Gimana sih prestasi IPTEK Indonesia dibandingkan negara lain? Apa yang bisa dilakukan mahasiswa untuk memajukan IPTEK Indonesia?
Kalo diminta untuk membanggakan Indonesia, biasanya lo sebagai warga negara Indonesia bakal mengangkat poin atau kelebihan apa sih dari negeri ini?
Pastinya berbagai varian jawaban akan muncul. Tapi gue yakin, salah satu poin kelebihan yang lumayan sering dibanggakan oleh orang Indonesia adalah:
“Wah, Indonesia adalah negara yang kaya raya akan sumber daya alam. Banyaknya kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia ini, mungkin tidak bisa dihitung. Gemah ripah loh jinawi!”
Walaupun orang Indonesia bisa sampe berbusa-busa membanggakan sumber daya alam negeri ini, di sisi lain, orang Indonesia juga sering insecure dan mengeluh:
- “Ah, Indonesia nih payah. Kita punya SDA yang berlimpah, tapi masa kalah sama negara tetangga kayak Singapur yang SDA-nya dikit?”
- “Kenapa sih negara kita ga maju-maju padahal kita punya potensi alam yang luar biasa?”
- Dan sebagainya
Yak, sumber daya alam lagi yang dibawa-bawa. Tapi alih-alih cuma mengeluh tanpa solusi, pernah ga sih terpikirkan, kenapa Indonesia dengan sumber daya alam yang berlimpah ini masih tertinggal dengan banyak negara maju? Sebenarnya seberapa jauh kita tertinggal dari negara-negara maju tersebut? Apakah terus-terusan mengandalkan sumber daya alam bisa membuat sebuah negara jadi maju?
Kalo ngomongin negara maju (developed country), sebenarnya ada banyak sih aspek yang harus kita lihat. Tapi untuk artikel ini, gue akan fokus ceritain satu aspek saja, yang berdasarkan observasi gue, Indonesia masih jauh banget ketinggalan dengan banyak negara untuk aspek ini. Aspek apa itu?
Menurut Lester Thurow, dekan MIT’s Sloan School of Management, akan terjadi pergeseran kekayaan dari negara-negara dengan pendapatan yang berasal dari sumber daya alam. Hal ini terjadi karena di masa yang akan datang, komoditas (bahan mentah hasil sumber daya alam, seperti padi, karet, kopi, kelapa sawit, emas, minyak, dll) akan menjadi semakin murah. Dari tahun 1970 sampai 1990 sendiri, harga-harga berbagai sumber daya alam turun sampai 60%. Thurow memprediksi pengurangan harga sebesar 60% tersebut akan terjadi lagi pada tahun 2020.
Nah, berdasarkan fakta ini, kebayang kan gimana kalo kita terus-terusan bergantung pada SDA sebagai sumber kemakmuran dan martabat negara? Jelas lama-kelamaan kita akan terus tertinggal karena harga barang-barang dari SDA tersebut akan semakin murah yang berimbas pada pendapatan negara semakin turun.
Terus, kalo kita ga bisa terus-terusan mengandalkan sumber daya alam, kita harus mengandalkan apa dong sebagai sumber kemakmuran dan martabat bangsa?
Lanjut lagi kata Thurow, di abad ke-21, kekuatan otak, imajinasi, inovasi, pengetahuan, dan teknologi akan menjadi kunci strategis kemakmuran suatu negara. Dengan kata lain, IPTEK!
Eh, udah cerita panjang lebar, tapi kita belum kenalan nih. Nama gue Steve Yudea, panggil aja Steve. Gue adalah mantan murid Zenius dan baru aja join tim Zenius Education selama 3 bulan terakhir sebagai Tutor Fisika. Gue lulus dari jurusan Fisika ITB.
Nah, pada kesempatan pertama gue mengisi Zenius Blog, gue ingin berbagi kumpulan pengalaman, bacaan, dan obrolan ketika gue menjadi Menteri Riset dan Teknologi Kabinet Mahasiswa ITB (2014-2015). Gue persiapkan artikel ini khusus buat kalian yang sedang menunggu waktu menyandang gelar mahasiswa. Gue akan membahas gimana keadaan IPTEK Indonesia saat ini, gimana peran IPTEK dalam memajukan sebuah negara, dan gimana peran mahasiswa dalam memajukan IPTEK sebuah negara. Gue punya harapan besar, tulisan ini bisa menjadi bahan renungan, menantang, sekaligus membakar semangat kalian, hai calon mahasiswa!
Daftar Isi
Potret IPTEK Indonesia Hari Ini
Sebelum kita ngebahas peran IPTEK, ada baiknya kita cek realita dulu. Sebenernya kondisi IPTEK Indonesia sekarang tuh lagi gimana sih? Mungkin selama ini lo cuma merasa dan menduga-duga aja. Biar lebih jelasnya, kita bisa lihat “prestasi” bangsa ini di bidang IPTEK pada berbagai penilaian internasional.
1. Anggaran Negara untuk IPTEK
Indonesia memiliki investasi IPTEK nasional sebesar 0,08% dari Gross Domestic Product (GDP), yaitu sekitar 2 miliar USD pada 2013. Ga nyampe 1%, vroh! Boro-boro 1%, angka 0,1% aja ga nyampe xD
Bandingkan dengan Israel yang membelanjakan 4,3% dari anggaran negaranya (sekitar 12,7 miliar USD). Ini adalah angka persenan belanja negara untuk riset tertinggi sedunia. Atau bandingkan dengan Amerika Serikat yang punya dana riset tertinggi sedunia, yaitu sekitar 470 miliar USD pada 2013. Hehehe, angka investasi riset Indonesia ga ada apa-apanya ya ?
Pada tahun 2016 lalu, pemerintah menyatakan bahwa anggaran riset kita naik menjadi 0,2% dari GDP. Tapi itu ternyata hanya karena perubahan rumus perhitungan.
Selain itu, Indonesia punya 205 peneliti per 1 juta penduduk. Bandingkan dengan negara tetangga kita, Singapura punya peneliti 30x lipat lebih banyak dari Indonesia, yaitu sekitar 6000 peneliti per 1 juta penduduk! Atau bandingkan dengan Israel yang memiliki 8255 peneliti per 1 juta penduduk! Angka ini adalah yang tertinggi sedunia.
Singkat kata, IPTEK di Indonesia masih belum menjadi hal penting seperti di banyak negara maju.
2. Produktivitas Peneliti Indonesia
Produktivitas IPTEK Indonesia pun selaras dengan sumber daya manusia yang dimiliki, masih sangat rendah. Di ASEAN aja, kita hanya menduduki peringkat empat dengan selisih jurnal per tahun yang cukup besar dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Padahal penelitian tanpa jurnal ibarat lulus tanpa ijazah. Kita ga punya bukti tertulis yang menyatakan kita telah melalui proses pendidikan ataupun penelitian.
Jumlah Publikasi Saintifik Negara-negara ASEAN | ||||||
Nama Negara | Tahun | |||||
2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | |
Malaysia | 15,322 | 20,034 | 21,771 | 24,093 | 26,990 | 22,357 |
Singapura | 14,250 | 15,007 | 16,342 | 17,102 | 17,554 | 16,351 |
Thailand | 9,360 | 10,096 | 11,150 | 11,548 | 12,497 | 10,886 |
Indonesia | 2,376 | 3,043 | 3,533 | 4,749 | 6,027 | 6,040 |
Vietnam | 2,057 | 2,269 | 2,992 | 3,491 | 3,758 | 3,855 |
Phillipina | 1,174 | 1,479 | 1,514 | 1,699 | 1,812 | 1,869 |
Cambodia | 176 | 189 | 222 | 237 | 269 | 287 |
Myanmar | 107 | 157 | 111 | 97 | 128 | 164 |
Brunei Darussalam | 103 | 130 | 199 | 245 | 318 | 341 |
Laos | 123 | 147 | 191 | 189 | 190 | 204 |
Timor Leste | 2 | 4 | 13 | 12 | 25 | 19 |
Sumber data | http://reports.weforum.org/global-competitiveness-index/ |
http://www.scimagojr.com/countryrank.php |
3. Indeks Kesiapan Teknologi
Salah satu faktor dalam indeks daya saing suatu negara adalah indeks kesiapan teknologi (WEF, 2013). Indeks ini diperoleh dengan banyak sekali parameter penilaian, seperti kebijakan suatu negara, besarnya anggaran negara yang dicurahkan untuk riset & teknologi, dan sebagainya. Jangkauan dari indeks ini sendiri mulai dari 1-7, di mana 7 menunjukkan kesiapan yang terbaik. Pada tahun 2016-2017, Indonesia mampu mencapai indeks kesiapan teknologi 3,5. Indeks ini menempatkan negara kita berada pada peringkat 75 dunia dari 138 negara. Kita juga masih kalah dari beberapa negara tetangga.
4. Indeks Inovasi
Parameter lain yang menjadi penilaian adalah indeks inovasi. Indeks inovasi Indonesia pada tahun 2016-2017 mencapai 4. Indeks ini cukup untuk mendongkrak Indonesia pada peringkat 31 dunia dalam indeks inovasi.
Tapi perlu diperhatikan, bahwa skor untuk paten (yang menjadi salah satu komponen penilai di Indeks Inovasi ini) sangat rendah, yaitu 0,1. Artinya apa? Jadi, Indeks Inovasi Indonesia cukup baik karena banyak peneliti asing yang meneliti Indonesia. Tapi penelitian yang bagus itu tidak dilakukan atas dan oleh orang Indonesia. 🙁
Oke, sampe di sini keliatan banget ya kalo kondisi IPTEK Indonesia sekarang aja masih ketinggalan dengan negara tetangga di Asia Tenggara. Gimana kalo dibandingin dengan negara-negara di Asia, Eropa dan Amerika Utara. Tambah keliatan banget ketinggalannya. Hehehe.
Dampak dari IPTEK Indonesia yang Tertinggal
Prestasi yang jauh dari membanggkan di atas tentunya punya dampak. Kesemua hal tersebut dapat berujung pada kegagalan meningkatkan nilai tambah produk. Hah apaan tuh?
Sederhananya, nilai tambah produk (value added product) adalah segala upaya improvement (entah itu dari segi pengambilan bahan baku, pengolahan, packaging, dsb) untuk memberikan nilai tambah pada suatu produk sehingga kualitasnya lebih baik, harga naik, dan bisa bersaing dengan kompetitor.
Contohnya nih, komoditas kopi. Kualitas kopi dari berbagai daerah di Indonesia sempat tergolong rendah karena dulunya petani memetik buah secara asal-asalan. Trus dijemur dengan cara yang ga bener, diinjak-injak. Belum lagi pas dijemur, jadi alas tidur kucing atau bahkan dilewati anjing dan terkontaminasi kotoran anjing. Pemerintah terus membina dan menyosialisasikan petik merah dan pengolahan biji kopi secara basah. Melalui upaya ini, mutu kopi Indonesia makin baik dan bisa bersaing di pasaran.
Nah, karena perhatian Indonesia pada IPTEK masih rendah, bangsa Indonesia masih kurang banget menelurkan berbagai ide kreatif untuk meningkatkan daya saing produknya. Alhasil, masyarakat kita sendiri lebih banyak menggandrungi produk impor daripada produk lokal. Selain itu, produk lokal kita banyak kalah saing di pasar global.
Jika berlangsung terus menerus, Indonesia bisa masuk ke dalam middle-income trap.
Middle-income trap sendiri merupakan sebuah teori pertumbuhan ekonomi yang menyatakan sebuah negara yang telah mencapai pendapatan (income) dengan nilai tertentu, terjebak pada angka tersebut. Tidak berkurang namun juga kesulitan untuk menaikkan pendapatan.
Pada tahun 1990, Indonesia masuk ke dalam golongan negara dengan pendapatan menengah ke bawah atau lower-middle income country. Sampai sekarang bahkan kita belum masuk ke dalam golongan negara dengan pendapatan menengah ke atas atau upper-middle income country. Walaupun setiap tahunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kondisi sehat, kita tetap harus sadar bahwa ancaman stuck pada level tertentu tetap ada.
Yang jelas, hal ini menandakan bahwa kita masih belum mampu bersanding dengan negara maju. Faktanya, dari 101 negara yang pada tahun 1960 tergolong sebagai negara berpendapatan menengah, hanya ada 13 negara yang berhasil lolos dari middle-income trap naik menjadi negara dengan pendapatan tinggi.
Gimana Caranya Sebuah Negara Ga Kejebak ke Middle Income Trap?
Salah satu negara yang berhasil melompati tembok middle-income country menuju high-income country adalah Jepang! Awalnya Jepang memang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil. Semua berubah pada tahun 1945, keikutsertaan Jepang pada Perang Dunia II memporak-porandakan ekonominya. Mereka tak bisa mengandalkan sumber daya alam. Peralatan industri yang tersisa setelah perang cuma sedikit. Mereka harus putar otak untuk dapat menghasilkan produk dengan cara produksi yang sesuai dengan kemampuan mereka.
Jepang pun mencoba bangkit. Diawali pada tahun 1960, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Jepang tahun 1960 punya Hayato Ikeda yang menyusun rencana “income-doubling plan” untuk menggandakan pendapatan per kapita dalam 10 tahun. Pemerintahan Ikeda berinvestasi besar-besaran pada infrastruktur, komunikasi, dan inovasi teknologi. Hal ini dilakukan untuk meratakan pertumbuhan kota dan daerah pelosok.
Jepang membuat sebuah buku berjudul “This is Japan” untuk mengundang investasi ke dalam negara mereka setelah PD II. Isinya didominasi oleh iklan dari perusahaan-perusahaan besar Jepang, seperti Mitsubishi Heavy Industries, Asahi Glass, Mitsubishi Shipping, Toyota, dan Mitsubishi Electric.
Sumber: eBay
Jepang juga melakukan impor teknologi maju dari negara lain dengan biaya yang relatif lebih rendah karena pembangunan infrastruktur yang baik. Ditunjang dengan angkatan kerja yang muda dan terpelajar, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat.
Perubahan ini membuat konsentrasi Jepang tertuju pada produk high-tech dan berkualitas tinggi. Sampai pada 1973 Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi mencapai 9,2%. Era ini sering juga disebut sebagai “Golden Sixties”. Pendapatan negara menjadi dua kali lipat dalam 6 tahun dan rata- rata pendapatan per kapita meningkat dua kali lipat dalam 7 tahun.
Gokil nggak tuh. Dengan menerapkan rencana tersebut, Jepang sudah bisa menjelma menjadi salah satu negara maju yang teknologinya nggak bisa diremehkan. Padahal sempat rontok gegara perang dan bom atom.
Contoh negara lain yang berhasil lolos dari middle income trap adalah Korea Selatan. Lihat saja, salah satu sumber martabat bangsa mereka sekarang berasal dari perusahaan teknologi raksasa, seperti Samsung dan LG. Begitu pula dengan Singapura yang, well, inovasi teknologinya ga diragukan lagi.
Nah, dari ketiga contoh ini, kita jadi tau:
Untuk dapat melompati batas di antara negara berpendapatan menengah dan tinggi tersebut, kita membutuhkan produktivitas dan daya saing teknologi yang lebih baik
Negara maju menghasilkan produk yang merupakan hasil inovasi dan teknologi.
Salah satu hal yang menjadi fondasi kuat lahirnya berbagai inovasi dan teknologi di negara maju adalah integrasi yang erat antara universitas, lembaga riset, dan industri. Universitas merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mendobrak batas-batas ilmu yang dibimbing oleh profesor. Universitas kemudian menghasilkan sumber daya manusia yang terlatih berpikir saintifik. SDM ini kemudian terserap dan berkarya yang sebenarnya di lembaga riset.
Di sinilah segala eksplorasi ilmu diterapkan dalam bentuk produk atau teknologi untuk menghasilkan teknologi tepat guna. Teknologi tepat guna itu kemudian diestafetkan ke industri agar bisa diproduksi massal dan digunakan oleh masyarakat luas. Tanpa adanya integrasi yang baik, hasil penelitian hanya akan sia-sia menumpuk di gudang, tanpa ada follow up menjadi produk yang benar-benar bisa dipakai.
Dengan adanya integrasi yang kuat antara ketiganya, peran mahasiswa di negara maju sangatlah besar. Mahasiswa di negara maju kuliah bukan sekedar untuk jadi sarjana dan bekerja. Mahasiswa adalah motor inovasi di negara maju.
Trus Gimana dengan Keadaan Mahasiswa Indonesia untuk IPTEK Sekarang?
Sudah bisa ditebak, pratik pengembangan IPTEK di Indonesia masih jauh berbeda dengan negara maju. Kecenderungan industri dalam negeri sendiri adalah untuk mengadopsi teknologi dari luar negeri, tanpa memperhatikan kualitas teknologi yang dihasilkan anak bangsa.
Di negara kita, sains dan profesi yang berkaitan seperti tidak ada harganya. Apalagi dengan hasil penemuan orang Indonesia. Ini dikarenakan belum ada jalur hubungan yang jelas antara universitas, lembaga riset, dan industri di Indonesia. Mahasiswa sebagai motor utama penelitian dari lembaga pendidikan belum terhubung dengan baik dengan industri nasional. Motor inovasi negara ini belum bekerja sebagaimana seharusnya.
Karena belum ada wadah eksplorasi yang jelas untuk mahasiswa di bidang IPTEK, ini berdampak pada minat dan mindset mahasiswa Indonesia kini. Ada data menarik nih dari kuesioner yang menanyakan interest dan fokus dunia kemahasiswaan para mahasiswa ITB (2014). Ada yang bisa nebak ga hasilnya gimana? Jadi ternyata, urutan interest mahasiswa ITB adalah sebagai berikut:
- Kaderisasi (kepanitiaan OSPEK)
- Isu sosial-politik negara
- Pengabdian Masyarakat & Advokasi
- IPTEK
Miris ga sih?! Gimana bisa kampus Teknologi terfavorit se-Indonesia malah punya ketertarikan yang rendah terhadap masalah IPTEK? ITB broo! Kampus ITB yang terkenal isinya orang-orang pintar, tapi malah lebih seneng ngurusin OSPEK daripada riset! Kebayang ga sih, isi kampus teknologi nomor 1 di Indonesia aja kayak gitu, gimana kampus-kampus teknologi lain di Indonesia?!
Menurut gue pribadi, generasi muda Indonesia kini masih “meremehkan IPTEK”. Contohnya, teknologi internet. Untuk orang Indonesia, internet hanyalah sebatas alat untuk update media sosial dan foto-foto saja. Berapa banyak remaja tanggung Indonesia yang update status: “Susah pisan ini ujian” ato “Duuch,, Besyok udjian tapi catetannya kosong nih”. Kenapa coba ga ubek-ubek internet buat cari sumber belajar lain yang lebih berkualitas, entah itu di Youtube atau di zenius.net ?
Kita selalu mengatakan orang Indonesia tidak mampu. Padahal banyak lembaga penelitian asing yang mau melakukan apa saja agar ilmuwan Indonesia tidak meninggalkan mereka. Sekarang mari kita tes pengetahuan kita tentang produk IPTEK Indonesia. Apakah lo familiar dengan kereta Maglev (Magnetic Levitation)? Atau pepaya California? Film Ipin dan Upin? Kalau teknologi 4G?
Kita mampu, mampu sekali!
Jadi, Apa yang Bisa Dilakukan Sebagai Mahasiswa Indonesia?
“Okay, Steve. Sekarang gue ngerti, Indonesia ga bisa terus-terusan ngandelin SDA kalo mau maju. Kita harus memajukan IPTEK. Dan gue sekarang juga ngerti potensi mahasiswa untuk memajukan IPTEK negara ini. Tapi gimana caranya?”
Hai para calon mahasiswa, kalian bisa berkontribusi terhadap dunia sains dan perkembangan IPTEK Indonesia! Apa saja yang bisa kita lakukan untuk berkontribusi?
1. Belajar dengan Semangat dan Passion
Dengan belajar sesuai passion, mindset belajar kita pun akan bertransformasi. Mindset-nya bukan lagi sekadar “bekerja”, tapi berkarya! Banyak sekali mahasiswa kuliah masih dengan mindset “bekerja” bukan berkarya, di mana pada akhirnya mereka akan menghabiskan waktu lebih dari separuh hidup mereka, “bekerja”. Mengerjakan sesuatu sebatas selesai tanpa memikirkan seperti apa dampak hal yang telah dikerjakannya pada orang lain.
Ada dua orang pekerja bangunan yang sedang membangun sekolah. Kedua pekerja tersebut diberikan sebuah pertanyaan yang sama: “Kamu sedang membangun apa?“
A: “Saya sedang menumpuk bata menyusun sebuah bangunan.“
B: “Saya sedang membangun sebuah sekolah di mana nantinya akan ada anak-anak yang akan belajar di dalamnya.”
Semangat si A adalah untuk menyelesaikan sebuah gedung. Output dari bekerja adalah selesai, yang penting jadi. Semangat si B adalah untuk membangun sebuah sekolah yang akan digunakan untuk anak-anak belajar. Ia akan menumpuk bata sebaik mungkin sehingga menjadi ruang yang nyaman untuk anak-anak belajar. Output dari berkarya adalah memberi dampak. Inilah bedanya bekerja dan berkarya. Fokus “bekerja” adalah diri sendiri, fokus berkarya adalah kemaslahatan orang banyak.
2. Eksplorasi Ilmu
Kemudian, ketika menjadi mahasiswa, manfaatkanlah masa kuliah lo sebaik-baiknya menantang setiap ilmu-ilmu yang telah kita pelajari ke dalam aplikasi nyata atau dengan kata lain melakukan riset. Usia mahasiswa merupakan umur ketika manusia sedang berada pada tahap paling kreatif. Maka banyak penemuan baru serta teori-teori yang dianggap gila lahir dari orang-orang dengan rentang usia mahasiswa seperti kita ini.
Sebut saja Isaac Newton. Di usianya yang baru 21, Newton menggoncang dunia dengan tiga penemuan paling penting yang tanpanya peradaban kita takkan maju. Tiga penemuan itu merupakan kalkulus, hukum gravitasi umum dan spektrum cahaya putih. Di dunia modern, ada Facebook, Reddit, dan Snapchat yang lahir dari inovasi para mahasiswa dari kamar asrama mahasiswa. Sebuah kesalahan besar jika kita meremehkan potensi mahasiswa dalam bidang IPTEK.
Kreativitas di usia muda ini merupakan senjata yang tidak dimiliki ilmuwan senior. Di usia yang sudah lebih tua, kebanyakan manusia menjadi semakin pesimis dan satir, konservatif. Inilah yang menjadi jangkar tersendiri bagi perahu imajinasi ilmuwan senior. Maka di sinilah seharusnya mahasiswa memaksimalkan bisa potensi. Sebelum perahu imajinasi tersebut semakin sulit bergerak.
Salah satu contohnya adalah kisah hidup Albert Einstein. Seperti yang kita tahu, relativitas bisa disebut sebagai ‘holy grail’ dunia fisika. Relativitas lahir dari imajinasi luar biasa seorang Einstein. Tapi Einstein di usia yang memasuki umur 48 tahun pada konferensi Solvay 1927, menentang dengan keras ide dasar fisika kuantum. Bahkan ia berdebat siang dan malam dengan Niels Bohr.
Ada sesuatu tentang imajinasinya yang menolak keberadaan fisika kuantum. Beliau menolak unsur probabilitas dalam mekanika kuantum. Sedangkan usahanya untuk menemukan ‘theory of everything’ juga menemui kegagalan. Setelah itu Einstein tak lagi produktif dalam dunia fisika. Keyakinan Einstein yang menolak keberadaan Fisika Kuantum dan ketidakberdayaannya membantah Niels Bohr, bertahan sampai akhir hayatnya.
3. Optimis di Tengah Perjuangan
Sesudah kita paham tentang urgensi dan apa yang bisa kita lakukan, kita juga perlu tahu bahwa berbicara tentang IPTEK di Indonesia sulit sekali untuk melepaskan diri dari jerat Political Will. Di negara ini, sapi dan tongkat golf pun dipolitisasi. Mau kemampuan IPTEK kita secanggih apapun, tanpa political will yang tepat dan dalam porsi yang tepat semua hanya mimpi. Sama seperti keinginan kita untuk merdeka dan mandiri.
Indonesia terus berlari dari tangan-tangan biadab yang ingin mencuri. Mencuri kekayaan alam dari Indonesia. Pada akhirnya sampailah kita pada sebuah ujung dari itu semua. Barangkali juga ujung bagi bangsa ini. Dinding-dinding peradaban menahan laju kita. Menatap dengan tawa dan hinaan yang menyakitkan. Dengan kesal kita menghantamnya, namun momentum merusak kepalan tangan kita. Kita tau kita tak bisa melawannya, karena kita lemah. Kita tak bisa melawan, karena tak pernah melatih diri untuk menghancurkan tembok-tembok tersebut. Tangan-tangan biadab itupun menjadi kian dekat.
Tidak ada yang menjanjikan tanah penuh madu dibalik tembok peradaban. Tapi lebih baik berlari melewati tembok tersebut sebagai satu bangsa yang merdeka, ketimbang melewatinya diseret-seret oleh tangan-tangan tersebut. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk memilih. Apa anda, saya, kita akan menyerah? Justru karena kita tahu kita lemah, sekarang kita punya alasan untuk menjadi kuat.
Seperti yang pernah dikatakan Eisenhower, “Pesimisme tidak pernah memenangkan perang”. Perang kita sekarang adalah terhadap kebodohan dan penjajahan intelektual. Agar kelak anak-anak bangsa mampu bersaing di pasar global. Kita tidak boleh pesimis. Mulai dari kampus, menuju Indonesia. Mari kita tulis sejarah Indonesia yang baru. Semoga kelak sejarah yang baru itu tak lagi berbicara tentang kemiskinan dan sengsara namun kemerdekaan dan kesejahteraan. Di suatu hari di masa depan.
Referensi Sumber
[1] Isaacson, Walter. 2008. Einstein: His Life and Universe. London: Pocket Books.
[2] Kaku, Michio. 1998. Visions: How Science Will Revolutionize the 21st Century. New York: Anchor Books.
[3] Kaku, Michio. 2011. Physics of the Future: How Science Will Shape Human Destiny and Our Daily Lives by the Year 2100. New York: Doubleday.
[4] Kartika, Sweta, 2014. Nusantaranger. (comic.Nusantaranger.com/, diakses pada tanggal 23 September 2014)
[5] Kemenristek RI, 2014. Draft (4) Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tahun 2014-2019.(http://www.ristek.go.id/file/upload/Draft_Jakstranas_Iptek_2015-2019_(Draft%204)-20140401.pdf., diakses tanggal 23 September 2014).
[6] McRae, Hamish. 1995. The World in 2020: Power, Culture, and Prospertity. Cambridge, MA: Harvard Business School.
[7] OECD, 2012. Science and Innovation: Germany, [pdf]. (www.oecd.org/germany/sti-outlook-2012-germany.pdf, diakses tanggal 23 September 2014)
[8] Pragiwaksono, Pandji. 2014. Indiepreneur: Berkarya dan Merdesa. Jakarta: WYSDN.
[9] Stenberg, Lennart. 2004. Government Research and Innovation Policies in Japan. Stockholm: ITPS.
Catatan Editor
Kalo ada yang pengen ngobrol sama Steve seputar dunia riset kemahasiswaan, bisa langsung aja tinggalin komentar di bawah artikel ini.
Oh iya, penasaran sejauh mana skill fundamental dan logika lo? Nih, cobain Zencore! Dengan adaptive learning dan CorePractice, lo bisa tau seberapa jago kemampuan dasar lo, sekaligus upgrade otak biar makin cerdas beneran! Ketuk banner di bawah buat cobain!
sedihnya itu ketika mahasiswa lebih suka ngurusin ospek daripada riset 🙁
Lebih baik ngurusin ospek sih daripada ngurusin mantan :'(
Bang gw mau nanya nih. Rahasia Ilmuwan israel bisa sebanyak itu apa ya ? Dan juga kenapa orang sana itu pinter-pinter ? Dan juga apakah nasionalisasi industri bisa mendongkrak IPTEK kita dan kemajuan negara ? Segini dulu dah nanti gw nanya lagi
Orang Israel itu suka baca buku dah, beda banget ama Indonesia saat ini
Iya sih orang indonesia lebih suka baca gossip
Sebagian besar negara yang maju IPTEK-nya, 100-200 tahun yang lalu itu negara yang gapunya komoditas dan dirundung perang. Pada dasarnya mereka nggak bisa bergantung pada sumber daya alam untuk hidup. Alhasil mereka bergantung sama sumber daya manusianya untuk bertahan hidup.
Nasionalisasi kalo sumber daya manusianya belom siap juga sama aja boong. Ibarat timnas Indonesia masih nyewa pelatih luar negeri dan naturalisasi pemain turunan Belanda. Nggak menyelesaikan masalah dari akar.
Bang bukannya kultur juga bisa nyebabin perkembangan suatu negara gitu ? Dan ideologi apa sih yang tepat digunain di Indonesia ? Apa otoriter itu bisa menyebabkan perubahan? Kaya dlu pas jaman stalin kan ada gulag yang nyrbabin soviet jadi negara industri gtu
Well, fokus ke pengembangan manusianya itu yang jadi kultur sebenernya. Lengkapnya lo bisa baca di “Startup Nation” by Dan Senor and Saul Singer. Seru banget cerita soal kulturnya di buku itu. Udah ada terjemahan Indonesianya juga kok.
Ideologi yah udah jelas Pancasila dong. Kalo dalam pengembangan sains, peneliti sebenernya nggak bisa bergantung pada pemerintah. Apalagi di Indonesia, dimana orang menganggap politik jawaban dari segalanya. Jadi klo temen lo nanya kapan jadian jawab aja kondisi politik di Indonesia lagi nggak stabil. *eh
Bagian tersulit dari sosial science itu dampaknya yang lebih sulit diprediksi daripada natural science. Gue gabisa bilang kalo sistem pemerintahan diganti, bakal jadi beres Indonesia. Dulu pernah ada pemerintah otoriter di Indonesia, gagal tuh.
Buat gue justru keilmuan nggak boleh pake banget dimasukin kepentingan lain selain kepentingan ‘pengen tau’. Bahaya banget kalo ada cocoklogi dengan pandangan seseorang. Itu bumbu dari penelitian yang buruk. Ujungnya logical fallacy dan hasilnya pun jadi nggak valid.
perkembangan negara menurut gua terutama dalam teknologi atau perkembangan secara umum lebih ke kultur atau budaya daripada ideologi….
Ceritain dong bang ttg stefan wolfram,itu kan ilmuwan parah abis,dia bisa bangun risetnya sndiri dr karya ilmiahnya yg djual ke perusahaan,tnpa ngndalin pmerintah…itukan inspirasi banget,
gila mind blowing banget..keren deh bahasannya..gimana cara agar tertarik membaca reaserch untuk pemula gmn langkah 2 nya?
first, menurut gua si ya kalo lo mau nglakuin langkah 2 itu “EKSPLORASI ILMU” itu emang lo harus tau dasar ilmu pengetahuannya dulu boy, nah setelah lo tau dasar2 subab2nya,
nah yang ke second, itu lo harus cari tau gimana sih di perkembangan di ranah Globalnya? terus Aplikasinya kek gimana? ato lo bisa tanya2 langsung ke guru yang genius parah kek, prof kek, ato ke Innovatornya bro.. hehehe.. dan mungkin hal itu yang ngebuat SCIENCE itu jadi kecanduan sih menurut gua, yaitu kuncinya satu kalo lo mau EKSPLORASI ILMU ,
‘
HARUS SELALU ADA “WHY” DALAM DIRILO!!! HEHEHE
gw udah kuliah soh sebenernya ..ingin banget baca reaserch tapi bingung harus mulai dari mana ?bhs inggris ancur terus sumbernya kredible belum tau juga.sama topik belum eksplorasi juga .apakah berhubungan dengan jur gue or bidang lain
So, sebenarnya sih semua Ilmu Saling Berhubungan sih bro, kata bang @SabdaPS sih gitu.
ya kalo lo breakdown aja semua pelajaran atu2 :: itu hal pertama yang lo harus fikirin sebelum lo mulai DELIBERATE PRACTICE yaitu “APA GUNANYA LO BELAJAR?” :: untuk hanya mendapatkan IPK tinggi doang kah? ato cuman disuruh sama orangtua ? ato yang paling paling sering kebanyakan orang fikirin adalah “SUPAYA DAPET KERJA”, itu sebenernya perspektif yang salah boy.
SYARAT PERTAMA MENURUT BANG @SabdaPS adalah ::
lo belajar supaya guna dulu bagi diri lo men.
ya contohnya yang lo bicaain diatas ::
lo belajar b.inggris dalem dalem supaya bisa mahamin SCIENCE di kanca internasional bro, jadi lo bisa melihat Point of VIew dari apa yang lo pelajarain dan hal itu akan membuat lo belejar akan mempunyai makna, bukan untuk tau tau doank dan selepas itu lo tinggalin, itu namanya bukan belajar yang efektif bro.
nice advice
up, kadang kita pengen, tp hanya saja ga tau caranya, gatau sumbernya, dsb
Langkah2 untuk tertarik baca research:
1. Nonton zenius.net
2. Ulangi langkah 1
3. Ulangi langkah 2
Nggak deng. Yang paling penting lo harus punya mindset saintifik dulu sebelum lo mulai ngebaca. Doubt, doubt, doubt. Waktu lo belajar terus ngerasa udah bisa, coba challenge pemahaman lo. Nah tentang mindset ini, lo stay tune di blog zenius yah. Gue lagi nyusun artikel tentang itu.
Selain itu, lo harus banget belajar bisa bahasa Inggris men. Tulisan2, buku, paper saintifik, artikel yang bagus hampir semuanya ditulis dalam bahasa Inggris. Kalo gue mentok nyari penjelasan tentang sesuatu, peluang gue nemu jawaban dengan keyword bahasa inggris lebih tinggi daripada dalam bahasa Indonesia euy…
Baru deh kita bisa masuk ke langkah berikutnya. Mulai dari yang nggak terlalu berat dulu aja. Cari akun medsos yang suka bahas riset sesuai bidang peminatan lo. Abis itu baru cari website atau majalah. Kalo itu lo udah enjoy ngelahapnya, baru deh gerak ke jurnal/paper sains. Jangan ngerasa down yah kalo ada hal yang lo gapaham. Lo bisa tanya orang2 di sekitar lo, guru atau tutor zenius juga boleh. Nikmatin aja prosesnya.
Sedikit tips, kalo lo mau iseng browsing jangan buka g*ogle tapi g*ogle scholar. Lebih terjamin secara akademik soalnya.
ok…
Caranya gimana tuh bang belajar bahasa inggris yang bener?
Apakah kalo belajar SBMPTN Bahasa Inggris udah cukup bantu buat ngerti tulisan2 buku, paper saintifik, atau artikel bagus yang ditulis dalam Bahasa Inggris?
Kalo belum cukup, ada tips2 gitu nggak bang selain yang pernah ditulis di blog zenius?
Mumpung gw lagi nganggur setahun jadi kan bisa siap2 dari sekarang 😀
Kadang kalo nonton video utub kyk Crash Course masih suka nggak mudeng kecuali kalo pake subnya :3
Belajar SBMPTN Bahasa Inggris untuk ngerti tulisan2 buku, paper atau artikel bagus dalam bahasa inggris?
jelas… belum cukup. Haha. Tapi, bahkan dosen gue kalo nulis paper juga masih buka2 kamus kok. Lo harus go with the flow. Jangan takut. Baca aja artikel2 dari web the economist misalkan. Kalo ada yang nggak paham lo catet. Mungkin sekarang emang belum lancar. Tapi seiring jalannya waktu perbendaharaan kata naek. Variasi penggunaan grammar dan akurasinya meningkat.
Cara laennya lagi adalah lo nonton film2 berbahasa inggris tapi subtitle lo ubah ke bahasa Inggris. Pelan2 lo ilangin subtitlenya. Kalo ada bahasa yang nggak ngerti pause, catet, cari di kamus baru lanjut. Gue dulu nonton Arrow S1 pake sub Inggris. Sampe S3 gue udah nggak pake subtitle. Terus sekarang udah lumayan jarang pake subtitle. Well, pas mulai jangan pake film dengan inggris UK atau bahasa jaman2 medieval yak. Pause mulu ntar. Hahaha. Yang gampang2 dulu aja kayak baby shark doo doo doo doo doo~~~
*kalo nggak ngerti ceritanya gara2 keseringan pause, cari aja di internet :p*
Endingnya buat merinding…
“Justru karena kita tahu kita lemah, sekarang kita punya alasan untuk menjadi kuat”
Itu sebenernya ngutip komik nusantaranger :p
Gila gila gila keren abis ini
Makasih!
Gila berbobot banget tulisannya. Mahasiswa harus baca ini
Bukan mahasiswa juga harus baca dong. Haha. Makasih!
tapi menurut saya utk merubah mindset masyarakat indonesia yang sekarang sangatlah sulit utk dirubah, disamping cara berpikir kritis masyarakat kita yang lemah membuat segala bentuk2 informasi positif / negatif yang ada ditelan jadi satu artian saja, dan jg dikalangan mahasiswa jg bnyk orang yang ngeremih jurusan MIPA atau underrated lainnya yg mana tanpa jurusan tsb bagaimana Indonesia bisa melakukan transformasi kemajuan IPTEK, ya gini sih realita yg sekarang. Apa faktor kebanyakan penduduknya yah? keren bgt artikelnya bang! suka bgt baca yg kaya ginian dah
Faktornya banyak orang yang belajar sesuatu nggak dari konsep. Alhasil pemahaman separoh2. Kurang nonton zenius.net :p
Cina dan India penduduknya banyak tapi lo bisa cari list peneliti top dunia. Nongolnya banyak banget nama orang Cina dan India. Memang IPTEK masih belum dianggap penting aja sih.
Kasarnya riset Indonesia belum sanggup menambah nilai jual produk Indonesia. As I wrote this, gue liat gaji peneliti di Cina sebulan mulai dari 20jt-50jt. So, ya, peneliti belum bisa hidup makmur sentosa di Indonesia.
nice kak steve… kita butuh banyak nih artikel kek gini untuk menyadarkan kita, dan menjadi cambuk untuk maju dan berkarya.
Semangat!
Bang nanya, kok bisa dari teorinya Lester Thurow, dekan MIT’s Sloan School of Management tentang penurunan harga komoditas dari sda ia prediksi bisa menurun sampai 60% bang ? apa penyebabnya itu bang ? sebelumnya makasih
Kalo menurut gue sih karna negara yg ipteknya maju dah bisa kayak rekayasa2an gitu jadi bisa menghasilkan produk unggul dan mereka bisa menghasilkan sendiri ga perlu ekspor dr indo lg
Jadi gini. Jaman dulu kan transportasi sulit. Adanya cuma kapal layar dan itu juga nyampenya lama karena teknologi mesin kapalnya masih jelek. Udah gitu bahan bakarnya belum seefisien jaman sekarang. Kalo sampenya lama otomatis biaya makanan crew kapal kan lebih mahal. Wakachau wakachau penonton. Biaya logistik mahal.
Disisi lain negara yang punya komoditas banyak itu hampir semuanya lokasinya jauh banget dari Eropa dan Amerika Utara yang notabene dari dulu udah terhitung maju. Seiring dengan berkembangnya teknologi, semua biaya logistik itu jadi makin murah. Memperoleh komoditas unik dari Asia jadi nggak sesulit dulu. Otomatis harganya turun. Kira-kira begitu sih.
Ini baru dari segi logistik doang yah. Faktor lainnya jaman dulu pembeli sulit komunikasi sama penjual komoditas. Harga jadi masih bisa dimainin penjual. Kalo jaman sekarang mah gampang pisan tinggal buka internet semua udah bisa dicari. Pembeli tinggal adu harga antar penjual, mana yang berani lebih murah.
Temen gue ada tuh jualan di website e-commerce buat 3 akun. Diadu harganya sama calon pembeli, eh ternyata… penjualnya sama.
kerenn kak blognya jadi motivasi buat saya sebagai maba
tapi saya mau nanya nih, sebelum nya saya diterima di ftsl itb dan tertarik dengan jurusan sipil or kelautan.
apakah dari kedua bidang itu bisa memberi sumbangan untuk memajukan iptek?
[kalo bisa ada contoh kasusnya]
karna setau saya orang cenderung mendewa2kan dibidang it atau industri
dan kating saya pernah bilang, kalo masuk sipil kerjaannya dikit jadi mending kelautan. disini saya agak bingung karna mereka bilang “idealis boleh tapi harus liat realita nya”
mohon dijawab ya kak, btw saya silent reader selama ini karna blog ini sesuai dengan keresahan saya, akhirnya saya bertanya hehee……
makasih sebelumnya
Wah congrats! Jangan lupa berbagi ilmu sama adek2 kelas di SMA yah.
Jelas bisa dong! Riset kan bukan berarti cuma ilmu murni kayak fisika mat dan kimia. Tapi semua jurusan juga butuh riset dan penelitian.
Kalo soal jurusan sih sebenernya lebih ke lo tertariknya tentang apa? Apa passion lo? Gitu sih. Gue nggak terlalu nyaranin dari pendekatan lapangan kerjanya.
Dulu gue kuliah nggak tau berapa banyak waktu yang gue abisin nyelinap dan ngambil kelas jurusan lain. Kalo ada senior atau temen seangkatan yang lagi ngelab gue samperin, gue tanya2.
Nyambung nih sama masalah kerjaan setelah lulus. Walaupun elo jurusannya sipil tapi elo ngerti soal kelautan, lo justru jadi bisa diterima kerja di kedua bidang itu.
2 tahun terakhir kuliah gue di ITB, gue mencoba mengkolaborasikan beragam keilmuan dari beragam fakultas. Makin kesini permasalahan yang ada di dunia makin kompleks dan butuh solusi multidisiplin ilmu. Lagian sipil dan kelautan masih satu rumpun ilmu kok.
Contoh hasil riset di bidang Sipil itu konstruksi cakar ayam, hasil riset Ir. Sedyatmo. Oiyah, bentuk akhir dari riset juga beragam yah. Nggak mesti produk, bisa juga metode pembuatan sesuatu. Tapi yang lebih sering sih, sesuatu yang perlu di riset lagi.
Anyway, inget ya walaupun nanti dapetnya Sipil, jangan sampe lo terkungkung dengan jurusan lo sendiri.
Hah emang bisa ambil kelas di fakultas lain?
Bisa dong. Baru tingkat 2 sih lebih leluasanya. TPB matakuliahnya wajib semua. Tapi kalo nyempil di kelas orang lain mah bebas.
Gue bahkan pernah diusir dari kelas karena kelasnya udah penuh 🙁
Menarik artikelnya, tapi mungkin kalau mau membuat argumen mahasiswa itb lebih suka ospek daripada riset, ditulis juga berapa respondennya dan jangan cuma ke 2014 aja. Kurang enak dibaca kalau generalisir itb suka ospek daripada riset kalau detail kuesionernya ga ditulis juga.
Ini kuesioner tahun 2014. Hehe. Dulu tim gue buat sebelum ngejabat di Keluarga Mahasiswa ITB. Gue lagi ngoprek data gue nih untuk ngecek detilnya kayak gimana.
Tapi dulu datanya sampe ada penjabaran minat mahasiswa tingkat 1, tingkat 2, tingkat 3 dan tingkat 4. Minat IPTEK itu tingkat 1 paling tinggi dan semakin tua semakin tergerus.
Wah berarti kalau kaya gitu tren minatnya, harusnya jadi bahan pemikiran Kementrian Riset dan Teknologi KM ITB buat mikirin metode biar budaya iptek ini semakin meningkat di lingkungan ITB dong? Coba jadikan input deh Mas siapa tau ITB minat ipteknya meningkat, berhubung Mas punya reputasi bagus nih dulu Menteri disana 🙂
Yap. Tapi sayangnya kementeriannya cuma bertahan dua tahun. Udah ada progress abis itu ilang gara2 ganti rezim. Jadi saat ini cuma bisa berbagi ‘keresahan’ sama adik2. Sembari merencanakan apa yang bisa dibuat konkret dengan kondisi sekarang. Hehe.
kuesioner 3 tahun yg lalu nih mas?
hampir semua sudah lulus dong respondennya?
Iya bener. Udah hampir lulus semuanya.
Harapan gue sebnernya hasil kuesioner tahun 2014 ini bukan pola. Di jaman gue, minat terhadap IPTEK emang se-miris itu. Hiks.
Iya mas, sepertinya perlu diadakan survey lagi. Menurut pengamatan saya pribadi (gak pake data), angkatan 2014 hingga angkatan 2016 sebagian besar terlihat lebih tertarik ke hal yang berkaitan dengan akademik seperti lomba, dll.
Tulisan masnya bagus banget kok, cuma menurut saya agak kurang relevan aja kalau menggunakan data 2014 dan ditulisnya baru tahun ini karena respondennya tentu kebanyakan sudah tidak di ITB lagi. Saya khawatir banyak orang yang asal menelan informasi kemudian menulis hal yang aneh-aneh menggunakan informasi tersebut.
BTW terima kasih banyak mas tulisannya. Saya dapat beberapa ilmu baru hehe.
Tetap semangat!
Wah baguslah kalo begitu.
Iya pas lo nanyain itu gue sebenernya langsung ngehubungin anak2 yang masih di kampus. Tapi kayaknya mereka belum ada buat kuesioner lagi.
Makasih banget udah di highlight. Supaya nggak salah persepsi. 😀
Mirisnya itu mahasiswa yang jurusan sains(mat,fis,kim,bio) selalu dipandang sebelah mata dari jurusan lain, padahal para calon scientist termasuk pelopor kemajuan bangsa :”)
Jangan salah, yang bisa jadi scientist nggak cuma mahasiswa jurusan sains aja. Mahasiswa jurusan lain juga bisa jadi ilmuwan. Asalkan bekerja dengan runutan scientific method dan bisa menguji hasil temuannya di dunia akademik.
bang kalo interest pas lo kuliah sama kayak yg diatas juga gak?
Justru gue tebalik sama hasil kuesioner gue.
Tahun pertama gue lebih banyak ngabisin waktu ngurusin politik dan kebijakan pemerintah gitu. Gerakan politik. Audiensi ke gedung DPR.
Tahun kedua gue lebih banyak ngabisin waktu di minat dan bakat. Kesenian daerah. Gue juga masuk gerakan pengabdianan masyarakat di Garut waktu itu. Ngeliat kayak gimana.
Tahun ketiga gue nyicipin ospek dan pendidikan karakter kampus.
Masuk ke tahun keempat, gue menyadari kalo dari semua bidang itu, yang paling orang cuekin itu adalah pengembangan keilmuan. Jadi kalo gerakannya politik, pengabdian masyarakat dan ospek, itu bisa disebut gerakan mahasiswa. Kalo kesenian ekskul. Kalo keilmuan kegiatan akademik biasa aja gitu.
Masalahnya kalo keilmuan adalah kegiatan akademik semata, agak sulit buat nyari titik temu antara multidisiplin ilmu. Dan gerakan politik, pengmas, ospeknya juga yah gitu2 aja. Nggak ada nilai tambah dari keilmuannya.
Contoh: Di desa A lagi ada wabah lalat. Penyebabnya adalah kotoran ternak yang bececeran. Untuk menghindari penyakit dan menambah nilai guna, kita kasih unsur IPTEK di dalamnya dengan ngebangun biogas di desa A. Tentu tetep masyarakat desanya kita tatar untuk menghindari kecelakaan karena kesalahan penggunaan.
sebentar, jadi kakak dulu les di zenius untuk kuliah di ITB, abis lulus di ITB ngajar di zenius? hmm menarik.
Dulu gue pake CD Zenius, ngobrol sama Sabda pas deket masa2 tes (tahun 2010 tes masuk ITB namanya USM), abis itu masuk ITB deh. Di Zenius beberapa karyawan emang dulunya Zeni-user juga kok 😀
Bang, biar bisa kreatif untuk meningkatkan IPTEK di Indonesia kan kita harus sering2 membaca ya, entah dari buku, jurnal, artikel, dsb. Gua bingung bang, kok rasanya susaaaaaah banget banget sih bang buat seneng membaca, passionnya itu belom dapet. Ada tips ga bang Steve? Makasih sebelumnya ya.
Kalo elo belom demen baca, coba cari audio book. Jadi audiobooknya bisa lo masukin ke hape atau mp3 player. Terus lo tinggal dengerin orang yang ngebacain bukunya buat lo.
Alternatif lain buka utub. Terus ketik aja apa yang pengen lo cari tau. Kalo elo nggak terlalu ngerti bahasanya, tinggal cari yang ada subtitlenya deh. Tapi jangan lupa buat cek reputasi pembuat videonya dari komen2. Kadang ada beberapa konten yang belum tervalidasi secara akademik. Beberapa akun yang gue subscribe: Smarter Every Day, Scishow, Brainpick, Veritasium, CrashCourse, CrazyRussianHacker, Nerdist, ASAPScience, Physics Girl dst.
Nice topic bang steve, kebetulan gue udah mahasiswa, sekarang gue udah semester 5 jurusan teknik industri, ini memang cocok banget dengan renungan gue selama 2 tahun belakangan ini, gua ngerasa hampa banget dengan kehidupan kuliah yang setiap hari kerjaannya kuliah, tugas, praktikum dll, ditambah kegiatan organisasi, kadang gua ngerasa, kita percuma gitu kuliah capek capek tanpa ngasih sebuah pencapaian (riset) lewat apa yang kita udah pelajarin, problemnya terkadang kita bingung dimana tempatnya platform untuk mahasiswa mahasiswa yang ingin berkutat dengan hal tersebut, mungkin di beberapa univ riset2 udah dilakuin di lab sesuai dengan keminatan masing2 mahasiswa tersebut ini pun riset ini juga dilakuin karena dorongan dosen, gua mau tanya dong bang steve kira kira gambaran riset lu waktu kuliah dulu gimana bang ? Sama lu dulu ngelakuin hal tersebut mandiri atau karena ajakan dosen ?
Untuk yang mandiri sebenernya gue banyak yang mandek. Kebanyakan gue kerjain sendiri terus sering mentok dan nggak punya temen diskusi awalnya. Abis itu mulai ada temen diskusi begitu mau diterapin setelah proof of concept, nggak dapet ijin dari rektorat.
Kalo yang sama dosen malah rada aneh. Bidang gue dulu itu fisika material. Fokusnya adalah pembuatan material dari bahan-bahan yang sederhana. Nama lab gue awalnya Sintesis Nanomaterial dan Fungsionalisasi. Terakhir mau diganti jadi Lab Fisika Lingkungan. Temen lab gue ada yang buat material baru dari sampah plastik lah, dari sampah kayu lah.
Gue sendiri ngebuat dummy tubuh manusia dari bahan dasar karet alam. Lama banget gue nggak ada ide dicampur pake apa supaya bisa mirip daging manusia. Eh sekalinya dapet ide langsung mirip banget, dosen gue sampe bilang ini: “kamu variasinya ubah lagi. Jangan langsung mirip. Nggak keliatan progressnya nanti”. Tapi kalo ini gue karena tuntutan akademik.
Setelahnya gue sempet ngebantu riset dosen buat pemodelan kekuatan material pohon palem. Belum kebayang pemanfaatannya sih. But for the sake of ‘pengen tau’.
Mas steve mau nannya. Saya juga mahasiswa itb dan ngerasain point yg disebutin di interest mahasiswa itb yg lebih mengarah ke kaderisasi,dsb.
Itu kuisioner “interest dan fokus dunia kemahasiswaan para mahasiswa ITB (2014)”
Respondennya seluruh angkatan atau gimana mas?
Tapi emang hasil kuisionernya kerasa bgt 🙁 sedih emang.
Itu dulu respondennya semua angkatan. Awalnya buat metain minat mahasiswa ITB sebelum gue ngerancang proker. Respondennya dari tingkat 1-4 (yang mahasiswa tingkat injury time masuk ke tingkat 4 yah).
Data hasilnya masih dicari nih. Tapi yang gue inget gambaran hasilnya itu, minat iptek itu tinggi banget di antara mahasiswa baru. Seiring dengan bertambahnya usia, minatnya bergeser ke kaderisasi.
Wkwkwk. Entah berapa banyak mahasiswa ITB yang telat lulus dan DO karena overdosis DOTA. Mendingan main integral tak wajar dan eigenvalue.
“Seiring dengan bertambahnya usia, minatnya bergeser ke kaderisasi”
Makasih banyak atas info ini, semoga saya tidak termasuk ke dalam golongan ini 🙂
Mungkin karena sistemnya ketika tingkat 2 mulai masuk himpunan ambil peran dikit2, terus masuk tingkat 3 megang jabatan dan mulai ngospek yg masuk tingkat 2, tingkat 4 baru sadar kalau udah masa akhir.
Minta tips baca buku yg bener dong mas, gw kadang tiap baca buku kalau ada fakta yg diberikan tetep gw cek lagi, walaupun itu termasuk buku yg “terpercaya” goodreadsnya bagus,dll. Agak cape jadinya bolak2 balik gitu haha
dan buat ningkatin minat ke IPTEK atau baca2 hasil riset gitu. Apa yg awalnya bisa menjadi pentrigger. Biar ketika lulus nanti ngga menjadikan wahana kuliah sebagai sarana buat nyari duit doang, tapi gw bisa berguna juga buat orang lain, yahh dikit2 ikut benerin bangsa (semoga niat ini ga luntur hehe)
Tulisannya menarik. tapi terkesan lebih “menjagokan” rumpun keahlian saintek tanpa menyinggung perkembangan, peran, dan manfaat dr rumpun soshum dalam kemajuan negara. padahal IPTEK tidak hanya berbicara soal ilmu alam dan teknik.
terus, penulis juga terlihat cenderung mengedepankan istilah “teknologi tepat guna” yang ujung2nya terkait lagi dengan kepentingan “industri”/pasar tanpa mempertimbangkan bagaimana seharusnya ilmu pengetahuan atau teori2 berkembang dengan baik. dalam artian, Ilmu pengetahuan seharusnya dikembangkan bukan dengan atas dasar kepentingan industri semata yg dibungkus dengan label “berkarya”.
well, disisi lain, saya sendiri sepakat bahwa industri adalah salah satu hal penting dalam memajukan sebuah negara. tapi, kemajuan negara pun tidak bisa dilihat semata2 dari kemajuan industrinya. mencurahkan semua kemampuan intelektual semata2 untuk kepentingan industri saya rasa adalah satu pemikiran yg kurang tepat.
Wah terima kasih banget buat sarannya!
Thank you banget lo ngasih gue buat nulis mengenai interaksi soshum terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hehe. Jujur, gue emang nggak terlalu banyak ngebahas masalah soshum dalam tulisan ini.
Nah parameter kemajuan negara yang menjadi dasar keresahan gue itu Global Competitiveness Index. Secara ini juga parameter pemerintah dalam membuat kebijakan. Coba deh lo maen kesini [http://reports.weforum.org/global-competitiveness-index/country-profiles/#economy=IDN].
Perlu di ingatkan kalo yang gue bahas memang cuma dua faktor indeks persaingan negara. Dimana ‘Technological Readiness’ atau ‘Kesiapan Teknologi’ Indonesia mendapat nilai paling rendah dari semuanya. Kalo elo balik ke tulisan gue, kan gue nulis salah satu yak.
Disini gue tidak sedang ‘menjagokan’, tapi lebih tepatnya “mengkhawatirkan’. Yah kalo elo ngeliat rapot terus nilai Mat lo merah nggak mungkin dong elo ngejagoin Mat sewaktu SBMPTN. Otomatis justru Mat itu yang lo pelajarin lebih sering supaya nilai nya naik. Gitu ceritanya. Eh ini bukan true story gue yak. Dulu gue jeleknya justru di Bio. Huhu. Masa nilai kesiapan teknologi Indonesia jelek terus Indonesia ngejagoin teknologi buat jadi negara maju kan nggak mungkin yah?
Begitu ceritanya. Hehehe.
Nais artikel bang,
sepertinya kita memang terlalu pengen jadi panitia ospek atau kader partai (HMI) daripada bikin penelitian dan baca 🙂
Naah. Tapi bukan berarti jadi panitia ospek nggak baca dan nggak bisa bikin penilitian loh.
Dulu gue pernah mencicipi jadi panitia ospek tapi dengan menerapkan pola pikir scientific. Waktu nentuin metodologi ospek, tim gue sampe baca beberapa paper pendidikan. Dan untuk mendasari ospek kita berpegangan pada [https://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JOTS/Summer-Fall-2000/holmes.html].
Terus sampe buat penelitian sendiri mengenai paper pendidikan itu. Kalo di terapin waktu ospek dampaknya bakal kayak gimana. Sempet ngirim abstrak juga bahkan, walaupun ga lolos. (Sample mahasiswa baru yang jumlahnya 3200 orang doang terlalu kecil untuk jadi penelitian akademis)
Di kampus ada banyak tipikal senior. Ada senior balas dendam karena waktu junior dibully senior, ada senior tebar pesona nyari dede2 gemes, ada senior marah2 di ospek sebagai pelampiasan akademik. Tim gue menciptakan kategori senior terbaru: senior menggunakan junior untuk objek eksperimen terapan paper :p
makjleb banget, apa lagi mhs d3 yang kebanyakan fokus buat cepet ulus terus kerja. diajak bikin riset dsb yang tertarik hanya sedikit. miris sekali 🙁
Mahasiswa S1 juga gitu kok.
Tapi pola pikir saintifik itu sejatinya juga bisa menambah nilai jual sebagai seorang ‘pekarya’ loh.
Misalkan gue di Zenius buat video fisika. Berdasarkan penelitian, gue bisa tau nih sifat2 dan kebutuhan generasi Milenial. Yaudah gue buat video yang sesuai dengan zamannya. Haha. Abis itu liat respon dari anak2 kayak gimana. Kalo responnya jelek berarti ada yang perlu diubah. Kalo responnya baik, liat apa yang bisa di improve.
Bismillah..
Selamat pagi ka, kenalin saya siswa dari Bandung, saya punya pemikiran tentang yg ini “Okay, Steve. Sekarang gue ngerti, Indonesia ga bisa terus-terusan ngandelin SDA kalo mau maju. Kita harus memajukan IPTEK. Dan gue sekarang juga ngerti potensi mahasiswa untuk memajukan IPTEK negara ini. Tapi gimana caranya”
kak saya menghargai pendapat kaka tentang argumen memajukan IPTEK dan itu juga bagus menurut saya, tapi saya menggaris bawahi yg “Indonesia ga bisa terus-terusan ngandelin SDA kalo mau maju” dan ada benernya juga tentang pendapat Lester Thurow. Tapi sebenernya gini ka, Indonesia kan SDAnya benar2 tinggi dibanding yg lain terutama di bidang pertambangan.
Nah setau saya, ada sebuah perusahaan asing yg namanya Freeport yg mengambil jumlah tambangnya itu ke negara asalnya sebanyak 99% sendangkan Indonesia hanya mendapatkan 1%nya saja. Perumpamaannya seperti uang pesangon, ketika ada orang yg pensiun dr freeport, org tsb mendapatkan uang 1 Miliyar Rupiah, padahal itu hanya 1% saja dia mendapatkannya, saya membayangkan bila indonesia dapat 50%nya atau bahkan 99%nya lagi, mungkin bakal kaya kita, apalagi orang2 yg bekerja sebagai karyawan di freeport sana.
Nah , yg jadi pointnya adalah, sebenernya ga salah kita memakai dulu atau memanfaatkan dulu SDA yg ada, soalnya kan masih berlimpah dan tak terbatas.
Tapi yg saya sayangkan adalah 1:99%nya loh kak. Bayangin!! 🙁 Kalau kita bisa mendapatkan 50%nya atau 99%nya. Saya yakin negara kita akan jadi nomor 1 di ekonominya apalagi ditambah IPTEK nantinya. Bisa aja jadi THE BOSS OF COUNTRY.
Tapi yaa itu sayang, tambang kita seolah2 dibawa kesana , ke negara yg punya freeport , sedangkan kita hanya dapat 1%nya saja. Dan hanya dengan 1% saja, mungkin ini yg menjadi kendala sehingga perekonomian kita sulit untuk maju
Okeey dek. Jadi gini. Ini kamu baca sampai habis yaah.
Saya kasih kamu pensil dan kertas, terus kamu jual seharga Rp 1.500. Rp 1.000 untuk pensilnya dan Rp 500 untuk kertasnya. Terus pensil dan kertas ini saya kasih ke temen saya yang seniman dan punya kemampuan menggambar. Dia ngebuat gambar yang bagus terus dia jual Rp 100.000, dengan sebuah pensil diatas selembar kertas.
Yang dirimu bilang itu dek. Berbicara mengenai menjual Rp 1.500 sebatang pensil dan selembar kertas secara terus menerus disaat orang lain dengan sebatang pensil dan selembar kertas bisa menjualnya Rp 100.000 karena ada nilai tambah dari kemampuan orang tersebut.
Terus setelah kamu tau orang lain itu bisa jual dengan harga Rp 100.000 kamu minta bagianmu di tambah. Hehe. Kamu minta orang itu bayar Rp 50.000 untuk sebatang pensil dan selembar kertas yang kamu jual.
Padahal nih. Kalo kamu pelajarin caranya ngegambar, kamu nggak perlu ngejual sebatang pensil dan selembar kertasmu ke orang lain dengan harga Rp 1.500. Yah kamu gambar aja sendiri terus jual dengan harga Rp 100.000. Ato kalo belum secanggih si orang itu jual Rp 55.000 aja dulu gapapa deh.
Itu mulanya Cina dan India. Dihina2 orang Indonesia sebagai penghasil barang KW, produknya sampah, murahan. Pake KW cina atau KW Thailand rasanya hina banget. Coba liat sekarang. Mereka tetep ngehasilin barang KW #eh. Nggak deng produk nasional mereka udah oke loh. Liat aja Xiaomi (Cina) sama Tata Motors (India).
Nah kemampuan untuk menggambar ini adalah ‘nilai tambah’ yang bisa diperoleh dari pengembangan IPTEK di Indonesia. Jadi daripada kita ngemis/minta/maksa 50% sama orang asing, yah kita usaha aja sampe bisa mendapatkan 100% bagian untuk kita sendiri. Justru orang asing mah seneng kita cuma minta. Artinya yah kita bergantung sama mereka, mau seneng ato nggak. Nanti kalo ada masalah tinggal diancam, kitanya nggak berkutik deh.
Saya sih, no. Saya tidak mau hidup bergantung kepada orang lain. Karena saya percaya dengan kemampuan saya dan kemampuan ratusan juta rakyat Indonesia bahwa kita akan mampu mengolah Sumber Daya Alam kita sendiri. Tanpa turut campur orang lain.
Oh tidak apa-apa kita mengayuh sepeda tua Indonesia tidak secepat sepeda negara-negara yang lain. Yang penting saya mengayuhnya dengan kaki saya sendiri. Sambil tentunya mencari cara untuk bisa mendahului sepeda-sepeda yang lain. Hehe. Bukan dengan memusnahkan sepeda yang lain yah. Itu mah artinya saya yang nggak percaya bahwa saya punya kemampuan untuk mendahului mereka. Hazeek.
Anyway, cadangan batubara Indonesia diprediksi cuma akan sampai tahun 2033-2036 loh (bisa googling ini data). Negara-negara Arab yang notabene kayak banget sama minyak bumi. Mau kamu bilang nggak terbatas kek, mau cuma 5 milyar barrel kek. Yah banyak dah. Mereka aja sekarang udah mulai investasi sumber daya terbarukan dalam wujud solar panel.
Lagian kalo di Freeport ada Uranium dan kamu suruh jual juga ke luar negeri, walaupun orang asing ngebagi 99% dari hasilnya untuk kita…….. *DUAR*
Ohiya. Saya mau minta data yang kita dapet 1% dan asing mendapat 99% doong? Saya nanti bisa minta tolong bantuan Meby (tutor ekonomi) buat ngitung secara keseluruhan dana yang harusnya bisa di ambil oleh Indonesia. Hehe.
Gimana? Masih ada yang mengganjal buat kamu? Hoho 😀
Okeey dek. Jadi gini. Ini kamu baca sampai habis yaah.
Saya kasih kamu pensil dan kertas, terus kamu jual seharga Rp 1.500. Rp 1.000 untuk pensilnya dan Rp 500 untuk kertasnya. Terus pensil dan kertas ini saya kasih ke temen saya yang seniman dan punya kemampuan menggambar. Dia ngebuat gambar yang bagus terus dia jual Rp 100.000, dengan sebuah pensil diatas selembar kertas.
Yang dirimu bilang itu dek. Berbicara mengenai menjual Rp 1.500 sebatang pensil dan selembar kertas secara terus menerus disaat orang lain dengan sebatang pensil dan selembar kertas bisa menjualnya Rp 100.000 karena ada nilai tambah dari kemampuan orang tersebut.
Terus setelah kamu tau orang lain itu bisa jual dengan harga Rp 100.000 kamu minta bagianmu di tambah deh. Hehe. Kamu minta orang itu bayar Rp 50.000 untuk sebatang pensil dan selembar kertas yang kamu jual.
Padahal nih. Kalo kamu pelajarin caranya ngegambar, kamu nggak perlu ngejual sebatang pensil dan selembar kertasmu ke orang lain dengan harga Rp 1.500. Yah kamu gambar aja sendiri terus jual dengan harga Rp 100.000. Ato kalo belum sebagus orang itu, jual Rp 55.000 dulu deh. Haha.
Awalnya India dan Cina kenapa bisa maju yah karena itu. Dulu dihina2 produsen barang KW. Coba liat sekarang, tetep aja ngasilin barang KW #eh. Nggak deng. Produksi nasional mereka udah bagus loh, liat Tata Motors (India) dan Xiaomi (Cina). Kalo elo suruh sebutin ilmuwan dan insinyur mereka yang maju siapa mah udah segambreng. Sampe yang jadi CEO di perusahaan Amerika dan Eropa udah lumayan banyak. Hehe.
Nah kemampuan untuk menggambar ini adalah ‘nilai tambah’ yang bisa diperoleh dari pengembangan IPTEK di Indonesia. Jadi daripada kamu ngemis/minta/maksa 50% sama orang asing, yah kamu usaha aja sampe kamu bisa mendapatkan 100% bagian untuk kamu sendiri. Justru orang asing mah seneng kamu cuma minta. Artinya yah kamu bergantung sama mereka, mau kamu seneng ato nggak, mau dapet bagian banyak ato nggak.
Saya sih, no. Saya tidak mau hidup bergantung kepada orang lain. Karena saya percaya dengan kemampuan saya dan kemampuan ratusan juta rakyat Indonesia bahwa kita akan mampu mengolah Sumber Daya Alam kita sendiri. Tanpa turut campur orang lain.
Kaya dari pemberian orang tua dibandingkan dengan kaya dari keringat sendiri itu beda!
Oh tidak apa-apa kita mengayuh sepeda tua Indonesia tidak secepat sepeda negara-negara yang lain. Yang penting saya mengayuhnya dengan kaki saya sendiri. Sambil tentunya belajar dan mencari cara untuk bisa mendahului sepeda-sepeda yang lain. Hehe.
Anyway, cadangan batubara Indonesia diprediksi cuma akan sampai tahun 2033-2036 loh (bisa googling ini data). Negara-negara Arab yang notabene kayak banget sama minyak bumi. Mau kamu bilang nggak terbatas kek, mau cuma 5 milyar barrel kek. Yah banyak dah. Mereka aja sekarang udah mulai investasi sumber daya terbarukan dalam wujud solar panel.
Lagian kalo di Freeport ada Uranium dan kamu suruh jual juga ke luar negeri, walaupun orang asing ngebagi 99% dari hasilnya untuk kita… Kamu saya gentayangin loh. Haha.
Ohiya. Kamu dapet data yang 1% dan 99% itu darimana? Boleh di share sumbernya? Saya nanti bisa minta tolong bantuan Meby (tutor ekonomi) buat ngitung secara keseluruhan dana yang harusnya bisa di ambil oleh Indonesia. Hehe.
Bang menurut lo universitas mana yg sangat mendukung bidang iptek??tp universitas tsb kira-kira masih bisa dijangkau oleh perekonomian orang menengah. Thanks sebelumnya Bang .
Harusnya semua universitas. Hehe. Secara Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kan bidangnya semua institusi pendidikan tinggi. Tinggal cari info deh dosen yang seru diajak ngobrol di universitas itu siapa. Ilmu-ilmunya dosen itu lebih banyak kalo kita ngobrol di ruangannya ketimbang waktu ngajar di ruang kelas sih. Sukur2 diajak penelitian :p
Kalau masalah biaya. Sekarang beasiswa ada dimana2 kok dan apply beasiswa juga udah relatif lebih mudah dengen internet. Browsing2 aja. Kalo untuk PTN beasiswa mainstreamnya itu BIDIK MISI. Coba lo cari2 deh.
Dulu gue punya temen di kampus yang secara perekonomian termasuk *maap* kurang mampu. Bahkan uang beasiswanya banyak yang dia kasih untuk keluarganya di kampung.
Tapi doi entah gimana caranya bisa ngerjain bisnis sampingan sembari kuliah. Dari ngutang sama temen2 kampus, sampe akhirnya dia sering banget nraktir orang. Semoga aja semangat kita bisa kayak dia. Hehe.
Di abad ke-21 ini ya ampun 🙁
ini yg nulis belum lahir
Ini materi tulisan gue berikutnya. Hehe. Tunggu yah.
Kalo tau sesuatu dari dasarnya emang jadi kelebihan tersendiri buat kita. Jadi nyelesaikan suatu masalah langsung ke akarnya.
Mantap tulisannya, menurut bang steve buku yg rekomend banget buat buka wawasan apa ya? Thanks
Waduh banyak banget.
Tapi supaya semangat dan dapet gambaran perkembangan IPTEK ke depannya kayak gimana lo bisa baca “The Physics of The Future” yang ditulis Michio Kaku. Tenang isinya juga ada tentang biologi dan soshum kok. Haha.
Coba deh lo liat list baca bos SabdaPS menurut gue udah cukup untuk membuka wawasan:
https://www.zenius.net/blog/54/referensibukugw
Keren abis bang artikelnya
Btw OOT ya bang..
Kak saya skarng kls XII,saya masing bingung untuk membagi waktu antara belajar buat SBMPTN dn blajar untuk tugas sekolah,klo saya prioritaskan blajar SBMPTN nilai raport saya mnurun krna saya udah prnah nyoba..dan untuk blajar SBMPTN yang optimal(misal 2 jam sehari) saya tidak bisa kak soalnya tugas skolah klas XII bgitu banyak mulai dr PR, Praktikum,post test dsb.. saya minta solusi kak untuk model blajarnya..soalnya mteri SBMPTN itu kn bnyak dan agenda skolah dkelas XII itu juga padat kak..
Kak saya skarng kls XII,saya masing bingung untuk membagi waktu antara belajar buat SBMPTN dn blajar untuk tugas sekolah,klo saya prioritaskan blajar SBMPTN nilai raport saya mnurun krna saya udah prnah nyoba..dan untuk blajar SBMPTN yang optimal(misal 2 jam sehari) saya tidak bisa kak soalnya tugas skolah klas XII bgitu banyak mulai dr PR, Praktikum,post test dsb.. saya minta solusi kak untuk model blajarnya??soalnya mteri SBMPTN itu kn bnyak dan agenda skolah dkelas XII itu juga padat kak
Sama bro. Gw jg bingung. Mungkin ada yg bisa bantu?
Dulu gua ngerasain kayak elo karena dua hal nih biasanya.
Pertama, karena gua nggak bener2 paham konsepnya. Dalam memplajari SBMPTN (walaupun bentuk soalnya beda), kalo elo paham konsepnya harusnya nggak begitu masalah waktu ngerjain tugas sekolah. Nggak ngehambatlah setidaknya, apalagi sampe nurunin nilai. Yah lain cerita yah kalo pelajaran yang terasa berat bukan yang diujikan sewaktu SBMPTN.
Kedua, murni karena time management yang buruk. Coba deh elo push produktivitas lo dengan bantuan teknik Pomodoro. Coba google pomodoro technique. Pada dasarnya elo kerja 25 menit, istirahat 5 menit. Pada iterasi ke 5, istirahatnya jadi 10 menit. Abis itu ulangin lagi kerja 25 menit, istirahat 5 menit. Lumayan ngebantu buat gue. Trust me, it works. *L(emak) Man*
Semangat!
Ok bang ,gua coba.jadi untuk time management blajar itu untuk blajar misal 2 jam,itu stiap 25 menit istirahat 5-10 menit kan??..thanks bang…
Yoiii. Coba search ‘tomato-timer’ udah tinggal dipake aja itu.
kak, bener ga sih pendapat gua. sebagian besar dr org indonesia itu kurang tercerahkan soal IPTEK. boro-boro iptek. dr segi kesehatan dan pendidikan aja kurang. dan kurangnya perhatian pemerintah utk IPTEK bikin negara kita ga maju-maju. pdhl negara kita juga dulu negara terjajah. dan kemarin tuh pas gua dpt kuliah umum pembukaan maba di balairung UI sm ibu menteri kesehatan piramida penduduk ttg daya tarik pasar penjualan indonesia itu cukup stabil kak. so, solusinya adalah perhatian pemerintah thdp IPTEK, metode persuasif kpd masyarakat ttg IPTEK dan tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya IPTEK.
Nah ini salah satu komponen lain yang menyokong daya saing sebuah negara.
Memang IPTEK terkait banget sama pendidikan dan kesehatan. Kesehatan terutama dalam hal kebutuhan gizi. Anak2 yang tumbuh dengan gizi yang baik tentu akan punya kemampuan yang lebih baik ketimbang anak2 yang tumbuh dengan gizi yang buruk.
Selain itu gue mau ngingetin, gaboleh nunggu pemerintah. IPTEK Indonesia tuh sering terombang ambing yah gegara nunggu pemerintah. Lagian di pemerintah itu sering banget ganti menteri semua proker juga langsung diganti walaupun sebenernya ribet. Makanya mau nggak mau kita harus biasa setidaknya untuk punya pola pikir riset. Dari hal yang sederhana aja kayak meneliti ‘massa’ nasi bungkus diantara warteg2 sekitar kampus :p
Maaf oot, anak zenius yang kuliah dijogja ada ga?
Up
Bang , gimana sih caranya kita majuin IPTEK tanpa menghilangkan contohnya sektor pertanian? khususnya rata2 orang yg masih sodaraan sma nyokap gw para petani yg kerjanya emang di sawah. Gw jg sempet mikir dari sektor pertanian, bisa diekspor. untung2 negara kita ga ngeimpor dari negara luar untuk pasokan bahan pangan.
Bang, bisa ga sih kalau IPTEK itu bisa menjembatani ke sektor pertanian? Soalnya tdi gw baca di atas kita jangan berharap terus kan pada SDA hehehe
Good question!
Sektor pertanian dan peternakan termasuk ke dalam Sumber Daya Alam Terbarukan. Nah inti dari tulisan ini adalah mengenai memberikan nilai tambah ke dalam produk SDA yang biasanya kita ekspor dalam wujud mentah.
Tentu IPTEK juga bisa diterapkan untuk menjembatani sektor pertanian dong. Misalkan pake teknologi irigasi sehingga tanaman bisa tersiram air dengan volume air yang efektif dan efisien. Atau penggunaan GMO (ini kontroversial) supaya tanaman tahan terhadap kemarau dan hama. Bisa juga penanaman tanaman organik tanpa pestisida sehingga sayuran yang dihasilkan terjamin tanpa ada zat kimia yang berbahaya.
Kak..bikin artikel soal data analyst dong
Kak, untuk orang-orang yang fokusnya di bidang sosial gimana caranya ikut berkontribusi untuk kemajuan iptek? seperti gue yang kuliah HI gimana caranya untuk bisa sama-sama berdampak. Karena yang gue tahu orang2 yang memang basicnya IPA lebih mudah untuk buat inovasi2 di bidang iptek.
Wah menarik nih. Tentu bisa dong. Ini nih yang mau gue bahas di artikel selanjutnya, interaksi antara ilmu sosial dan perkembangan teknologi.
Misalkan: Isu mengenai gerakan anti-vaksin. Persebaran isu ini sangat terkait dengan perkembangan media sosial. Dalam hal ini anak-anak di bidang sosial berfungsi untuk mencari tahu apa yang menyebabkan penolakan tersebut kemudian mensosialisasikan.
Atau misalkan mencari benchmark untuk bidang tertentu dari negara lain (HI banget kayaknya nih). Bhutan saat ini adalah bintang baru dunia renewable energy. Bahkan mereka udah sampe ekspor energi ke India. Padahal Bhutan negara kecil. Gue nggak mau ngasih spoiler (bisa lo baca dan cari tahu sendiri), tapi Bhutan itu salah satu negara yang diantara kearifan lokal dan perkembangan teknologinya itu cukup harmonis. At least itu yang udah sempet gue baca2.
Ini cuma sebagian kecil peran yang bisa dimainkan anak-anak sosial dalam perkembangan IPTEK. Tapi ilmu sosial itu ujung tombak untuk bisa menghasilkan ‘teknologi tepat guna’ untuk masyarakat, pemerintah dan industri. Buat gue, kita terlalu memisah-misahkan antara IPS dan IPA. Padahal interaksi diantara keduanya yang mendorong peradaban berkembang. 😀
Bang stev, ilmu apa sih yang paling mampu untuk memajukan IPTEK Indonesia saat ini? Semua ilmu itu emang penting sih, tapi ilmu apa yg memegang peranan penting, jadi gerbang utama kemajuan bangsa? Sekalian jadi pertimbangan jurusan kuliah nih. Hehe mohon bantuannya ?
Ilmu nujum bro…. #eh.
Yang paling penting itu kemampuan untuk berpikir saintifik secara menyeluruh. Jangan salah tangkap, saintifik disini bukan berarti cuma IPA. Yah peneliti bidang apapun harus punya pola pikir saintifik, kalo nggak bisa salah menerjemahkan data yang diperoleh.
Jalannya ada banyak untuk melatih kemampuan berpikir ini. Jadi pertanyaannya balik lagi ke elo, apa yang elo suka? Hohoho
Gila gila ini yg gua mau!!!!
lucunya lagi mereka yang suka “KEDERISASI” teriak ke mahasiswa yg seneng IPTEK dengan sebutan mahasiswa kupu” wkwk… yaa pdhl mereka di rumah lagi baca buku + beli peralatan lab utk penelitian di garasi wkwk, sdgkan mereka yg teriak kaderisasi lagi bakar ban.. sekian
keren artikelnya, cukup memotivasi untuk lebih baik lagi kedepannya