburu oleh manusia, jadi cepet abis.

Lo semua pasti udah ngerti lah ya dengan pelajaran SMP berikut:

  • populasi produsen turun –> populasi konsumen I turun –> populasi konsumen II turun –> populasi top predator turun : BOTTOM-UP EFFECT

  • populasi top predator turun –> populasi konsumen II naik –> populasi konsumen I turun –> populasi produsen naik : TOP-DOWN EFFECT

Garis merah menandakan populasinya yang turun pertama kali.
Garis merah menandakan populasi yang turun pertama kali.

Efek top-down bakalan berbeda di setiap ekosistem, bergantung dengan jumlah tingkatan tropik yang ada di dalam ekosistem tersebut. Mekanisme Top-down effect itu yang bikin Top predator jadi keystone species karena keberadaannya penting banget untuk mengontrol kestabilan suatu ekosistem.

Langsung aja deh ke contoh-contoh tentang gimana kehilangan top predator berakibat fatal bagi suatu ekosistem.

1. Contoh klasik di Taman Nasional Yellowstone Amerika

Cerita ini udah sering banget muncul di buku textbook Ekologi. Jadi ceritanya sekitar tahun 1800an, Serigala (Canis lupus) merupakan top predator yang paling dominan di Taman Nasional Yellowstone, Amerika Serikat. Jumlah tingkatan tropik di Yellowstone hanya ada 3:

produsen – herbivor – top predator

Pada saat itu, banyak yang menganggap serigala hanya merusak keindahan Taman Nasional Yellowstone karena dipandang sebagai hewan yang berbahaya bagi manusia. Serigala juga dianggap sebagai hewan kejam karena memburu hewan-hewan herbivor besar di sana, seperti rusa, Elk dan Antelope.

“The wolf is a monstrosity of nature…possessing the cruelty of Satan himself.”

The Dillon Montana Examiner, 1921

Karna itu, pada 1883, pemerintah Amerika mengadakan perburuan besar-besaran untuk mengurangi jumlah serigala yang ada di sana. Bahkan pemerintah memberikan hadiah bagi orang-orang yang berhasil memburu dan membunuh serigala. Hasilnya pada tahun 1926, sepasang serigala terakhir yang hidup di Taman Nasional ini dibunuh. Sejak saat itu, tidak ada serigala yang tersisa di sana.

Setelah serigala “hilang”, apa yang terjadi dengan Taman Nasional Yellowstone?

Hasilnya, alih-alih Taman Nasional Yellowstone menjadi lebih asri dan indah, yang ada justru rumput dan bahkan pohon-pohon di Yellowstone malah jadi berkurang! Sesuai dengan tingkatan tropiknya, saat top predator hilang, jumlah herbivor langsung tidak terkontrol. Selain makan daun, herbivor-herbivor itu juga bisa dengan mudah makanin anakan-anakan pohon yang masi kecil-kecil. Jadi pohon-pohon ga punya keturunan yang selamet.

Kerusakaan ekosistem hutan di Taman Nasional Yellowstone berlangsung sampai pada sekitar tahun 1970an ketika perburuan serigala diilegalkan oleh pemerintah. Dan tahun 1995, serigala kembali di-re-introduksi ke Taman Nasional Yellowstone. Hasilnya bisa kita lihat di bawah.

wolves-vs-elk
Populasi elk menurun seiring bertambahnya serigala
Kiri: sebelum reintroduksi serigala. Kanan: setelah reintroduksi serigala
Kiri: sebelum reintroduksi serigala. Kanan: setelah reintroduksi serigala

Dari gambar di atas, lo bisa liat, begitu serigala di-reintroduksi, serigala langsung berperan aktif menurunkan populasi elk dan herbivor besar lainnya. Dengan demikian, rumput dan anakan pohon di Taman Nasional Yellowstone bisa tumbuh kembali. Ekosistem kembali stabil.

2. Hilangnya Hiu di Ekosistem Terumbu Karang

Sekarang kita ambil contoh kasus yang ada di deket kita, yaitu ekosistem terumbu karang. Pada ekosistem terumbu karang, top predator biasanya adalah spesies-spesies hiu, mulai dari hiu karpet, hiu bambu, hiu black tip, dan lain-lain. Tapi yang paling bisa kita anggep sebagai Top Predator di ekosistem terumbu karang itu adalah hiu black tip dan white tip karena paling gede di antara yang lain di ekosistem terumbu karang.

hiu di terumbu karang

Pada ekosistem terumbu karang, kita bisa sederhanakan tingkatan tropik minimal jadi 4:

Produsen – Herbivor – Meso Predator – Top Predator

Produsen: mikro alga (fitoplankton), makro alga (rumput laut), dan terumbu karang

Terumbu karang sendiri adalah simbiosis hewan karang & mikro alga (jadi sebenernya yang produsen adalah si alga simbiosisnya). Di antara 3 kelompok produsen, terumbu karang memiliki laju pertumbuhan yang paling rendah. tapi paling dominan di ekosistem terumbu karang. Kenapa? Karena makro alga secara konstan dimakan oleh banyak herbivor laut. Di sisi lain, terumbu karang cuman dimakan oleh 1 kelompok herbivor aja, yaitu parrot fish, ikan yang memiliki gigi khusus buat makan karang.

Terus gimana kira-kira efeknya kalo hiu nya ilang? Hayoo. coba lo pikirin dulu.

think meme

Beberapa penelitian menunjukkan saat populasi hiu turun drastis akibat dipancingin oleh manusia, efek top-down yang terjadi:

populasi top predator (hiu) turun –> populasi meso predator meningkat –> populasi herbivor menurun –> populasi produsen (makro alga) meningkat

Jumlah makro alga yang meningkat drastis, mulai mendominasi menggantikan karang. Akhirnya, karang kalah saing dan mati. Efeknya, ikan-ikan kehilangan rumah tinggal dan tempat bagi mereka membesarkan ikan-ikan yang baru menetas. Efek jangka panjangnya adalah turunnya populasi ikan. Yah ga bisa mancing lagi deh. Nelayan juga ga bisa nangkep ikan lagi! Ironisnya, penangkapan Hiu yang berpotensi membuat ekosistem ikan di laut kacau balau malah dilakukan oleh nelayan itu sendiri. Contohnya potret miris dari pasar ikan Karngsong, Indramayu Jawa Barat di bawah ini:

hiu-indramayu
RIbuan anak hiu di Pasar ikan Indramayu yang diambil siripnya untuk menjadi hidangan sup ikan hiu, makanan mewah simbol status sosial di masyarakat Asia Timur.

B. Keystone Species Non-Top Predator

Dari dua contoh tersebut, lo bisa melihat gimana peran top predator sebagai keystone species. Tapi ga cuman top predator aja yang bisa jadi keystone species. Ada lagi organisme lain yang bisa jadi keystone species.

1. Agen penyebar biji tanaman

orangutan sebagai penyebar biji

Salah satu keystone species non top predator adalah spesies yang berperan menyebarkan biji dari tanaman. Mungkin lo bakalan komentar: “Yaela, semua yang makan buah juga bisa nyebarin biji, ”. Lo mesti inget, keystone species itu harus memberikan efek yang sangat signifikan terhadap ekosistem meskipun populasinya kecil. Penyebar biji yang seperti ini jarang ada. Salah satu  species yang berperan sebagai agen penyebar biji dan menjadi keystone species adalah orangutan. Orangutan menjadi keystone species karena memiliki perilaku unik, yaitu daya jelajah yang tinggi dan membawa buah-buahan saat mereka bergerak menjelajah. Perilaku itu yang membuat orangutan menjadi agen penyebar biji ideal dalam ekosistem hutan hujan tropis.

2. Organisme yang mengubah secara aktif lingkungannya

gajah merobohkan pohonOrganisme ini secara aktif mengubah lingkungan tempat dia tinggal sehingga mempengaruhi organisme-organisme lainnya. Contohnya adalah gajah. Sebagai herbivor, gajah bisa merobohkan pohon-pohon muda untuk mendapatkan makanannya. Perilaku gajah meroboh pohon ini ternyata berperan sangat baik di ekosistem hutan hujan tropis. karena secara langsung akan mengurangi jumlah spesies yang dominan. Ini akan membuat spesies pohon yang tidak dominan dapat kesempatan hidup.

parrot fish memakan karang

Selain gajah, parrot fish di ekosistem terumbu karang juga punya peran yang mirip dengan gajah. Parrot fish merupakan salah satu dari sedikit kelompok ikan yang dapat memakan terumbu karang. Perilaku parrot fish ini berguna untuk menjaga karang agar tetap beraneka ragam jenisnya sehingga saat terjadi perubahan lingkungan, ekosistem terumbu karang masih bisa bertahan.

Ada juga berang-berang. Berbeda dengan gajah dan parrot fish, berang-berang menjadi keystone species karena perilakunya membuat bendungan yang membawa efek signifikan terhadap ekosistem air.

Kalau gitu, manusia termasuk keystone spesies ga? Manusia kan banyak mengubah alam? Manusia bukan keystone spesies! Karena jumlah manusia udah banyak banget. Ingat, definisi dari keystone species adalah organisme yang jumlah biomassa-nya dikit tapi efeknya gede.

3. Polinator

polinatorKalo dari tadi kita cerita hewan-hewan gede yang jadi keystone species (sebenernya parrot fish kecil sih), sekarang kita bahas organisme yang kecil banget, yaitu organisme polinator (organisme yang membantu penyerbukan tumbuhan). Umumnya yang menjadi polinator adalah serangga. Mesipun jumlahnya secara individu banyak, jumlah serangga secara biomassa tetap sedikit.

Polinator ini penting ga cuman di ekosistem alami aja. Keberadaan polinator juga sangat penting di ekosistem perkebunan untuk bisa menjaga produktivitas suatu tumbuhan. Ironisnya, polinator di ekosistem perkebunan justru sering dilupakan oleh pengelola perkebunan. Mereka seringkali menggunakan pestisida yang tidak aman bagi polinator. Akibatnya, polinatornya ikutan mati dan produktivitas perkebunan turun.

****

Sebenernya masih banyak keystone species lain yang belom gue ceritakan. Kalo dibahas semua pastinya bakal panjang banget. Dan menurut gue, manusia belom 100% paham dengan cara ekosistem apapun bekerja. Keystone spesies yang udah ketauan sekarang itu, baru sebagian aja. Masih ada sebagian lagi yang belom kita tau. Sayang banget kalo keystone tersebut udah keburu punah sebelom kita tau perannya yang sesungguhnya. Gue berharap tulisan ini bisa membuat lo ngeliat gimana ternyata banyak hewan yang berperan sepenting itu di dalam ekosistem.

Kembali lagi gue sampaikan, sebenarnya sah-sah aja orang mau melindungi hewan dan lingkungan dengan alasan apa pun. Ada orang yang peduli aja udah bagus. Tapi sampai di sini, gue harap lo udah ngerti secara Ekologis kenapa kita perlu mengkonservasi satwa di habitatnya? Jelas, karna di habitatnya, setiap satwa memiliki peran. Jika satwa itu ga ada, ekosistem bisa collapse. Dengan kata lain, alesan kenapa kita harus melindungi satwa langka yang paling jujurnya adalah..

karena kita butuh mereka, meskipun kita sering ga sadar kalo mereka ternyata berguna banget bagi kita

Wait wait..

Kenapa emang kalau ada ekosistem yang collapse? Ya biarin aja lah hutan rusak. Kan kita ga tinggal di hutan. Ngapain gue harus peduli, misalnya dengan collapse-nya hutan Kalimantan, toh gue tinggal di Jakarta. Makanan juga nanem di kebon/sawah..

meme-konservasi-kota

Nah, sebenernya gue pengen juga membahas kenapa kita perlu melakukan konservasi lingkungan secara umum. Tapi karena tampaknya bakalan panjang banget, jadi itu bakal gue bahas di artikel Zenius Blog selanjutnya yaahh. Oh iya, buat lo yang ingin menggali lebih dalam konsep-konsep Ekologi yang gue singgung di atas, mulai dari ekosistem, jaring makanan, relung, tingkatan tropik, sampe aliran energi, lo bisa simak lebih lengkapnya di zenius.netMateri Kelas 10 SMA – EKOSISTEM

 

PS. Penjelasan ringkas dari artikel di atas juga bisa lo tonton dalam format video singkat berikut ini:

—————————CATATAN EDITOR—————————

Kalo ada di antara kamu yang mau ngobrol atau diskusi sama Ijul tentang konservasi satwa langka, silakan langsung aja tinggalin komentar di bawah artikel ini. Kalo lo tertarik dengan isu lingkungan lainnya, lo bisa baca lebih lanjut artikel Zenius Blog yang ga kalah keren berikut ini.

Kenapa Harus Repot Melindungi Hewan Langka? 27
Bagikan Artikel Ini!