Kenapa Setiap Negara Memiliki Mata Uang yang Berbeda? 17

Kenapa Setiap Negara Memiliki Mata Uang yang Berbeda?

Alasan mengapa tiap negara mempunyai mata uang berbeda dibahas dari segi ilmu ekonomi, termasuk penjelasan konsep 3 kebijakan ekonomi dunia.

Halo kenalin nama gw Marcel, gw baru bergabung dengan Zenius team beberapa bulan ini. Di Zenius gw bertanggung jawab untuk ngajar di Zenius-X untuk mata pelajaran Ekonomi dan Bahasa Inggris, sama kadang-kadang jadi tutor pengganti Sejarah dan Fisika. Woops… banyak amat yah mata pelajaran yang gw handle? Yah, kebetulan emang latar belakang studi gw lumayan nano-nano alias nyampur-nyampur, gw sempet kuliah jurusan mekatronika di Swiss-German University, kemudian melanjutkan gelar Master di Universität Passau, Germany untuk studi kajian Asia Tenggara. Jadi gw sedikit-banyak cukup tau soal mesin, elektro, sejarah, budaya, bahasa Jerman, dan ekonomi. 😀

Nah untuk artikel perdana gw di Zenius Blog, gw mau berbagi sedikit pengetahuan gw tentang ekonomi, semoga bisa jadi insight dan pengetahuan baru buat lu semua.

Gak kerasa sekarang kita udah masuk bulan Desember, biasanya bulan Desember itu jadi bulan yang penuh dengan pengeluaran. Ada yang mau liburan ke luar kota atau luar negeri, ada yang mau beli gadget baru buat hadiah Natal, ada yang mau pesta barbeque aja sama keluarga atau bareng temen-temen. Di saat-saat seperti inilah biasanya kita (atau keluarga kita) baru mulai lebih jeli ngeliat harga, seperti harga tiket pesawat, harga daging, kentang, jagung, atau harga gadget, tas, sepatu, atau kado natal yang selama ini kita idam-idamkan.

34CCE2D6-9278-4A11-8E39-ECBEBCBB76F2_cx0_cy5_cw0_mw1024_s_n_r1
Sumber gambar : http://www.voaindonesia.com/content/musim-belanja-akhir-tahun-mulai-di-amerika/1551450.html

Namun selain dikenal sebagai bulan penuh pengeluaran, bulan Desember juga dikenal sebagai bulan penuh pemasukan, terutama bagi mereka yang berlatar belakang dari keluarga pedagang atau pengusaha. Nah, terlepas dari apakah bulan ini lu berperan sebagai konsumen atau produsen, ada satu hal yang biasanya mempengaruhi tingkat harga dari barang dagangan yang mau lu beli atau mau lu jual, yaitu nilai tukar Rupiah dengan Dollar!

Buat lu yang bulan ini jadi konsumen, mungkin ada yang udah mulai kebat-kebit “Mudah-mudahan Dollar turun, biar gw bisa beli iPhone 6 dengan harga yang lebih murah!”. Sebaliknya buat pelaku bisnis yang jualan barang ke luar negeri (export), mereka justru sih kebat-kebitnya beda: “Mudah-mudahan Dollar mahal, kalu enggak, dagangan gw cuma dikit doang untungnya!”. Wah, terus kok jadinya serba salah juga yah, ada yang pengen nilai tukar dollar terhadap rupiah turun, tapi ada juga yang pengen naik. Jadi gak semua orang juga seneng kalu nilai tukar rupiah menguat, jadi maunya gimana dong?? Nah, pernah gak sih lu kepikiran jadinya:

“Kenapa sih harus pake Dollar? Kenapa gak semua orang pake Rupiah aja? Atau seenggaknya kenapa gak ada SATU MATA UANG yang sama aja buat dipakai oleh semua negara? Kan dengan semua orang pake mata uang yang sama segalanya jadi lebih simple, gak ribet kayak gini.”

img_1_4_1393235251_2540849b0524
sumber: http://www.forexindo.com/forum/threads/kurs-us-dollar-rupiah-hari-ini-14-oktober-2014.158958/

Eit, nggak segampang itu juga kali buat nyamain mata uang seluruh dunia. Lha, emang masalahnya kenapa kalau seluruh dunia pake mata uang yang sama? Nah, ilmu ekonomi punya jawabannya, dan itulah yang akan gw jelasin ke lu semua secara garis besar di dalam artikel ini, termasuk semua penjelasan sebab-akibatnya. Btw sebelum lanjut di artikel ini, gw sangat menyarankan lu untuk baca juga artikel yang ditulis oleh Ivan sebelumnya, tentang Kenapa Emas/Perak dihargai lebih mahal daripada logam lain. Di artikel itu, Ivan memberikan pemaparan yang seru banget tentang sejarah emas/perak sebagai salah satu mata uang pertama di dunia yang berlaku sebagai nilai tukar yang umum sehingga sangat mempengaruhi kondisi ekonomi dan perdagangan di Amerika, Eropa, maupun Afrika. Dengan lu baca artikel itu dulu, lu akan paham esensi uang dari sudut pandang makro – bahwa uang itu bukan lagi sebatas tolak ukur kekayaan atau kemiskinan seseorang. Melainkan, uang itu hanyalah sebuah mediator atau alat bagi sebuah negara dalam mengatur kondisi perekonomian supaya semua masyarakatnya bisa hidup sejahtera.

Nah sekarang pertanyaannya balik lagi, emang apa sih yang diingikan sebuah negara dari mata uangnya untuk bisa jadi mediator atau alat yang baik dalam mempengaruhi kondisi perekonomian? Nah, dalam ilmu ekonomi kita mengenal ada 3 kondisi ekonomi yang dikenal dengan nama Trillema Ekonomi. Kenapa disebut trillema ekonomi? Jadi pada prinsipnya, semua negara, semua rakyat, menginginkan 3 kondisi dari mata uangnya. Masalahnya, biar bagaimanapun juga kita cuma bisa meraih 2 diantara 3 kondisi ekonomi itu. Kita gak akan mungkin bisa mendapatkan ketiga kondisi itu secara bersamaan, jadi terpaksa sebuah negara harus menentukan 2 diantara 3 kondisi itu, tergantung mana yang paling cocok untuk negara tersebut. Makanya disebut dengan nama Trillema. Okay, jadi sebetulnya apa sih peran mata uang dalam 3 kondisi ekonomi yang menjadi tujuan sekaligus indikator sehatnya siatuasi perekonomian sebuah negara?

Kenapa Setiap Negara Memiliki Mata Uang yang Berbeda? 18

KONDISI #A: Kestabilan nilai mata uang

Kestabilan nilai mata uang terhadap mata uang lain adalah kondisi yang sempat kita bahas dari contoh sebelumnya di atas. Salah satu indikator keadaan ekonomi bisa berjalan dengan baik adalah jika nilai tukar yang kita gunakan sehari-hari itu memiliki nilai yang stabil terhadap mata uang asing. Kalau produk yang mau kita jual atau beli nilainya naik-turun seperti roller coaster, gimana mau bikin rencana bisnis dan bikin usaha?

Ibaratnya sekarang coba lu bayangin buka toko smartphone di Mangga Dua Mall Jakarta. Hari ini ngambil dari distributor harga iPhone 6 per unit cuma Rp 6 juta, eh taunya besok lusa karena dollar melonjak drastis jadi Rp 10 Juta. Kan kita sebagai pedagang juga bingung jadinya buat nentuin harga yang pas buat konsumen? Hal yang sama juga terjadi kalau lu jadi pihak konsumen yang mau beli smartphone terbaru, hari ini yang harganya cuma Rp 3.000.000 tiba-tiba besok lusa melonjak jadi Rp 6.500.000. Kan kacau-balau jadinya kalau setiap orang mau transaksi aja was-was takut harga naik-turun dengan tajam.  Masa sih tiap hari kita harus deg-degan ngeliatin perubahan harga Dollar vs Rupiah? Makanya kestabilan nilai tukar ini dianggap sesuatu yang penting untuk dijaga.

Tapi perlu diingat bahwa kondisi A ini hanyalah 1 diantara 3 kondisi lainnya. Ada negara yang menganggap kondisi A ini penting dan perlu diprioritaskan, namun ada juga yang mengganggap kondisi A ini gak terlalu cocok untuk negaranya sehingga lebih mengutamakan 2 kondisi lainnya. Emang apa sih 2 kondisi lainnya, yuk kita lanjut pembahasannya.

KONDISI #B:  Kemampuan mata uang melawan inflasi, deflasi, dan krisis ekonomi

Sebelum bahas ke topiknya, lu harus ngerti dulu konsep inflasi maupun deflasi. Mungkin ada beberapa dari lu yang cuma tau konsep inflasi dan deflasi ini dengan ngehafalin narasi yang ada di buku cetak ekonomi, tapi gak bener-bener paham konsepnya. Nah, supaya paham beneran, coba yuk kita sama-sama bayangin sebuah simulasi pasar:

homepage_logo_5
sumber : http://latansa-kuebasah.com/

Sekarang lu bayangin kalau temen-temen sekolah lu adalah sebuah pasar, terus semuanya jualan kue basah yang dibikin sama orangtuanya masing-masing, ada yang jualan lemper, lumpia, kelepon, kroket, dan lain-lain. Pembelinya juga adalah diantara kalian-kalian sendiri, jadi seisi kelas berjualan sekaligus membeli barang dari satu sama lain selama beberapa hari. Katakanlah jumlah yang yang beredar tiap harinya (jumlah duit jajan anak sekelas per hari digabungin) dari jual-beli kue basah di kelas itu Rp Rp 1.000.000. Sekarang lu bayangin kalau seisi kelas dikurangin duit jajannya sama orangtua masing-masing jadi cuma 50%, sisanya harus ditabung. Apa yang akan terjadi?

Ya jumlah uang beredar juga jadi berkurang dan implikasinya pasti satu sama lain akan menurunkan harga kue basah dong. Karena uang yang beredar jadi sedikit dan kemampuan daya beli konsumen juga rendah, itulah yang namanya DEFLASI. Deflasi itu terjadi ketika terlalu sedikit duit yang beredar, atau terlalu banyak yang disimpan, sehingga semua harga jadi TERLALU MURAH, kondisi itu akan merugikan penjual.

Sebaliknya gimana kalau seisi kelas ditambahin duit jajannya sebanyak 300%? (tapi cuma boleh dipakai buat transaksi jual-beli kue basah di kelas). Nah, sekarang kondisinya terbalik, kalau semua orang punya uang berlebihan, pasti beberapa harga jual juga meningkat. Berhubung kita juga melihat harga kue basah yang dibeli harganya melonjak, ya kita juga jadi terdorong untuk meningkatkan harga kue yang kita jual dong yah.  Itulah yang namanya INFLASI, yang artinya itu terlalu banyak duit yang beredar untuk diperjual-belikan, sehingga semua harga jadi TERLALU MAHAL, kondisi itu akan merugikan pembeli. Nah sekarang lu beneran paham konsep deflasi dan inflasi kan? Prinsip dalam memahami konsep ini (yang seringkali dilupakan) adalah, semua orang adalah pembeli, dan semua orang juga adalah penjual.

Nah, inflasi maupun deflasi juga berhubungan dengan nilai tukar Rupiah. Wah, apa hubungannya jumlah uang beredar dengan nilai tukar mata uang? Jadi gini, pada prinsipnya ketika nilai rupiah melemah, hal itu bisa jadi menyebabkan inflasi berkelanjutan. Sebaliknya jika rupiah terlalu menguat, bisa menyebabkan deflasi berkelanjutan. Makanya dari sisi ini, nilai tukar mata uang bisa jadi sistem kontrol untuk bisa mencegah inflasi maupun deflasi yang terlalu parah. Masih belum kebayang? Jadi gini contoh konkritnya…

Ketika Rupiah melemah terhadap mata uang lain, berarti Rupiah mengalami inflasi. Contoh $1 USD tadinya Rp 10.000 sekarang jadi Rp 12.000. Orang-orang yang punya $USD akan beramai-ramai menukar dolarnya ke rupiah dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari situasi tersebut. Nah lalu apa yang akan terjadi? jumlah uang rupiah yang beredar di pasar semakin banyak sehingga menyebabkan harga barang jadi TERLALU MAHAL dan merugikan konsumen. Selain itu, biaya produksi barang-barang import juga pasti meningkat karena biaya tersebut dihitungnya pakai dolar. Kalau biaya produksi meningkat, harga jual juga naik.

Sebaliknya, ketika Rupiah menguat terhadap mata uang lain, berarti Rupiah mengalami deflasi. Sama juga, deflasi ini bisa memicu deflasi lanjutan: Orang-orang akan menukar rupiah dengan mata uang asing, yang artinya akan menarik Rupiah dari pasar, sehingga membuat Rupiah makin langka. Dengan kelangkaan rupiah, jadinya dalam sektor riil para pedagang terpaksa menurunkan harga yang mengakibatkan kerugian terhadap pihak penjual.

KONDISI #C: Kebebasan mengalirkan modal.

Pisat_Informasi_Pasar_Modal_Yogya
sumber: http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/07/26/pasar-modal-di-rusia-lebih-canggih-ketimbang-di-indonesia

Kondisi yang terakhir adalah kebebasan aliran modal atau investasi. Kenapa ini kondisi yang diinginkan? Tentu saja untuk mempercepat pertumbuhan industri sektor riil. Bagi para entrepreneur yang ingin mengembangkan bisnisnya, tentu akan sangat terbantu jika ada aliran dana investasi dari luar negeri masuk ke perusahaannya. Dana itu bisa digunakan oleh pemilik usaha untuk mempercepat ekspansi bisnisnya menjadi lebih berkembang, sementara investor memiliki sebagian saham di perusahaan tersebut. Dengan harapan jika perusahaan itu sudah semakin besar, saham tersebut bisa dijual dengan harga yang jauh lebih mahal. Bentuk kerjasama ini tentunya menguntungkan kedua belah pihak, pemilik usaha dapat dengan segera mengembangkan bisnisnya dengan bantuan modal dari investor, sementara para investor menanamkan modalnya dengan harapan mendapatkan hasil yang berlipat ganda dengan menjualnya ketika perusahaan sudah menjadi besar.

Sementara itu jika kebebasan investasi dibatasi, bisa dibayangkan betapa sulitnya perusahaan-perusahaan export-import menjalankan bisnis seandainya ada pembatasan pembelian maupun penjualan Dollar. Bayangkan betapa sulitnya perusahaan-perusahaanyang baru mau berkembang ketika transfer uang antar negara harus melalui perijinan ketat dan dipersulit masalah administrasi disana-sini. Semua pembatasan dan aturan yang menghalangi aliran modal akan membuat semua bisnis kesulitan untuk berkembang dan berinovasi. Maka dari itu, kebebasan mengalirkan modal adalah sebuah kondisi yang diharapkan oleh sebagian besar pemilik usaha dan industri riil, maupun para pemilik modal untuk berinvestasi.

Namun di sisi lain, ada juga negara yang mengorbankan kondisi C ini, untuk bisa mengoptimalkan kondisi A dan kondisi B. Sekali lagi, semua itu tergantung dari kebijakan pemerintah dengan melihat strategi mana yang cocok dengan kondisi negaranya pada saat itu. Nah, sekarang kita coba yuk kupas lebih dalam kombinasi diantara 3 kondisi ini, dari mulai pengaruh serta implikasinya dengan kondisi ekonomi secara lebih luas.

Trilemma Mata Uang : 3 Skenario Kebijakan Ekonomi.

Terus? Apa hubungannya 3 kemauan ini dengan macam-macam mata uang yang ada di dunia? Ini masalahnya, kita berhadapan dengan TRILEMMA. Ingat, kalu sebuah dilemma artinya kita harus memilih 1 dari 2 pilihan sulit, mustahil mendapat keduanya! Kalu trilemma artinya kita harus memilih 2 dari 3 pilihan sulit, mustahil mendapatkan ketiganya! Sampai saat ini belum ada satu negara pun di dunia ini yang berhasil mendapatkan ketiga kondisi tersebut secara bersamaan. Jadi mau tidak mau, sebuah negara harus memilih, mana pilihan yang diprioritaskan, mana yang harus dikorbankan. Semua itu harus kembali disesuaikan dengan kondisi negara masing-masing, kondisi manakah yang paling cocok untuk diterapkan. Nah, dari ketiga pilihan tersebut, yuk kita kupas dulu satu per satu pilihan yang ada:

Skenario 1: Kondisi A & C diprioritaskan, Kondisi B dikorbankan

Digunakan oleh: Negara-negara Eropa saat ini.

Perlu diketahui bahwa sekitar 15-20 tahun yang lalu, setiap negara-negara di Eropa itu memiliki mata uangnya sendiri-sendiri. Perancis mata uangnya bernama Franc, Belanda namanya Gulden, Itali namanya Lira, dan lain-lain. Namun saat ini, seperti yang lu semua ketahui bahwa hampir semua negara di Eropa memakai satu mata uang yang sama yaitu Euro. Nah, ketika negara-negara Eropa menghapuskan mata uang negaranya masing-masing seperti Franc Perancis, DM Jerman, Lira Italia, untuk mempersatukan diri dalam satu mata uang yaitu Euro, sebetulnya apa sih yang tujuan mereka? Yup, mereka menginginkan kestabilan pertukaran mata uang (kondisi A) dan kebebasan serta kemudahan dalam aliran modal (kondisi C) di antara sesama negara di Eropa. Namun, akibatnya mereka mengorbankan kemampuan melawan deflasi dan inflasi (kondisi B). Wah kenapa sih emangnya kondisi B ini gak bisa tercapai? Jadi gini ceritanya…

eu_eurozone2_0
Sumber : http://www.stratfor.com/image/eurozone-and-non-eurozone-countries-0

Kalau lu sempet sering dengerin berita 6 tahun yang lalu, Eropa pernah terkena krisis ekonomi yang cukup parah pada tahun 2008. Penyebabnya macam-macam dan akan terlalu panjang kalau gw bahas di artikel ini. Intinya sih sebagian besar penyebabnya karena kredit macet lahan property yang menumpuk sehingga menyebabkan titik kesetimbangan ekonomi bergeser cukup parah. Nah, balik lagi ke situasi di Eropa yang memiliki kebijakan mempersatukan nilai mata uang jadi satu (Euro). Pada saat krisis ekonomi saat itu, banyak banget negara-negara Eropa yang kesulitan keluar dari krisis dan mengembalikan titik kesetimbangan ekonomi negaranya. Kenapa bisa gitu? Karena mereka kesulitan untuk mengontrol deflasi maupun inflasi di negaranya masing-masing. Penyebabnya tentu adalah karena mereka telah kehilangan alat (mata uang mandiri) untuk bisa menstabilkan kondisi ekonomi negaranya.

Negara-negara Eropa yang masih berkembang seperti Yunani, Italia, Spanyol, dan banyak negara lain mengalami krisis ekonomi tidak bisa melakukan banyak tindakan untuk bisa keluar dari krisis, ya tentu karena mata uang mereka bersatu dengan negara-negara Eropa yang sudah maju seperti Jerman dan Perancis, sehingga dampak krisis tersebut sangat berkepanjangan bahkan masih terasa hingga saat ini. Ibaratnya mata uang Euro itu adalah sebuah perahu besar. Negara-negara eropa itu kompak bareng-bareng masuk ke dalam satu perahu. Artinya susah dan senang ya ditanggung bersama, termasuk juga dengan segala risikonya untuk tenggelam bersama-sama. Jadi sekalinya kapal itu ada yang bocor, bisa mengancam keselamatan semua pihak yang ada di dalam kapal tersebut.

Inilah contoh konkrit ketika sekumpulan negara memprioritaskan kondisi A dan kondisi C, tapi tetap saja tidak bisa mendapatkan kondisi B.

Skenario 2: Kondisi A & B diprioritaskan, kondisi C dikorbankan

Digunakan oleh: Tiongkok saat ini, banyak negara Asia pra-1998

Dalam skenario ini, nilai mata uang negara yang bersangkutan terhadap mata uang lain ditentukan oleh pemerintahnya. Dengan begitu nilai kurs mata uang memang stabil (Kondisi A), sekaligus juga pemerintah bisa dengan bebas mengatur kebijakan moneter untuk bisa menghadapi inflasi maupun deflasi (kondisi B). Masalahnya dengan begitu tetap saja, pemerintah harus mengorbankan kondisi C dengan menutup aliran modal asing masuk. Kenapa bisa gitu?

Ya tentu saja kalau aliran modal mengalir bebas, nilai yang ditetapkan oleh pemerintah jadi mustahil dipertahankan. Sekarang coba kita lihat kondisi mata uang China Yuan (CYN) terhadap nilai tukar USD, lalu bandingkan dengan nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap USD.

yuan vs rupiah
Perbandingan CYN terhadap USD dengan IDR terhadap USD.

Lu bisa melihat kan kalo Yuan menguat terus seiring dengan inflasi tahunan (naik dikit lebih bagus daripada stagnan), sementara Rupiah malah justru cenderung merosot terhadap USD. Itulah kondisi ketika Tiongkok mengedepankan kestabilan nilai tukar (kondisi A) sekaligus dijadikan alat untuk mengontrol kesetimbangan ekonomi dan mencegah inflasi dan deflasi berlebihan (kondisi B). Nah, tapi apa nih konsekuensinya? Tentu saja kebebasan mengalirkan modal (kondisi C) jadi tidak mungkin tercapai, kenapa bisa gitu?

Sekarang coba lu bayangin kalau sebuah negara udah capek-capek matok harga supaya ekonominya stabil, eh tiba-tiba masuk dana dari luar dengan jumlah luar biasa banyak dan membanjiri pasar, apa yang terjadi? Ya bisa jadi inflasi besar-besaran! Maka dari itulah negara yang memprioritaskan kondisi A dan B ini harus berani menutup aliran dana dari luar (mengorbankan kondisi C) untuk tetap bisa mempertahankan keadaan ekonominya supaya stabil.

Di satu sisi mungkin ada bagusnya, tapi di sisi lain perkembangan ekonomi juga jadi terbatas dan relatif lambat. Selain itu, kelemahan lain dari skenario ini terlihat saat krisis ekonomi 1998 terjadi: pemerintah menghabiskan cadangan devisa mereka untuk mempertahankan nilai mata uang mereka. Artinya pemerintah menyuntikan dana liquid ke pasar dengan harapan bisnis sektor riil tetap bisa berjalan dan berkembang. Tapi kebijakan ini juga mengundang risiko yang gak terduga. Tidak jarang yang terjadi adalah para importir dan exportir tetap ngotot (baca: menyuap oknum pemerintah) untuk mengijinkan aliran modal mereka. Sehingga walaupun pemerintah udah keluar duit banyak untuk meredam fluktuasi mata uangnya, tetap saja mata uangnya masih fluktuatif. Sementara itu pemerintahnya kehabisan dana, dan yang kaya itu adalah oknum pemerintah yang korup.

Kalo udah begitu, akibatnya bisa jadi semakin parah, negara kekurangan dana, sementara sektor riil dalam masyarakat juga gak berjalan lancar. Bisa jadi malah membuat krisis ekonomi semakin parah, dan akhirnya pemerintahan juga malah kehilangan kemampuan untuk mengatasi krisis karena kehabisan dana. Jadi kembali lagi, ini adalah salah satu opsi pilihan dimana sebuah negara memprioritaskan kondisi A dan B, namun “terpaksa” harus menerima konsekuensi dengan mengorbankan kondisi C juga.

Skenario 3: Kondisi B & C diprioritaskan, kondisi A dikorbankan

Digunakan oleh: AS saat ini dan Indonesia saat ini

Oke, skenario yang terakhir ini digunakan oleh negara Indonesia dimana kita membuka dana investasi dari luar dengan harapan mempercepat pertumbuhan sektor riil sehingga para pemilik bisnis, pedagang, serta pelaku bisnis di Indonesia bisa memanfaatkan relasi dengan luar negeri untuk bisa mengembangkan peluang bisnisnya. Sementara itu mata uang kita rupiah (IDR) juga berdiri mandiri sebagai alat kontrol untuk mencegah adanya inflasi dan deflasi berlebihan dengan menerapkan kebijakan moneter seperti pengendalian jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, dan strategi pematokan rasio cadangan kas (cash reserve ratio) yang diberlakukan bagi lembaga keuangan (bank).

Namun konsekuensi ketika mata uang dibiarkan “mengambang bebas” atau diperjual-belikan tanpa batasan, modal akan mengalir dengan mudah, adalah mata uang tsb tidak stabil, harganya akan mengikuti kehendak pasar berdasarkan jumlah permintaan dan penawarannya. Artinya, kita pun kembali ke masalah pertama, nilai Dollar dan Rupiah yang berubah-ubah secara fluktuatif karena bergantung pada kepercayaan investor terhadap sektor riil yang berkembang di negara kita.

Fluktuasi mata uang ini bisa dipicu dari berbagai macam hal, salah satunya adalah ketika keadaan politik negara kita dianggap stabil dan bisa menguatkan pertumbuhan sektor riil (baca: gak dikorupsi), maka akan meningkatkan kepercayaan terhadap nilai rupiah. Sementara itu jika situasi politik Indonesia tidak dipercaya oleh dunia, nilai tukar rupiah akan merosot. Tingkat fluktuasi yang berlebihan inilah yang bisa jadi membuat kita kesulitan merencanakan keuangan dan bisnis kita, dan menghambat laju perekonomian itu sendiri untuk berkembang.

Jadi kesimpulannya, kembali lagi pada kebijakan seperti apa yang dipilih negara dan dinilai paling cocok untuk diterapkan di negaranya. Saat ini Indonesia dalam posisi untuk membuka investasi asing yaitu membuka peluang aliran modal untuk mengembangkan bisnis dan sektor riil. Namun dengan keterlibatan negara lain di dalam setiap sendi ekonomi dari sektor riil, mengakibatkan perubahan nilai tukar uang yang cukup fluktuatif. Nah, coba sekarang menurut lu sendiri gimana? Apakah kebijakan ini memang cocok diterapkan di negara kita? atau menurut lu kebijakan skenario 1 & 2 lebih sesuai untuk kondisi negara kita saat ini?

Balik lagi ke pertanyaan awal… Apa jadinya kalau seluruh dunia pakai satu mata uang?

Okay, sekarang gw harap lu jadi paham secara garis besar 3 kebijakan ekonomi dunia yah. Balik lagi kalo ke pertanyaan semula gimana kalo seluruh dunia hanya punya satu mata uang. Artinya, seluruh dunia memutuskan untuk mengambil “Skenario 1”, memprioritaskan kestabilan nilai uang dan kebebasan mengalirkan modal. Tapi apa akibatnya bagi Indonesia? Artinya ekonomi Indonesia disamakan dengan ekonomi Cina, Jepang, USA, Eropa, Rusia, dll secara bersamaan! Hal itu dinilai bukanlah tindakan yang tepat, tentu ya karena setiap negara memiliki masalahnya masing-masing, dari mulai situasi politik, hasil pertumbuhan sektor riil, tingkat pendapatan, harga barang pokok, dan lain sebagainya.

c6QpdxngaV
Sumber : http://economy.okezone.com/read/2014/10/07/20/1049322/wamenkeu-minta-belanja-hingga-akhir-tahun-ditahan

Contoh konkritnya dikit aja gw bahas yah… kalo misalnya, saat ini ekonomi Indonesia sedang lesu, produksi sedang menurun, dan deflasi spiral sedang terjadi. Di saat yang sama, ekonomi Malaysia dan Singapore yang sektor industrinya banyak saling terkait malah sedang aktif berkembang. Coba kalau seandainya Indonesia, Malaysia, dan Singapore menggunakan mata uang yang sama, artinya mereka harus memilih: apakah Malaysia dan Singapore harus mengalami inflasi parah agar ekonomi Indonesia bisa diperbaiki ATAU apakah kita yang harus mengalami deflasi yang lebih parah lagi agar ekonomi Singapore dan Malaysia bisa dipertahankan? Kalo ini beneran kejadian bisa-bisa terjadi perang karena konflik kepentingan antara negara lho, hehehe

Jadi, jangan terlalu sedih atau marah kalau harga gadget yang lu mau mendadak loncat karena kurs Dollar mendadak loncat hari itu. Indonesia memutuskan untuk memiliki mata uang mandiri adalah keputusan yang diambil pemerintah bukan karena pemerintah ingin menyusahkan kita, tetapi karena skenario alternatifnya (menurut pemerintah dan para ahli ekonomi) lebih buruk lagi. Mata uang tunggal untuk seluruh dunia cuma memecahkan masalah kestabilan nilai semata, sambil menciptakan masalah deflasi-inflasi yang bisa jadi merugikan banyak pihak.

Tanpa sadar dalam 10 menit terakhir lu baru saja dapet gambaran tentang garis besar kebijakan ekonomi dunia

Jadi kesimpulannya sampai saat ini tidak ada satu pun kebijakan ekonomi yang paling bagus untuk diterapkan bagi semua negara. Jadi setiap negara harus memikirkan skenario mana yang paling cocok dengan situasi dan kondisi negaranya masing-masing. Nah, dengan waktu 10 menit lu membaca artikel ini, gw harap lu sekarang jadi dapet gambaran secara garis besar tentang 3 skenario kebijakan ekonomi dunia.

So, moga-moga artikel ini bisa memberikan wawasan baru buat lu dan juga insights bahwa ilmu ekonomi itu kalo ditelusuri secara konsep bisa jadi menarik banget, gak cuma terbatas ngomongin hal-hal membosankan seperti menghafal kurva hukum permintaan, penawaran, neraca, hitung-hitungan GDP dan PDB, bikin jurnal, income statement, atau balance sheet. Ilmu ekonomi itu aslinya seru banget kalau kita bisa ngeliat dari sudut pandang yang lain, apalagi gak lama lagi juga lu terlibat aktif sebagai pelaku ekonomi yang ikut menggerakan roda ekonomi.

—————————CATATAN EDITOR—————————

Kalo ada yang mau nanya atau ngobrol sama Marcel seputar topik Ekonomi, jangan malu-malu langsung aja tinggalin comment di bawah artikel ini.

Bagikan Artikel Ini!