Kenapa semua orang perlu berpikir seperti seorang ilmuwan? 17

Kenapa semua orang perlu berpikir seperti seorang ilmuwan?

Seorang ilmuwan harus menghindari bias konfirmasi. Apa yang dimaksud dengan bias konfirmasi? Semua dijabarkan di artikel ini.

Beberapa waktu yang lalu, Johann Wibowo, alumni Zenius, nulis 2 artikel di blog ini. Yang pertama tentang serunya menjadi ilmuwan, dan yang kedua tentang gimana serunya untuk berusaha mengerti gimana dunia ini bekerja (dan berpikir layaknya seorang ilmuwan) terlepas apakah lo adalah seorang ilmuwan atau bukan. Nah, di sini gue mau nunjukin salah satu habit yang bagus banget untuk lo biasain dari sekarang supaya lo punya pola pikir seperti ilmuwan. Nggak peduli apakah lo akan punya profesi jadi ilmuwan atau enggak, menurut gue habit ini penting sih.

Kenapa semua orang perlu berpikir seperti seorang ilmuwan? 18

Sebelum gue kasih tau habit/kebiasaan yang gimana yang penting untuk lo kuasain, gue mau tunjukin lo satu video dulu deh. Ini videonya Derek Muller. Dia datengin beberapa orang di jalan, terus dia nantangin mereka untuk memecahkan soal yang dia punya. Videonya bisa lo lihat langsung di sini:

Kalau mau nonton dulu boleh, kalau mau lanjut baca juga nggak masalah kok, karena percakapan di video itu bisa lo baca juga di bawah. Di video itu, Derek sebenernya ketemu dengan banyak orang, tapi supaya jadi sederhana, gue bikin seolah-olah percakapannya cuma Derek dengan satu orang.

====================================================================

Derek: “Gue akan tunjukin 3 bilangan, dan gue punya aturan di kepala gue yang diikuti oleh 3 bilangan ini… Gue pengen lo coba cari tau apa aturannya. Tapi cara lo untuk dapet informasi adalah dengan mengajukan 3 bilangan. Nanti gue akan kasih tau apakah bilangan itu mengikuti aturan bilangan gue atau enggak. Lo bisa gunain itu untuk nebak apa aturannya. Jelas ya?”

Orang di Jalan:  “Okay”

Derek: “So.. ini 3 bilangannya: 2, 4, 8.”

Orang di jalan: “hmm…”

Derek: “Lo nggak perlu lanjutin bilangannya. Lo bisa ajuin 3 bilangan yang berbeda jauh dari yang gue ajuin. Nanti gue kasih tau apakah 3 bilangan itu mengikuti aturan bilangan gue atau enggak.”

Orang di jalan: “16, 32, … 64.”

Derek: “Sip. 16, 32, 64 mengikuti aturan bilangan gue. Kalau gitu apa aturannya?”

Orang di jalan: “Aturannya, lo ambil sembarang bilangan, terus kaliin dengan 2!”

Derek: “Itu bukan aturannya.”

Orang di jalan: “What?!” (kaget)

Derek: “Bukan itu aturannya. Tapi lo boleh mengajukan lagi 3 bilangan yang berbeda.”

Orang di jalan: “Okay. 3, 6, 12?”

Derek: “Itu juga ngikutin aturan gue.”

Orang di jalan: “10, 20, 40?”

Derek: “Yup. Juga ngikutin aturan gue.”

Orang di jalan: “Tapi itu semua dikaliin dengan 2.”

Derek: “Iya. Gue tau apa yang lo lakuin, tapi dikaliin dengan 2 itu bukan aturan gue.”

Orang di jalan: “500, 1000, 2000.”

Derek: “Itu juga sesuai sama aturan gue.”

Orang di jalan: “Hmmm… apa gue ngerjain ini dengan cara yang salah ya?”

Derek: “Well, sebenernya cara lo bener-bener aja, tapi pendekatan yang lo lakuin itu mirip kayak yang kebanyakan orang lain lakuin. Okay, coba berpikir lebih strategis tentang persoalan ini. Lo butuh informasi kan?”

Orang di jalan: “Iya.”

Derek: “Gue punya informasi. Kira-kira 3 bilangan yang gimana yang harus lo sebutin untuk bisa dapet informasinya?”

Orang di jalan: “Oo… okay. Kalau gitu gue akan ngasih lo 3 bilangan yang menurut gue nggak fit dengan aturan lo.”

Derek: “Sip”

Orang di jalan: “Misalnya gue bilang…. 2, 4, 7”

Derek: “Itu masih ngikutin aturan gue.”

Orang di jalan: “Jadi aturan lo itu adalah lo bisa ajuin sembarang bilangan?”

Derek: “No”

Orang di jalan: “Damn

Derek: “Haha… tapi lo udah di jalan yang bener sekarang.”

Orang di jalan: “5, 10, 15?”

Derek: “Itu juga ngikutin aturan gue.”

Orang di jalan: “Masa sih? 1, 2, 3?”

Derek: “Masih ngikutin aturan gue.”

Orang di jalan: “10, 9, 8”

Derek: “Itu nggak ngikutin aturan gue.”

Orang di jalan: “Ooo… Jadi aturan lo itu adalah semua bilangan yang urutannya naik? Bisa apa aja selama bilangan berikutnya lebih besar dibanding bilangan sebelumnya?”

Derek: “Yes! Itu aturannya.”

=================================================================

Ternyata aturan barisan bilangannya gampang banget ya. Tapi kenapa orang-orang di video dia awalnya pada kesulitan ya nebaknya? Kelihatannya, orang-orang yang dia tanyain kejebak sama pola yang dia ajuin di awal. Ketika orang-orang ini denger tiga bilangan 2, 4, 8, mereka langsung berpikir, “Oh.. gue tau. Cuma dikali dua aja.”. Padahal sebenernya mereka belum tentu bener. Bisa jadi yang mereka percaya itu salah.

RV-AH723_RIDLEY_G_20120803183932

(Sumber: http://online.wsj.com/news/articles/SB10000872396390444405804577558973445002552)

Pada saat mereka dikasih kesempatan untuk ngajuin 3 bilangan, mereka memilih bilangan yang sesuai dengan apa yang mereka yakinin aja. Padahal, untuk mendapatkan informasinya, yang harusnya mereka lakukan adalah sebaliknya. Ketika si Derek bilang “Iya itu sesuai dengan aturan gue“, itu justru nggak informatif buat mereka. Tapi ketika si Derek bilang, “Enggak. Itu nggak sesuai dengan aturan gue“, baru deh mereka bisa dengan mudah nebak apa aturannya.

Btw, kalimat terakhir itu rada penting juga, jadi gue tegasin lagi:

Ketika si Derek bilang “Iya itu sesuai dengan aturan gue”, itu justru nggak informatif buat mereka. Tapi ketika si Derek bilang, “Enggak. Itu nggak sesuai dengan aturan gue”, baru deh mereka bisa dengan mudah nebak apa aturannya.

Confirmation Bias

Kesalahan yang kayak contoh di atas itu ada namanya, yaitu Confirmation Bias. Kalau diterjemahin ke Bahasa Indonesia jadi Bias Konfirmasi kali ya. Confirmation Bias itu kira-kira bisa disingkat gini: kecenderungan orang untuk mencari informasi yang mendukung (confirm) pendapat atau kepercayaannya aja. Untuk orang-orang di video tadi, mereka udah punya kepercayaan bahwa aturan bilangannya pasti tinggal dikali dua aja. Makanya ketika mereka “mencari informasi”, mereka cenderung milih bilangan yang sesuai dengan aturan yang ada di dalam pikiran mereka aja.

Btw, Derek bukan orang yang pertama kali bikin “eksperimen” kayak gini ya. Sebelumnya, Peter Wason, psikolog asal Inggris, juga pernah melakukan hal yang sama di tahun 1960. Konsepnya mirip, cuma bilangan yang dia ajuin itu 2-4-6. Bahkan Peter Wason ini yang pertama kali menggunakan istilah confirmation bias.

Terus, apa hubungannya sama ilmuwan?

Di percakapan di atas, kan si Derek yang punya aturan, mereka yang nebak. Kalau lo jadi ilmuwan, kira-kira itu lah yang lo lakuin. Alam semesta punya aturan, terus lo berusaha tebak. Kalau lo masih terjebak sama confirmation bias ini, hukum alam yang sedang lo cari itu nggak akan ketemu-ketemu. Banyak loh ilmuwan yang pernah kejebak di sini, termasuk ilmuwan terkenal seperti Michael Faraday, Louis Pasteur, Robert Millikan, dan lain-lain.

[sumber: http://psy2.ucsd.edu/~mckenzie/nickersonConfirmationBias.pdf ]

Kalau gue nggak jadi ilmuwan gimana?

Kalau nggak jadi ilmuwan pun ternyata penting juga loh untuk menghindari confirmation bias ini. Contoh yang simple banget nih, misalnya, lo punya hipotesis kalau semua cowok itu brengsek. Terus ada temen lo yang nyeritain kalau si A brengsek, langsung deh bilang “Tuh kan bener semua cowok itu brengsek”. Terus ada lagi yang bilang kalau si B brengsek, informasi itu bikin lo meng-confirm lagi bahwa semua cowok emang brengsek. Tapi kalau kita jeli sedikit, sebenernya gampang banget mematahkan argumen bahwa semua cowok itu brengsek. Di pelajaran logika, lo tau kalau negasi dari pernyataan “semua cowok itu brengsek” adalah “ada cowok yang nggak brengsek”. Jadi, kalau ketemu satu aja cowok yang nggak brengsek, hipotesis lo itu langsung salah.

Itu baru satu contoh yang simple. Gimana dengan isu-isu yang lebih kompleks, misalnya lo punya hipotesis kalau “Penyebab tawuran adalah kurangnya pendidikan BK di kelas”, “Ujian Nasional meningkatkan kualitas pendidikan”, “Penyebab terjadi kekerasan seksual adalah karena perempuan  memakai pakaian minim”, “Pembangkit listrik tenaga nuklir itu bahaya”, atau berbagai isu lainnya. Kalau lo terjebak dengan confirmation bias, paling informasi yang lo ikutin cuma informasi yang mengkonfirmasi apa yang lo yakini aja. Padahal, mungkin banget kalau itu salah.

Intinya sih gini, cara berpikir seorang ilmuwan itu bagus banget untuk kita biasakan dalam kehidupan sehari-hari, terlepas dari bidang apapun yang kita tekuni. Karena dengan terus menguji korelasi setiap masalah atau fenomena yang lihat di sekitar kita, maka pertimbangan dan keputusan kita akan lebih optimal.

—————————CATATAN EDITOR—————————

Buat lo yang mau ngobrol sama Wisnu bisa langsung tinggalin comment di bawah artikel ini. Buat yang belum gabung sama Zenius, lo bisa langsung sign-up di zenius.net

Bagikan Artikel Ini!