Hentikan Konflik dengan Negara Tetangga, Perdana Menteri Ethiopia Raih Nobel Perdamaian 2019

Hentikan Konflik dengan Negara Tetangga, Perdana Menteri Ethiopia Raih Nobel Perdamaian 2019

Nobel Perdamaian untuk Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed Ali.

Nobel perdamaian telah diumumkan. Abay Ahmed Ali terpilih berkat jasanya dalam mengkampanyekan perdamaian dan kerjasama internasional. Salah satu jasa terbesarnya adalah mengakhiri konflik antara negaranya, Ethiopia, dengan Eritrea. 

Nama peraih nobel perdamaian 2019 akhirnya resmi diumumkan pada tanggal 11 Oktober 2019. Dari beberapa nama yang masuk ke dalam nominasi, akhirnya satu nama keluar dan menjadi peraih nobel perdamaian. Peraih nobel perdamaian 2019 adalah Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed Ali. Abiy mendapat penghargaan Nobel atas upayanya dalam mewujudkan perdamaian serta kerjasama internasional.

Salah satu sumbangsih yang diberikan oleh Abiy dalam perdamaian internasional adalah upayanya menghentikan konflik yang telah berlangsung selama 20 tahun antara negaranya, Ethiopia, dengan Eritrea. Konflik antara Ethiopia dengan Eritrea telah berlangsung sejak tahun 1998 atau 5 tahun setelah Eritrea memperoleh kemerdekaannya dari Ethiopia. 

Inisiasi damai yang dilakukan oleh Abiy Ahmed Ali disambut positif oleh Presiden Eritrea, Isaias Afwerki. Perdamaian pun akhirnya dapat terwujud secara nyata setelah status ‘tidak perang tetapi tidak damai’ berlangsung dua dekade lamanya dalam hubungan antara Ethiopia dan Eritrea.

Konflik Ethiopia-Eritrea

Konflik antara kedua negara yang berlokasi di tanduk Afrika bermula jauh sebelum Eritrea memperoleh kemerdekaannya dari Ethiopia. Setelah mengadakan referendum dan mendapatkan kemerdekaan, konflik yang melibatkan kedua negara tersebut masih berlanjut. Kali ini dikarenakan batas wilayah yang belum rigid. Salah satu wilayah yang disengketakan adalah kota Badme. 

Dalam rangka meredam konflik, PBB akhirnya turun tangan dengan mengeluarkan resolusi nomor 1312 pada tahun 2000. Selain itu, PBB juga membantuk zona aman sementara di wilayah Eritrea. Untuk menjaga zona tersebut, PBB membentuk United Nations Mission in Ethiopia and Eritrea (UNMEE). Pasukan perdamaian ini terdiri dari berbagai negara. Akhirnya kedua negara bertemu dan membahas perdamaian pada tahun yang sama di Aljazair. Pertemuan kedua negara menghasilkan perjanjian yang dinamai Algiers Agreement. Perjanjian ini ditujukan untuk: 

  • Mengakhiri konflik secara permanen dan menahan diri dari penggunaan kekuatan militer. 
  • Menghormati dan mengimplementasikan seluruh ketentuan dalam perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 18 Juni 2000.
  • Membebaskan dan memulangkan semua tawanan perang dan semua orang tahanan. 
  • Memperlakukan secara manusiawi warga negara satu sama lain dan orang-orang dari negara asal masing-masing di wilayah masing-masing.

Nyatanya, perjanjian tinggallah perjanjian semata tanpa implementasi yang nyata. Konflik antara Ethiopia dan Eritrea terus saja terjadi. Korban terus berjatuhan dan tawanan perang juga bertambah. Ethiopia tidak bisa menerima semua poin dalam perjanjian damai. Konflik pun terus terjadi antara kedua negara. Pembicaraan tentang perdamaian antara kedua belah pihak baru benar-benar digarap secara serius ketika Abiy Ahmed Ali menjabat sebagai Perdana Menteri Ethiopia.

Abiy Ahmed Ali, Sang Juru Damai Afrika

Angin segar berhembus pada tahun 2018 ketika secara mengejutkan pemerintah Ethiopia menyetujui semua poin dalam Algiers Agreement. Selain itu, pemerintah Ethiopia juga membebaskan tawanan politik. Tak berhenti di situ, pemerintah Ethiopia juga menyetujui keputusan Eritrea-Ethiopia Boundary Commission (EEBC) yang memutuskan beberapa wilayah termasuk Kota Badme masuk ke dalam wilayah Eritrea. Perselisihan yang telah berlangsung selama 20 tahun pun akhirnya berakhir. Perdamaian ini diikuti dengan dibukanya kembali penerbangan Ethiopian Air ke Eritrea rute Bole International Airport menuju Asmara, ibukota Eritrea. Rute penerbangan ini sendiri telah tutup selama dua puluh tahun. 

Tokoh di balik berakhirnya ketegangan kedua negara adalah peraih nobel perdamaian 2019, Perdana Menteri Abiy Ahmed Ali. Abiy lah yang mengeluarkan kebijakan tersebut. Keputusannya untuk menerima perjanjian damai tahun 2000 ditanggapi dengan kunjungan menteri luar negeri Eritrea, Osman Saleh led, setelah hampir selama dua puluh tahun tidak ada utusan Eritrea yang mengunjungi Ethiopia. 

Abiy menduduki kursi perdana menteri pada April 2018. Ia menghabiskan 100 hari pertamanya sebagai perdana menteri untuk melakukan banyak perombakan pada negerinya. Abiy membebaskan tahanan politik, menghentikan penyensoran media, melegalkan kelompok-kelompok oposisi yang sebelumnya dilarang, memecat pimpinan polisi dan militer yang diduga korupsi, dan meningkatkan peranan wanita dalam dunia politik Ethiopia. 

Setelah berhasil menuntaskan konflik negaranya dengan Eritrea, Abiy turut aktif dalam upaya penyelesaian konflik-konflik lain di Afrika. Abiy terlibat dalam upaya normalisasi hubungan antara Eritrea dengan Djibouti yang sejak lama mengalami ketegangan. Abiy juga terlibat dalam usaha penyelesaian sengketa wilayah laut yang melibatkan Kenya dan Somalia. 

Hentikan Konflik dengan Negara Tetangga, Perdana Menteri Ethiopia Raih Nobel Perdamaian 2019 9

Konflik lain yang pernah meletus di dunia 

https://www.zenius.net/prologmateri/sejarah/a/1604/gerakan-konflik-dalam-Perang-Dingin

Nobel Perdamaian 2019

Atas upayanya dalam menyelesaikan konflik dan mempromosikan kerjasama internasional, khususnya untuk menyelesaikan konflik antara Ethiopia dengan Eritrea, Komite Nobel Norwegia memutuskan Abiy Ahmed Ali berhak mendapatkan penghargaan nobel perdamaian 2019. 

Pastinya tidak mudah untuk menerapkan perubahan. Begitulah yang dilakukan oleh Abiy Ahmed Ali. Abiy melakukan hal yang mungkin tidak akan mudah untuk dilakukan kepala negara lain. Ia membuka ruang berpolitik bagi masyarakatnya, membebaskan tahanan politik, dan kebijakan lainnya. Perubahan yang dilakukannya pastilah mengundang pro dan kontra. Namun Abiy tetap berada di atas pendiriannya dan akhirnya beliau diganjar dengan penghargaan nobel perdamaian. 

Melakukan perubahan tidaklah mudah, apalagi jika dilakukan dalam lingkup yang luas seperti kepala negara. Namun begitulah para peraih nobel perdamaian meraih penghargaannya. Mereka berani melakukan hal yang tidak semua orang berani untuk melakukannya. Anwar Sadar dan Menachem Begin menjadi contoh lain dari pemimpin negara yang berani melakukan perubahan demi tercapainya perdamaian dunia. Mereka meneken perjanjian camp-david yang membawa perdamaian di kawasan timur tengah. 

Nelson Mandela memperoleh nobel perdamaian atas usaha yang dilakukannya menghapuskan politik apartheid yang telah sejak lama berlangsung di Afrika Selatan. Carlos Filipe Ximenes Belo dan José Ramos-Horta berjuang untuk perdamaian Timor Leste dan akhirnya juga diganjar nobel. 

Para tokoh penerima nobel perdamaian telah menunjukkan bahwa dunia masih memiliki orang-orang yang memimpikan kehidupan damai di atas bumi. Mereka terus berjuang walau di sisi lain perang masih saja berlangsung. Konflik memang masih terjadi di berbagai belahan bumi, tetapi keberadaan peraih nobel perdamaian adalah bukti bahwa masih ada orang yang mau berjuang mewujudkan kehidupan manusia yang rukun dan saling menghormati. 

Kamu bisa mempelajari peristiwa besar dunia melalui link berikut

https://www.zenius.net/prologmateri/sejarah/a/765/boston-tea-party

==========CATATAN EDITOR===========

Perang masih saja terjadi di bumi tercinta kita. Namun di balik itu semua, aku percaya akan selalu ada juru damai yang lahir ke dunia. Apakah kamu salah satunya? Kalau iya, ceritakan padaku rencana kalian dalam mewujudkan kedamaian di dunia. Aku akan dengan sangat senang hati membaca semua kisah kalian. Jadi, sampai jumpa di kolom komentar, yaa. Ciao.  

Bagikan Artikel Ini!