pemilu di indonesia

Mengenal Pemilu di Indonesia

Halo, Sobat Zenius! Jumpa lagi dengan gue, Hilman. Kali ini gue pengen bahas sebuah topik yang selalu (dan belakangan ini) anget banget, yaitu tentang pemilihan umum atau pemilu di Indonesia.

Apaan sih, Man. Gak asik banget ngomongin politik. Gak penting juga. Toh pemilu itu gak ada pengaruhnya dalam hidup gue.

Nah, pasti di antara elo ada yang mikir kayak gitu. Meski sebagian dari elo udah atau akan memiliki hak untuk nyoblos alias ikut pemilihan umum, ternyata gue liat masih banyak banget yang acuh tak acuh terhadap pemilu. Malah, bisa dibilang bener–bener gak peduli dengan segala sesuatu yang berbau politik.

Pemikiran kayak gini sering banget gue temui. Sebenarnya, partisipasi elo dalam pemilu bisa ngaruh, loh. Hal yang nampak kecil ujung-ujungnya bisa memberi pengaruh terhadap kehidupan elo dan orang-orang di sekitar elo dalam beberapa tahun ke depan. Kok bisa? Yuk kita coba telaah. 

Gue akan bahas tentang apa yang dimaksud pemilu, proses pemilu di Indonesia, pemilu legislatif dan eksekutif, serta impact-nya dalam kehidupan kita seperti apa.

Pemilu sebagai Bagian dari Demokrasi

Kalo kita ngomongin pemilu, pasti gak bisa dipisahin dari yang namanya demokrasi. Mengapa demikian? Ya karena tanpa adanya demokrasi, kita gak bakal bisa mendapat kesempatan untuk memiliki hak suara. 

Sebenarnya kak Ivan udah pernah bahas tentang demokrasi di artikel sebelumnya, tapi, gue kali ini cuma pengen membahas beberapa hal penting dalam demokrasi yang nyangkut dengan topik kita kali ini, yaitu materi tentang pemilu.

Revolusi Perancis

Elo kebayang nggak, kalo elo hidup di suatu negara yang pemimpinnya cuma foya-foya, sementara rakyatnya menderita? Petani dan para pekerja hidup susah, sementara para bangsawan dan kaum agama hidup enak. 

Mau protes? Nggak bisa. Elo siapa? Elo punya power apa? Akhirnya, ujung-ujungnya gak ada lagi yang bisa dilakukan selain pasrah. 

Singkat cerita, untuk mengubah situasi malesin ini, rakyat Perancis memutuskan untuk melakukan revolusi untuk bisa menentukan nasib mereka sendiri. Rangkaian peristiwa ini kita kenal sebagai Revolusi Perancis, yang berujung kepada proses yang menjadi prekursor konsep pemilu, yaitu pemilihan anggota majelis legislatif nasional.

Mengenal Pemilu di Indonesia 41
Majelis nasional Perancis, cikal bakal konsep representasi atau perwakilan rakyat modern. (Dok. Jacques-Louis David)

Perbudakan dan Kesetaraan Hak

Di zaman modern ini, konsep perbudakan kayaknya udah basi, gak, sih? Namun, zaman dulu ini adalah hal yang lumrah loh. Contohnya di Amerika Serikat pada abad XVIII dan XIX.

Di sana, kalo elo bukan kulit putih, jangan harap elo punya hak yang sama dengan mereka yang berkulit putih (ras Kaukasia). Menu makanan, tempat tinggal, pakaian, bahkan hak elo untuk hidup itu semuanya bukan keputusan sendiri, melainkan keputusan majikan, karena elo itu cuma budak. Adil gak? Jelas nggak, lah.

Terus apa hubungannya dengan pemilu? Gini, dasarnya sebenarnya mirip dengan poin sebelumya, yaitu mengenai kemampuan untuk menentukan nasib sendiri. Kalo elo adalah seorang budak yang hidupnya ada di tangan orang lain, gimana elo bisa nentuin nasib elo sendiri? 

Ini menjadi pemicu bagi para budak, terutama yang tergolong kulit hitam, untuk maju dan memperjuangkan hak mereka. Meski perjalanannya cukup panjang (bahkan hingga abad XX), akhirnya perjuangan mereka ini membuahkan hasil. 

Perang saudara yang terjadi di AS 2 abad lalu akhirnya berujung pada pengakuan atas kesetaraan hak kaum yang tertindas pada saat itu, yaitu para budak.

Gak cuma budak, loh, kaum wanita juga dulunya gak punya hak untuk memberi suara (vote). Kalo lo bisa liat bapak-bapak dan ibu-ibu di TPS kelurahan lo bisa sama-sama antre untuk nyoblos, itu karena hasil perjuangan kaum wanita yang sangat panjang dan melelahkan.

Pemisahan Kekuasaan dalam Pemerintahan

Nah, ini penting banget. Mengingat kejadian Revolusi Perancis tadi ada untuk menggulingkan pemimpin (raja) yang memiliki kekuasaan yang tidak terbatas, power atau kekuasaan dalam mengelola pemerintahan harus dipisah. 

Gimana itu maksudnya? Maksudnya gini, dalam sebuah pemerintahan, ada yang membuat aturan, menjalankan aturan, dan mengawasi jalannya aturan. Elo bayangin aja kalo yang lakuin ini semua adalah orang yang sama. Kemungkinan besar pasti bakal semena-mena, kan? 

Oleh karena itu, sebelum pemilu bisa dilakukan, harus ada pembatasan yang jelas mengenai siapa yang bakal bikin aturan, jalanin aturan, serta ngawasin jalannya aturan. 

Konsep ini digaungkan kembali oleh Montesquieu, dan dikenal juga sebagai Trias Politica atau Trias Politika. Meski konsepnya cukup dalem, kita ngomongin secara simpel dulu aja, dan pelaksanaannya di Indonesia dalam bentuk apa.

Sebelumnya, coba deh kamu perhatikan bagan Trias Politika Amerika Serikat di bawah ini sebelum kita bedah satu-satu.

Mengenal Pemilu di Indonesia 42
Ilustrasi Trias Politica di Amerika Serikat

Legislatif

Berdasarkan konstitusi kita, yaitu UUD 1945, legislatif adalah lembaga yang memiliki fungsi sebagai pembuat undang-undang, penentu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta penentu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 

Di Indonesia, lembaga legislatif ada dengan nama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Lembaga legislatif tingkat lokal juga ada, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dengan peran yang mirip DPR, tapi tidak memiliki kuasa legislatif sebesar DPR.

Jadi, pemilu legislatif adalah pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD (Provinsi maupun Kabupaten/Kota).

Eksekutif

Eksekutif adalah lembaga yang memiliki wewenang untuk menjalankan pemerintahan, serta memiliki hak untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) ke legislatif. Seperti namanya, eksekutif ini adalah eksekutor di dalam pemerintahan. 

Di Indonesia, lembaga eksekutif dijalankan oleh presiden & wakil presiden, para menteri yang tergabung dalam Kabinet Republik Indonesia, serta para kepala daerah.

Yudikatif

Yudikatif adalah lembaga yang memiliki wewenang untuk menafsirkan undang-undang, mengawasi jalannya undang-undang, serta mengadili pelanggaran undang-undang. Lembaga yudikatif di Indonesia terdiri atas Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), serta Komisi Yudisial (KY).

Pemilu di Indonesia

Nah, sekarang coba elo cek bagan Trias Politika yang ini:

Mengenal Pemilu di Indonesia 43
Bagan Trias Politika di Indonesia (Arsip Zenius)

Dari bagan Trias Politika di atas, elo bisa lihat ada 3 pemilu yang secara garis besar berlangsung di Indonesia, yaitu: Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah.

Untuk kotak yang berwarna hijau, itu nandain bahwa pemilunya berlangsung barengan atau sekaligus. Jadi, di hari yang sama elo dikasih surat suara untuk nyoblos peserta calon anggota untuk DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota (pemilu legislatif), terus besok-besoknya (selang waktu beberapa pekan/bulan) nyoblos presiden (pemilu eksekutif).

Untuk kotak yang berwarna hijau muda, itu nandain bahwa pemilunya diadakan terpisah dari yang diselenggarain di tingkat pusat. Tetep, pemilukada diselenggarain barengan. Jadi kalo ada lebih dari 1 provinsi/kabupaten/kota yang pimpinan daerahnya sebentar lagi habis masa jabatan, dibikinlah pemilu serentak. 

Contoh: di Jawa Barat tahun 2018, elo bisa lihat bahwa penduduknya memilih gubernur provinsi dan bupati/walikota masing-masing kabupaten/kota tempat tinggal pemilihnya di sesi pencoblosan yang barengan.

Di saat yang bersamaan, di Sumatera Utara misalnya; juga ada pemilu yang demikian untuk milih gubernur di provinsi Sumatera Utara beserta bupati/walikota untuk para kabupaten/kota di dalemnya.

BTW, di tahun 2019, pemilu legislatif dan presiden dijalankan secara serentak. Dalam beberapa tahun terakhir juga pemilukada dijalankan serentak di beberapa provinsi/kabupaten/kota sekaligus.

Pileg

Pemilu legislatif dilaksanakan untuk memilih calon anggota legislatif (caleg) dari semua tingkat, yaitu: Tingkat Pusat (DPR & DPRD), Tingkat Daerah I (provinsi), dan Tingkat Daerah II (kabupaten/kota), serta DPD. 

Jadi, di sesi pemilu ini, elo harus empat kali nyoblos masing-masing surat suara yang berisi kandidat caleg. Di Tingkat Pusat, elo akan memilih anggota dewan yang akan duduk di parlemen, yaitu DPR + DPD.

Di Tingkat Daerah I, elo akan memilih anggota dewan yang akan duduk di parlemen provinsi, yaitu DPRD Provinsi. Sedangkan di Tingkat Daerah II, elo akan memilih anggota dewan yang akan duduk di parlemen kabupaten/kota; yaitu DPRD Kabupaten/Kota.

Pemilu legislatif ini bisa dibilang yang paling basic sekaligus paling complicated. Kenapa? gue bilang basic karena ya elo akan milih para legislator, yaitu para pembuat undang-undang. Ini adalah langkah awal dalam menentukan siapa yang akan mengelola negara ini. 

Di sisi lain, gue bilang complicated, karena ini akan menjadi pilihan yang sulit untuk elo. Sulit karena banyak pilihan calon legislator dari banyak partai, dan PR banget gak, sih, kalo kita harus cari tahu program dan rencana mereka satu per satu?

Well, basically elo hanya perlu mencari tahu aja, mana partai yang paling merepresentasikan aspirasi elo. Misal nih, ada partai yang pengen menyetujui undang-undang yang membolehkan eks-koruptor untuk mencalonkan diri lagi dalam pemilihan legislatif. 

Elo sendiri setuju, gak? Kalo setuju, ya berarti elo pilih aja partai yang mendukung hal tersebut, kalo gak setuju, lakukan sebaliknya, gitu aja kok repot? 😉

Pilpres

Ini dia, pemilu yang paling terkenal dan paling hangat, yaitu pemilu presiden (pilpres). Di pemilu ini, elo akan memilih presiden dan wakil presiden yang akan memimpin seluruh Indonesia selama 5 tahun ke depan.

Oh ya, ngomong-ngomong, elo patut bersyukur tentang pilpres zaman sekarang. Sebelum tahun 2004, elo hanya bisa milih partai politik (parpol) atau gabungan parpol (koalisi) yang menurut elo bagus kadernya untuk jadi parpol penguasa. 

Kalo dia menang, maka nanti di dalam parpol tadi bakal ada pemilihan internal partai untuk memilih siapa yang bakal jadi presiden dan wakil presiden. Ya kurang lebih bisa digambarkan seperti beli kucing dalam karung.

Hasil pemilu ini adalah pasangan presiden dan wakil presiden yang memerintah di tingkat nasional. Setelah itu, mereka punya hak untuk memilih siapa yang akan jadi menteri atau pejabat negara lainnya (seperti jaksa agung) untuk membantu kerja mereka. Seluruh tim kerja yang berisi presiden, wakil presiden, para menteri, para pejabat negara non-kementerian (misal: jaksa agung); mereka disebut sebagai kabinet. 

Kesatuan dari tim ini juga dikenal sebagai lembaga eksekutif, yaitu lembaga yang menjalankan pemerintahan. Kabinet ini menjalankan pemerintahan di tingkat nasional (atau juga disebut sebagai pemerintah pusat).

Presiden ini ngapain kerjanya? Sebagai eksekutif, ia melaksanakan perintah undang-undang. Misal, ada undang-undang tentang pendidikan yang isinya wajib belajar 12 tahun. Nah, undang-undang itu bakal jadi panduan buat presiden dalam menciptakan program-program yang tujuan utamanya ya mengajak warga untuk bisa punya pendidikan dasar. 

Apa programnya? Itu tugas presiden sebagai eksekutif untuk mikirin gimana program dan caranya. Dari mana uangnya? Dari legislatif yang nentuin berapa anggaran untuk pemerintah (dalam hal ini presiden dan kabinetnya) dalam ragam program tertentu. 

Misal: legislatif bilang dana pendidikan sebanyak 30% uang negara. Maka segitulah dana yang presiden punya. Buat apa aja duitnya? Itu juga terserah presiden sebagai eksekutif untuk mikirin uangnya harus diapain aja supaya misi bisa tercapai.

Pilkada

Pemilihan umum kepala daerah. Dari namanya aja jelas ya, di sini kita milih pemimpin daerah masing-masing. Kalo elo tinggal di Sumatera Barat; misalnya, elo milih gubernur provinsi elo.

Terus kalo elo tinggalnya di kota Padang, maka nanti elo akan milih walikota dari kota Padang. Kalo elo tinggalnya di kabupaten Kepulauan Mentawai; misalnya, maka elo akan milih bupati Mentawai.

Di Indonesia (dan banyak negara lain di dunia), ada sistem yang namanya desentralisasi. Singkatnya, ini adalah sistem pemberian wewenang dari pemerintah pusat di ibukota (Jakarta) bagi pemerintahan daerah untuk bisa mandiri dalam memerintah dan membangun kampung halamannya. 

Diharapkan, pembangunan daerah akan lebih cepat, tepat, dan akurat, karena yang membangun dan memerintah adalah putra putri daerah. Anggapannya, mereka mengerti betul apa yang dibutuhkan dalam pembangunan kampung halamannya sendiri.

Nah, secara umum pembagian daerah itu menjadi dua, yaitu: daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (kabupaten/kota). Jadi, kabupaten dan kota itu berada dalam tingkat yang sejajar. Bedanya hanya luas wilayah dan kepadatan penduduk. 

Singkatnya, kalo elo tinggal di daerah kabupaten, maka daerah elo berarti kepadatan penduduknya rendah. Sebaliknya berlaku bagi kota. Maka, bupati dan walikota itu tingkatannya setara satu sama lain. Supaya tambah yakin, ini gue ada bagan susunan ketatanegaraan di Indonesia:

Mengenal Pemilu di Indonesia 44
Susunan Ketatanegaraan Indonesia (Arsip Zenius)

Jadi, di pemilu ini, elo akan milih “kapten” yang akan memimpin daerah tingkat 1 (Provinsi) dan daerah tingkat 2 (Kabupaten/Kota). BTW, sistem pemilukada ini gak berlaku di semua provinsi, ya. Beberapa provinsi memiliki aturan istimewa, misalnya DKI Jakarta, untuk tingkat 1 ada pemilu gubernur, tapi untuk tingkat 2 nggak ada, karena walikota dan bupatinya ditunjuk langsung oleh gubernur. 

Kemudian DI Yogyakarta, pemilu tingkat 1 tidak ada, karena gubernurnya adalah Sri Sultan Hamengkubuwono, yang dilaksanakan secara suksesi (turun-temurun). Ini merupakan aturan yang disepakati antara Republik Indonesia dengan Kraton Yogyakarta.

Jadi buat apa gue ikut pemilu?

Balik lagi nih. Masih banyak banget orang yang menganggap bahwa pemilu itu gak penting, buang-buang waktu dan uang aja. Nih, gue sampein beberapa poin untuk elo pertimbangkan:

  • Elo cuma ngeluh tentang kondisi negara yang sekarang begini dan begitu. Mau berubah? Ayo partisipasi! Kalo elo cuma ngeluh tapi males ngurusin pemilu karena drama politik, ya gak bakal ada perubahan, dong!
  • “Tapi kalo gue nyoblos, belom tentu calon yang gue pilih bisa lolos, apalagi menyalurkan aspirasi gue”.
    Elo gak salah, kok, tapi elo perlu inget bahwa kesempatan dan hak yang elo miliki sekarang untuk mengikuti pemilu adalah hal yang sangat berharga. Selama elo warga negara, gak peduli gender maupun etnis, elo punya hak yang sama dalam menentukan siapa yang akan jadi pemimpin.

Nah, gimana? Apa elo masih mau acuh tak acuh terhadap pemilu di Indonesia? Pertimbangkan lagi, guys, sejarah manusia untuk bisa mencapai proses demokrasi seperti sekarang ini cukup panjang dan penuh peluh dan darah, jadi, ada baiknya kita hargai dengan cara mau mempelajari dulu tentang bagaimana aspirasi kita dapat diwakilkan. 

Mau golput? itu juga hak elo, kok, kalo elo golput karena memang gak ada calon yang bisa membawa aspirasi elo, silakan, tapi gue harap jangan sampe elo golput cuma karena masa bodo dengan dunia politik, ya.

Sekian dulu tulisan materi tentang pemilu dari gue. Semoga bisa bermanfaat buat elo. Sampai jumpa di artikel berikutnya!

Mengenal Pemilu di Indonesia 45

quote

“Masyarakat demokratis yang buta sejarah, akan mudah sekali disetir oleh media propaganda, fitnah, dan berita palsu untuk membelokkan persepsinya terhadap kepentingan kekuasaan tertentu.”

Referensi:

UU Pemilu – UU  No. 7 Thn. 2017 Tentang Pemilihan Umum

UU MD3 – UU No. 2 Thn. 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 17 Thn. 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

UU Pilkada – UU No. 10 Thn. 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Thn. 2015 Tentang

PERPPU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

Menjadi Undang-Undang.

https://nasional.kompas.com/read/2014/04/08/0853248/Ayo.Kenali.4.Jenis.Surat.Suara.yang.Akan.Anda.Coblos.

Originally Published: October 17, 2018
Updated by: Arum Kusuma Dewi

Bagikan Artikel Ini!