Prasasti Tugu - Zenius Education

Ultah Jakarta 22 Juni, Yakin Nih?

Artikel ini mengupas tuntas sejarah berdirinya Kota Jakarta, dari era Kerajaan Sunda, Sunda Kalapa, Jayakarta, Batavia, hingga menjadi Jakarta seperti sekarang ini.

Abis ujian SBMPTN, enakan ngapain ya? Wah, buat lo-lo pada yang nggak ngikut SIMAK atau ujian mandiri lainnya, saatnya liburan dong nih ya.. Mantap! Tapi emang liburan itu perlu banget tau, sebelum lo masuk kuliah. Saatnya wara-wiri nggak jelas buat nyegerin otak, biar nanti siap lagi ngejalanin kehidupan penuh intelektualitas pas kuliah. Sedap yeh?! Yoih!

Nah, klo ngomongin soal liburan, buat lo-lo pada yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, klo liburan sekolah tuh biasanya deket banget sama momen Hari Ulang Tahun Kota Jakarta. Itu looh.. yang biasanya suka ada pentas abang-none Jakarte, ondel-ondel, Pekan Raya Jakarta, bazar terbuka, dsb.. pokoknya seru banget deh Jakarta.

Eh tapi pernah nggak sih, sempet terlintas di otak lo, kenapa sih kok tanggal 22 Juni dijadiin hari perayaan berdirinya kota Jakarta? Emangnya kok bisa sebuah kota ada ulang tahunnya? Nah, biasanya sih penjelasannya sebates ini nih: “Itu kan tanggal pas Fatahillah ngerebut Sunda Kalapa dari tangan Portugis 487 tahun yang lalu!”

Nah, sebelum kita telusuri lebih jauh, gua mau cerita dikit kenapa bisa ibukota negara kita yang tercinta ini berulang tahun 22 Juni. Dulu waktu tahun 1956, Pemerintah Kota Jakarta di bawah pemerintahan Walikota Sudiro (dulu Jakarta masih dipimpin sama walikota, bukan gubernur) meminta dua ahli Sejarah Indonesia yaitu Muhammad Yamin dan Mr. Sukanto, untuk nentuin hari jadinya kota Jakarta, yang beda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebelumnya, hari jadi kota Jakarta diperingati setiap akhir Mei. (Sebabnya kenapa Mei nanti kita bahas belakangan).

Dari hasil penelusuran dua orang itu, maka ditentukanlah tanggal 22 Juni 1527 sebagai berdirinya kota Jakarta. Ini nih yang kita mau kita telusuri ulang sekarang. Bener nggak sih kejadian itu layak disebut sebagai “berdirinya kota Jakarta”? Apakah betul moment itu pantas disebut sebagai momentum berdirinya Kota jakarta? Apakah menurut lo berarti Jakarta yang kita kenal saat ini bener-bener berdiri pada saat itu? Apakah kebudayaan Betawi, adat-istiadat, dan masyarakat sebelumnya belum bisa dikatakan sebagai Sejarah Jakarta?  Nope! Sejarah Kota Jakarta itu kalo kita telusuri ternyata udah ada jauuh sebelum Fatahillah merebutnya dari Portugis dan kisahnya tuh luaarr biasa kompleks sekaligus seruuu banget!!

Btw disclaimer dulu dikit, harus gue tekenin dulu klo gue sebenernya nggak mempermasalahkan HUT Jakarta mau diperingati kapan, tapi yang mau gue bagikan ke elo semua ini adalah hasil analisis gue sama kejadian-kejadian sejarah yang berkaitan sama berdirinya kota Jakarta, dan, kapan sih sebenernya kota Jakarta itu bener-bener berdiri? atau lebih tepatnya kapan sih sebenernya manusia-manusia zaman dulu itu pertama kali berkumpul di wilayah geografis yang kita sebut Jakarta sekarang itu saling berinteraksi untuk mengembangkan kebudayaan? Yuuk kita mulai telusuri gimana serunya Sejarah Ibukota negara kita!

CHAPTER 01 : AWAL SEBUAH PERADABAN DI TANAH SUNDA

Oke, pertama untuk menelusuri Sejarah sebuah lokasi geografis kita harus mengawalinya dari peradaban pertama yang berkesinambungan berkutat di lokasi itu. Nah untuk mengetahui itu, kita di jaman sekarang cuma bisa meraba-raba kenyataan bagaikan detektif yang lagi nyari kebenaran sesungguhnya berdasarkan data terkini yang kita dapetin (bisa aja nanti ada data baru, sejarah itu berjalan dinamis seiring bukti, bro! gak cuman sebatas di buku cetak sekolah doang)

Nah, berdasarkan data dan bukti yang umat manusia miliki sekarang, kita mundurin mesin waktu kita ke kira-kira 1600 tahun yang lalu. WHAT?? Lama amat! Udeehh ikutin aje duluu. Emang ada apaan taun 400 Masehi di daerah yang kita kenal sebagai Jakarta sekarang? Sepi lah intinya, nggak ada tuh lampu-lampu gemerlapan kaya sekarang (yaiyalah). Yang ada cuma perkampungan nelayan dan pelabuhan kecil yang lumayan bisa nampung kapal-kapal kelas kecil dan menengah.

Alkisah, di salah satu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Tugu, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, ada seorang juru tulis yang dibayar sama Raja Purnavarman dari Tarumanagara (memerintah dari 395M sampe 434M), yang disuruh nulis prasasti yang isinya pencitraan Purnavarman yang udah berhasil bikin sodetan dari Kali Bekasi (dulu disebut Sungai Chandrabaga). Sodetan itu disebut Gomati, yang berfungsi buat ngendaliin banjir kalo pas musim ujan, dan buat irigasi klo pas musim kemarau. Dari tempat ditemuinnya prasasti Tugu ini, dapat disimpulin nih, kalo dulu di daerah sekitar Tanjung Priok sekarang itu udah ada pemukiman penduduk, bahkan udah segitu majunya sehingga punya ahli tulis prasasti sendiri! Gokil abis yak..!

450px-Prasasti_tugu

(Prasasti Tugu yang berisi Pencitraan Purnavarman)

Udah dua tahun naik tahta, Purnavarman ngebangun kota buat dijadiin ibukota kerajaan Tarumanagara yang dia namain Sundapura (artinya kota suci). Dengan ini, doi merupakan orang pertama di muka bumi ini yang nyebut kata “Sunda” buat daerah barat di pulau Jawa. Sundapura ini diduga oleh para ahli sejarah terletak di daerah Tanjung Priok sampe Bekasi Utara. Trus, Purnavarman juga bikin pelabuhan yang bisa dipake buat perdagangan sama daerah lain, ga jauh dari Sundapura, yang dia sebut sebagai Pelabuhan Sunda Kalapa (Kelapa Suci). Kenapa Kelapa? Nggak tau juga deh, mungkin juga itu karena banyak kelapa di situ, atau mungkin juga gara-gara Purnavarman doyan makan kelapa, hehehe.. :p

Pelabuhan Kalapa Suci lambat laun berkembang seiring dengan makin majunya kerajaan Tarumanagara. Para pedagang, biksu, pendeta Hindu, pendatang, dan lain-lain berbondong-bondong berhenti di pelabuhan ini untuk berbagai macam kegiatan. Karena makin rame, Purnavarman gerah.. “Buset nih kota jadi makin sumpek aje, pindah ah ke Selatan biar teduhan dikit”.. Dia pindahin deh ibukota ke daerah Bogor sekarang. Makanya prasasti-prasasti Tarumanagara berikutnya kebanyakan ditemuin di daerah Bogor. Sunda Kalapa sendiri berkembang jadi pelabuhan yang cukup maju di zaman itu.

CHAPTER II :  DINAMIKA SUNDA KALAPA

Nah, kira-kira 200 tahun kemudian.. Setelah masa pemerintahan Purnavarman, Kerajaan Tarumanagara dipimpin oleh seorang Raja bernama Tarusbawa (merintah dari 669 sampe 723 M). Pada masa itu Tarusbawa merubah nama Kerajaan Tarumanagara jadi Kerjaan Sunda (yang sering banget disebut Pajajaran, padahal namanya bukan itu). Di masa-masa itu, sebetulnya Tarusbawa lagi stres berat mikirin kerajaan soalnya daerah Sunda Kalapa abis disikat sama Kerajaan Sri Vijaya yang lagi giat-giatnya mau menguasai seluruh Pulau jawa.

Nah, salah satu solusi yang dia pikir waktu itu buat mengamankan adalah mindahin seluruh kerajaan ke daerah yang dia sebut dengan Pakuan Pajajaran, yang kita kenal dengan Bogor kalo sekarang. Makanya, banyak yang salah sangka kalo itu nama kerajaannya, padahal sebetulnya itu cuma nama Ibukota kerajaannya doang (buat calon anak Unpad jangan berkecil hati yak! :P).

Singkat cerita, Kerajaan Sunda berhasil kembali merebut Sunda Kalapa dari tangan Sri Vijaya. Setelah itu, selama hampir 900 tahun ke depan, Kerajaan Sunda sukses menjalankan pemerintahan hingga menjadi salah satu pusat perdagangan dunia. Para saudagar-saudagar pada berdatangan deh dari jauh seperti dari India, Cina, sampe Arab buat bertransaksi bisnis di daerah Sunda Kalapa. Keren abis yak, Jakarta udah jadi pusat perdagangan dunia saat itu! Dari sini, stabilitas relatif kembali tercapai sampai abad 16 Masehi, lanjut di chapter berikutnya!

CHAPTER III: RUNTUHNYA KERAJAAN SUNDA

Pada chapter ini, sejarah tanah Jakarta ini udah makin kompleks aja nih, karena dipengaruhi juga oleh banyak pihak asing dan sejarah dari peradaban yang lain. Jadi maklum aja kalo gua cerita rada ngalor-ngidul seputar Sejarah dunia yang nantinya akan ngaruh ke Sejarah tanah Jakarta ini.

Jadi ceritanya pada abad 16 Masehi, orang-orang Eropa lagi seneng banget menjelajah mencari “dunia baru” mereka menjelajah dari mulai Afrika, Amerika, India, sampai wilayah Indonesia juga. Khusus untuk wilayah Asia, penjelajahan bangsa Eropa mengalami kesulitan untuk menelusuri jalan darat karena diblokade sama kekhalifahan Usmani sejak 1453M. So, mau gak mau ditempuhlah jalur laut sebagai alternatif. Pada saat itu Raja Portugis, Manuel I menyuruh para penjelajah ini sebisa mungkin untuk menguasai daerah yang mereka datengin juga. Akhirnya kapal Portugis di bawah Dom Vasco da Gama berhasil nemuin jalur laut ke India, yang akhirnya diterusin sama penggantinya yaitu Afonso de Albuquerque, yang nerusin misi dagang Portugis sampe ke daerah Malaka. Tapi, berhubung menguasai daerah baru itu gak semudah itu, ya udah deh mereka mulai coba dengan berdagang dulu.

Alfonso_de_Albuquerque_AGE_V06_1800

Sampai akhirnya, Afonso berhasil naklukin kesultanan Malaka di tahun 1511, dengan kepercayaan bahwa dengan naklukin Malaka berarti memincangkan perekonomian Mekah dan Kairo, sehingga ekonomi kekhalifahan Usmani juga pincang. Nggak cuma Malaka doang, Afonso juga berniat untuk nguasain daerah-daerah sekitar Malaka, biar kegiatan dagang di daerah sana bisa dijadiin keuntungan buat Portugis.

Nah, pada zaman itu kerajaan Sunda makin kecil kekuasaannya gara-gara kejepit sama dua kerajaan Islam yaitu Demak dan kesultanan Banten. Oleh karena itu, Siliwangi ngirim anaknya buat ngebangun aliansi untuk memperkuat dominasi kerajaan Sunda di pulau Jawa bagian barat. Raja Kerajaan Sunda saat itu, Sri Baduga Maharaja, atau yang lebih dikenal dengan nama beken Prabu Siliwangi, ngirim anaknya yang bernama Prabu Sang Hyang Surawisesa ke Malaka buat ketemu sama Afonso. Ngapain sih? Ya karena punya musuh yang sama, yaitu kerajaan-kerajaan Islam.

Padrao_sunda_kelapa

Akhirnya, Gayung bersambut. Terciptalah aliansi antar tentara Portugis yang dipimpin sama Alfonso sama putra Mahkota Kerajaan Sunda. Aliansi ini ini ditandai dengan didirikannya Padrão Luso Sundanês, sebuah tugu yang isinya perjanjian kerjasama antara kerajaan Portugis dan kerajaan Sunda didiriin di Sunda Kalapa pada tahun 1522 yang ditandatanganin sama Raja Sang Hyang Surawisesa yang gantiin bapaknya yang meninggal (lucunya, orang Portugis nyebut dia Ratu Samiaõ saking nggak bisanya nyebut Sang Hyang, kocak bener yak! hehe.. :p).

Tapi kenyataannya, aliansi ini gak berlangsung kokoh karena saat itu Portugis lagi sibuk-sibuknya ngadepin pemberontakan di Goa – India, makanya jadi nggak konsen deh ngurus aliansi sama Sunda Kalapa. Akhirnya, pada tanggal 22 Juni 1527, Fadhillah Khan, seorang panglima perang kerajaan Demak berkebangsaan Persia yang lebih beken dikenal dengan nama Fatahillah berhasil ngusir Portugis dari Sunda Kalapa, sekaligus ngerebut pelabuhan tersebut dari tangan Kerajaan Sunda. Misi ini sendiri sebenernya merupakan permintaan Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, sebagai penguasa Cirebon, agar Sunda Kalapa bisa jatuh ke tangan muslim dan memangkas habis kerajaan Sunda.

Abis direbut, Fatahillah ngubah nama pelabuhan tersebut jadi “Jayakarta” atau “Jayakarta” yang artinya kemenangan total. Tapi apa itu berarti Fatahillah ngebangun sesuatu? Sunda Kalapa sendiri tetap berdiri dan nggak berubah selama Fatahillah nguasain pelabuhan tersebut. Yang berubah cuma pemiliknya aja. Dari punyanya kerajaan Sunda berubah dikuasain sama Demak. Abis itu, nggak lama kemudian, ngasih pelabuhan tersebut ke tangan sultan Banten, Hasanuddin, yang lebih dekat daerahnya sama Sunda Kalapa ketimbang Demak. Selebihnya, nggak ada yang berubah. Nggak ada kota baru yang berkembang signifikan di tahun tersebut.

CHAPTER IV: KEHANCURAN JAYAKARTA

Oke, sekarang kita majuin lagi mesin waktu kita ke tahun 1618 Masehi. Waktu itu Portugis hanya tinggal sejarah di pulau Jawa. Kerugian yang dialamin Portugis gara-gara kerusuhan di Goa, India, nyebabin mereka lebih milih nguasain daerah yang ga rusuh macam di Timor bagian timur dan Macao, Cina. Datanglah pemain-pemain baru ke pulau Jawa, yaitu Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dari Belanda dan East India Company (EIC) dari Inggris. Jayakarta sendiri waktu itu masih berada di bawah kekuasaan kesultanan Banten. Tapi, nampaknya otonomi daerah udah berlangsung saat itu.

Pangeran Jayawikarta selaku gubernur Jayakarta lebih milih orang-orang Inggris untuk dibolehin dagang di daerahnya. Sedangkan bosnya si Jayawikarta, Sultan Banten yang bernama Abdul Kadir Kenari, lebih milih kerjasama sama wong Londo alias VOC. Tanpa maksud ngelawan atasan, sebenernya saat itu Jayawikarta diberi kebebasan buat kerjasama sama siapapun asal ngasih keuntungan buat Banten, asal adil dan ga cari-cari musuh sama pihak asing.  Tapi emang yee, kadang-kadang wong Londo suka iseng, mereka mendirikan gudang di seberang sungai Ciliwung, tepat di depan istananya Jayawikarta, lengkap dengan meriam yang moncongnya ngarah ke istana.

Jayawikarta rada kekih tuh digituin “Buset dah! ngapain tuh moncong-moncong meriam diarahin ke rumah gue?”, kira-kira gitu lah isi pikirannya. Lalu, disuruhlah pasukan Inggris buat bikin gudang juga di samping istana dia, buat jaga-jaga kalo aja tuh Belanda-belanda cari masalah. Eh, jadinya panas beneran! Ribut deh tuh dua bule, dengan Inggris lebih dibantu sama Jayawikarta. Pasukan Belanda di bawah komando Jan Pieterszoon Coen (dibaca: Yan Piterzon Kun) abis dibabat sama orang Inggris dan pasukan Jayakarta sampe akhirnya Jan kabur ke Ambon, pos utama Belanda di Nusantara waktu itu.

Kabar insiden ini sampe ke kuping Sultan Abdulkadir. Marahlah dia “Kampret bener, urusan moncong meriam aja ribut.. gimana nanti kalo ada Piala Dunia??” konsekuensinya Jayawikarta dipecat sebagai gubernur Jayakarta. Kejadian ini bikin Pieterszoon Coen punya harapan baru buat nguasain daerah barat Nusantara. Akhirnya pada tahun 1619, pasukan Belanda di bawah pimpinan dia berhasil bales dendam dan ngusir pasukan Inggris dan Banten, sekaligus membumihanguskan Jayakarta sampe abis tinggal abu! Ancur sudah pelabuhan yang jadi kebanggaan masyarakat Jawa Barat dari jaman Tarumanagara. Selesai! Titik! Rata, tinggal sisa puing-puing!

CHAPTER V: KELAHIRAN BARU BATAVIA

Nah, pada bulan Mei di tahun yg sama, Pieterszoon Coen ngebangun kembali Jayakarta dari puing-puing. Kota yang baru dibangun ini dia kasih nama Nieuw Hoorn, dari kota Hoorn tempat kelahiran Coen. Tapi nama ini gak disetujuin sama pemerintah Belanda, dan lebih memilih nama Batavia sebagai nama kota baru ini, yang terinspirasi dari leluhur orang-orang Belanda, yaitu Batavi. Btw, lo jangan mikir Batavia ini gedenya se-Jakarta sekarang yeh. Yang dibangun sama Pieterszoon Coen tuh cuma segede apa yang kita kenal sekarang sebagai “Kota Tua” di daerah Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Tapi, struktur bangunan dan pemerintahan kota ini udah layak disebut kota modern, lengkap dengan Stadhuis (balai kota, sekarang jadi Museum Fatahillah) dan ciri khas kota besar lainnya. Dari peristiwa ini, penguasa Hindi Belanda menjadikan akhir Mei sebagai hari jadi kota Batavia. Nah, hal inilah yang ditentang oleh Walikota Sudiro sehingga dia pengen ganti tanggal hari jadi tersebut.

Di bawah Pieterszoon Coen, Batavia tetap melanjutkan fungsi dari Sunda Kalapa, yaitu sebagai pusat perdagangan di daerah Jawa bagian barat, sekaligus tetap menjadi pesaing utama pelabuhan Banten. Perbedaan paling signifikan yang dibikin sama Pieterszoon Coen adalah status dari Batavia itu sendiri. Sejak nggak lagi berfungsi sebagai ibu kota sebuah kerajaan sejak zaman Tarumanagara, daerah Sunda Kalapa kembali berstatus sebagai ibukota dari sebuah kepemimpinan. Kali ini, di bawah kepemimpinan Pieterszoon Coen, yang dipimpin oleh Jan yang bertindak sebagai Gubernur Jenderal VOC. Semenjak berada di bawah VOC, Batavia berkembang sangat pesat menjadi kota metropolitan sehingga orang-orang Eropa banyak yang menyebutnya sebagai “Venesia dari Timur”.

1280px-Ville_de_Batavia_c1780

(Gambar Batavia – sekarang dikenal sebagai Jakarta Utara – 1780)

Gue bukannya ngedukung Belanda yeh, walopun di Piala Dunia sekarang, timnas Belanda merupakan salah satu yang jadi favorit gue, hehehe. Tapi intinya, kalo lo lihat dari literatur-literatur ilmiah, jelas deh bahwa di bawah kepemimpinan VOC, dan kemudian dilanjut sama pemerintah Hindia Belanda, Batavia berubah dari sebuah perkampungan nelayan dan pelabuhan skala kecil ke menengah, jadi sebuah ibukota pemerintahan kolonial yang modern dan punya skema administratif yang terstruktur dan teratur. Makin majulah Batavia untuk jadi pusat ini lah, pusat itu lah, dan sebagainya. Intinya, berkembang pesat dan mulai dikenal sama masyarakat dunia deh!

CHAPTER VI: PERUBAHAN BATAVIA MENJADI JAKARTA

Gue akan lanjut mesin waktu kita ke tahun 1942. Tanggal 5 Maret di tahun itu, Batavia jatuh ke tangan kekaisaran Jepang. Empat hari kemudian, nama “Batavia” diganti lagi jadi “Jakarta Tokubetsu Shi” yg artinya Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Soalnya nama besar Batavia yang terlalu Belanda dianggep berbahaya buat ngebangkitin semangat anti Eropa di kalangan penduduk Hindia Belanda. Tapi lagi-lagi, ga ada hal baru yang dibangun di Jakarta. Akhirnya, nama Jakarta inilah yang tetap bertahan sampai kemerdekaan Republik Indonesia dan hingga saat ini.

*****

Oke, selama pembahasan kita di atas, kita udah dapet beberapa kandidat hari jadi kota Jakarta. Ada yang tanggalnya jelas kaya 5 Maret 1942 dan 22 Juni 1527, ada yang tahun dan bulannya jelas, akhir Mei 1619, dan ada juga yang cuma kita tau tahunnya doang, yaitu 397 Masehi. Yang mana yang bener-bener sah dianggep sebagai hari jadi kota Jakarta, jelas lah itu merupakan hak dari pemerintah kota Jakarta. Tapi intinya, kita semua bisa tau bahwa Jakarta berkembang dari desa nelayan, ke pelabuhan menengah, hingga jadi ibukota metropolitan dikenal seluruh dunia. Kita juga akhirnya tau bahwa Jakarta punya sejarah yang kompleks, yang bahkan untuk nentuin hari jadinya aja perlu pertimbangan yang matang.

Yang menurut gue juga nggak kalah penting sih usaha kita sebagai intelektual muda untuk terus mempertanyakan dan kritis sama segala sesuatu yang ada di sekitar kita, termasuk sejarah dari segala apapun, dari mulai sebuah Kota hingga peradaban. Karena dengan mempertajam pisau analisis lo sama kejadian-kejadian di masa lalu, artinya lo berani untuk mempertanyakan apa yang selama ini dibilang orang lain ke elo. Dengan punya mental kaya gini, berarti lo udah selangkah lebih maju untuk bisa jadi ilmuwan di bidang lo. Selamat berlibur para intelektual muda!

[ CATATAN EDITOR : Nah, buat lo yang tinggal di daerah Jakarta dan sekitarnya, coba deh lo ajak pacar atau gebetan lo ke Kota Tua atau museum Fatahilah mumpung moment-nya tepat untuk memperingati ultah Jakarta. Terus , lo bisa cerita banyak deh tentang Sejarah Kota Jakarta dengan detail. Gimana nggak makin klepek-klepek dah tuh pacar atau gebetan lo? Ngedate kan nggak cuman harus makan-nonton-belanja, sekali-sekali cobain ke museum deh! Kalo ada yang mau ngobrol sama Faisal, tinggalin aja comment lo di bawah artikel ini, Okei?]

Bagikan Artikel Ini!