Kenapa Orang Kaya Tetap Korupsi, dari Perspektif Ilmu Ekonomi
Kenapa orang kaya masih korupsi? Bukan sekadar serakah, tapi soal status, ekspektasi, dan sistem yang memungkinkan. Simak analisis ekonomi & psikologinya!

Lo pasti pernah denger berita pejabat atau pengusaha yang udah crazy rich, duit ngalir kayak air, rumah segede stadion, mobil parkirnya aja butuh lahan sendiri. Dari luar, hidupnya kelihatan perfect, gak ada alasan buat kekurangan. Tapi anehnya, masih aja ada yang ketangkap korupsi. Kenapa?
Secara logika awam, kalau orang udah punya segalanya, harusnya udah puas dong? Udah bisa beli apa pun, hidup tenang, anak-cucu aman sampai tujuh turunan. Tapi ternyata, human nature gak sesimpel itu. Dari perspektif ekonomi dan psikologi kebahagiaan, ada beberapa faktor yang bikin orang kaya tetep aja ngerasa "kurang"—mulai dari insentif yang menggoda, persaingan status sosial yang gak ada ujungnya, sampe sistem yang bikin perilaku ini terus berulang.
Jadi, apakah ini soal keserakahan semata? Atau ada mekanisme lebih dalam yang bikin orang kaya tetep main curang walaupun duitnya udah gak abis tujuh turunan?
Biar gak cuma ngegas doang, yuk kita bedah bareng-bareng dari sudut pandang ilmu ekonomi!
Hubungan Ekonomi dan Kebahagiaan
Jadi, ada riset menarik dari Bruno Frey & Alois Stutzer, dua ekonom dari University of Basel, yang ngebahas hubungan antara ekonomi & kebahagiaan dalam paper mereka:
"What Can Economists Learn from Happiness Research?"
Mereka mencoba ngejawab pertanyaan simpel tapi dalem: Apakah makin kaya bikin orang makin bahagia? Dan kalau iya, sampai batas mana?
Jawabannya? Iya, tapi ada batasnya.
Money does buy happiness… to some extent.
Dari berbagai studi empiris yang mereka rangkum, mereka nemuin bahwa pendapatan lebih tinggi emang bikin hidup orang lebih bahagia—tapi efeknya gak linear & ada titik jenuhnya.
Apa aja insights pentingnya?
Orang yang Lebih Kaya Emang Cenderung Lebih Bahagia
Jadi, kalau ada yang bilang "Uang gak bisa beli kebahagiaan," well… itu setengah benar, setengah mitos.
Penelitian dari Bruno Frey & Alois Stutzer nunjukin bahwa ada hubungan positif antara pendapatan & kebahagiaan, terutama di level ekonomi yang lebih rendah dan menengah. Artinya, makin banyak duit yang lo punya, makin besar peluang lo buat hidup lebih bahagia.

Tapi, kenapa sih uang bisa bikin orang lebih bahagia? Berikut beberapa alasannya:
1️⃣ Bisa Memenuhi Kebutuhan Dasar → Stres Finansial Berkurang
Bayangin hidup dalam kondisi di mana makan besok aja belum jelas, harus mikirin bayar kontrakan, tagihan listrik, atau utang yang numpuk. Kondisi finansial yang buruk bikin tekanan mental & stres meningkat.
📌 Data dari studi ini nunjukin bahwa orang dengan pendapatan lebih tinggi cenderung lebih jarang mengalami kecemasan finansial. Mereka gak perlu pusing mikirin hal-hal mendasar seperti makanan, kesehatan, atau tempat tinggal.
🔥 Simply put:
👉 Kalau duit ada, kepala lebih tenang.
👉 Kalau duit gak ada, lo bakal lebih sering stres & cemas.
2️⃣ Lebih Banyak Pilihan & Kontrol Atas Hidup
💰 Punya duit = punya kebebasan.
Orang dengan pendapatan lebih tinggi punya lebih banyak pilihan dalam hidup:
✔ Bisa liburan, menikmati pengalaman baru
✔ Bisa beli barang atau jasa yang meningkatkan kualitas hidup
✔ Bisa investasi di pendidikan yang lebih baik buat diri sendiri & keluarga
✔ Bisa keluar dari pekerjaan yang gak disukai tanpa harus takut gak makan
📌 Studi ini nunjukin bahwa makin tinggi tingkat kontrol seseorang atas hidupnya, makin tinggi tingkat kebahagiaannya.
🔥 Simply put:
👉 Punya uang = bisa ambil keputusan yang lebih baik buat diri sendiri.
👉 Gak punya uang = hidup seringnya dikendalikan keadaan.
3️⃣ Status Sosial Meningkat → Lebih Dihormati dalam Masyarakat
Ini faktor psikologis yang sering orang remehin: pengakuan sosial itu penting.
Di hampir semua budaya, orang kaya lebih dihormati.
✔ Lebih dianggap sukses
✔ Lebih didengar pendapatnya
✔ Lebih dihargai dalam lingkungan sosial
📌 Studi dari Frey & Stutzer juga nunjukin bahwa orang dengan pendapatan lebih tinggi cenderung merasa lebih dihargai & punya posisi lebih baik di masyarakat, yang ujung-ujungnya meningkatkan kebahagiaan mereka.
🔥 Simply put:
👉 Punya duit = dapet lebih banyak respect.
👉 Gak punya duit = bisa kena diskriminasi sosial.
Tapi Ada Batasnya, GAK NAIK SECARA LINIER
Jadi, meskipun uang bikin hidup lebih enak & bahagia, ada titik di mana tambahan pendapatan gak lagi memberikan dampak signifikan terhadap kebahagiaan seseorang. Ini yang disebut Diminishing Marginal Utility of Income—semakin banyak uang yang lo punya, semakin kecil tambahan kebahagiaan yang lo dapet dari setiap kenaikan pendapatan.
📉 Contohnya?
1️⃣ Studi di Jepang (1958-1991): GDP Naik 6x Lipat, Kebahagiaan Stagnan

Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang gila-gilaan dalam periode ini. GDP per kapita naik 6x lipat, yang secara teori harusnya bikin masyarakatnya jauh lebih bahagia.
🚀 Tapi faktanya?
📌 Rata-rata kebahagiaan masyarakat tetap stagnan di 2.7 (skala 1-4), alias hampir gak ada perubahan signifikan.
2️⃣ Studi di Amerika Serikat (1946-1991): Income Naik 2.5x, Happiness Tetap Sama
Amerika juga mengalami kenaikan pendapatan per kapita yang signifikan dari $11,000 ke $27,000 (1996 USD) dalam periode 45 tahun.
🚀 Tapi lagi-lagi, happiness masyarakat stagnan!
📌 Rata-rata kebahagiaan tetap di angka 2.2 (skala 1-3), gak ada peningkatan signifikan.
Nah, kalau digambar, hubungan antara penghasilan & kebahagiaan bentuknya kayak kurva di atas: mendaki di awal tapi makin lama makin landai.

🔵 Di level miskin (penghasilan rendah):
📈 Tambahan uang ngaruh banget ke kebahagiaan karena bisa memenuhi kebutuhan dasar: makanan, tempat tinggal, kesehatan. Hidup jadi lebih stabil, stres finansial berkurang.
🔴 Di level kaya (penghasilan tinggi):
📉 Tambahan uang masih bikin bahagia, tapi efeknya kecil banget. Setelah titik tertentu, lo udah bisa beli semua kebutuhan & kenyamanan. Yang naik cuma standar hidup, bukan kebahagiaan.

💡 Takeaway:
✔ Kalau lo masih di level struggling secara finansial, ngejar lebih banyak duit bisa bikin hidup lebih bahagia.
✔ Tapi kalau lo udah nyaman, nambahin pendapatan gak lagi berpengaruh besar. Faktor lain seperti hubungan sosial, kesehatan mental, & keseimbangan hidup lebih penting buat kebahagiaan.
Makanya, banyak orang kaya tetep ngerasa kosong atau gak puas, karena mereka kejar sesuatu yang sebenernya udah gak ngaruh signifikan ke kebahagiaan mereka.
Orang Gak Cuma Lihat Income Mereka Sendiri, Tapi Juga Income Orang Lain
Salah satu alasan kenapa orang kaya masih terus ngejar duit (bahkan lewat korupsi) adalah karena kita gak cuma peduli sama income kita sendiri—tapi juga income orang lain.
💡 Psikologi ekonomi nunjukin kalau kebahagiaan itu relatif, bukan absolut.
Artinya, lo gak sekadar bahagia karena kaya. Lo bahagia kalau lebih kaya dibanding orang lain. Kalau semua orang di sekitar lo kaya juga, lo jadi ngerasa "biasa aja" atau bahkan "ketinggalan."
📊 Studi & Bukti Empiris: Kebahagiaan Itu Relatif
1️⃣ Survei di AS & Eropa:
📌 Orang lebih bahagia kalau merasa pendapatannya lebih tinggi dibanding peers atau lingkungan sosialnya.
👉Artinya, bukan jumlah uangnya yang bikin bahagia, tapi posisi relatif lo dalam hierarki ekonomi.
👉 Kalau semua orang naik pendapatannya bareng, efek kebahagiaan hampir gak ada.
2️⃣ Penelitian di Inggris:
📌 Kalau income grup referensi lo (teman kerja, tetangga, kolega) naik lebih cepat dari lo, kebahagiaan lo turun.
👉 Makanya ada istilah keeping up with the Joneses—orang selalu ngebandingin diri sama lingkungan sekitar.
👉 Kalau lo naik gaji 10 juta tapi teman lo naik 20 juta, lo bakal ngerasa "kalah" walaupun secara absolut lo udah lebih kaya.
3️⃣ Penelitian di Jerman & Swiss:
📌 Kalau pengangguran tinggi di suatu wilayah, orang yang masih punya kerja justru merasa lebih puas.
👉 Kenapa? Karena mereka ngerasa lebih beruntung dibanding orang lain.
👉 Ini nunjukin bahwa kebahagiaan gak cuma soal apa yang kita punya, tapi seberapa baik kita dibanding orang sekitar.
Karena income relatif lebih penting daripada income absolut, orang-orang (terutama di level kaya) bakal terus ngejar cara buat tetap lebih tinggi dari peers mereka.
❌ Kalau cara konvensional (kerja, bisnis, investasi) gak cukup buat ningkatin posisi sosial dengan cepat…
✅ Korupsi jadi jalan pintas buat ningkatin posisi relatif mereka dibanding yang lain.
📌 Bukan karena mereka "butuh" duit, tapi karena mereka "butuh" tetap unggul.
📌 Kalau orang sekitar makin kaya, mereka juga harus makin kaya—no matter what.
Kenapa Orang Gak Pernah Ngerasa Cukup? Efek "Hedonic Treadmill"
Jadi gini, otak manusia itu dirancang buat selalu beradaptasi sama kondisi baru—termasuk dalam hal income & standar hidup.
📌 Saat income naik, standar hidup & ekspektasi juga ikut naik.
👉 Apa yang dulu keliatan wah, sekarang jadi biasa aja.
👉 Lo harus terus dapet lebih banyak buat ngerasa puas lagi.
Fenomena ini dikenal sebagai Hedonic Treadmill—kayak lari di treadmill, lo terus bergerak tapi rasanya gak pernah sampai.

🔁 Siklus Gak Pernah Puas: Dari Senang → Biasa → Mau Lebih
📈 Gaji Naik
✅ Awal-awal happy banget → Bisa beli barang yang dulu gak kebeli
🔻 Tapi…
⚠ Beberapa bulan kemudian, mulai terasa "biasa aja"
⚠ Muncul ekspektasi baru → "Harusnya gue bisa lebih dari ini!"
🚗 Beli Mobil Baru
✅ Bangga bawa mobil baru, ngerasa sukses
🔻 Tapi…
⚠ Temen lo beli mobil yang lebih mahal & lebih keren
⚠ Tiba-tiba mobil lo gak kerasa spesial lagi → Mulai kepikiran upgrade
💼 Dapat Promosi & Jabatan Tinggi
✅ Awalnya ngerasa sukses & lebih dihormati
🔻 Tapi…
⚠ Ketemu kolega yang posisinya lebih tinggi
⚠ Sekarang gak puas lagi → Pengen naik lebih tinggi lagi
🔥 Kesimpulannya?
➡ Lo gak lagi bahagia karena dapet sesuatu, tapi karena lo lebih dari orang lain.
➡ Begitu lingkungan lo juga naik level, lo jadi ngerasa kurang lagi.
Kesimpulan: Kenapa Orang Kaya Masih Korupsi?
Korupsi di kalangan orang kaya bukan soal bertahan hidup, tapi soal ego, status, dan kesempatan. Mereka gak sekadar butuh uang, tapi butuh lebih banyak lagi untuk tetap merasa unggul. Saat standar hidup naik, ekspektasi juga ikut naik, bikin mereka terus merasa kurang, meskipun sudah punya segalanya.
Masalahnya, cara legal untuk memperkaya diri itu lambat dan penuh batasan. Sementara itu, korupsi menawarkan jalan pintas—uang dalam jumlah besar, instan, tanpa harus kerja keras bertahun-tahun. Apalagi kalau sistemnya longgar, hukum bisa dinegosiasi, dan hukuman gak seberapa. Selama celahnya masih ada, insentif untuk nyolong akan terus ada.
Jadi, ini bukan sekadar soal serakah, tapi kombinasi antara psikologi manusia yang gak pernah puas dan sistem yang bikin mereka bisa lolos dengan mudah.
Referensi
- Frey, Bruno, S., and Alois Stutzer. 2002. "What Can Economists Learn from Happiness Research?" Journal of Economic Literature 40 (2): 402–435. DOI: 10.1257/002205102320161320
- Kurva diadaptasi dari Why do the richest of the rich still corrupt?Arief Anshory Yusuf - https://www.youtube.com/watch?v=HicydwSI21A
- The hedonic treadmill https://www.khanacademy.org/partner-content/wi-phi/xd226e27a:democracy/xd226e27a:why-dont-better-circumstances-make-us-happier/a/why-dont-better-circumstances-make-us-happier-the-hedonic-treadmill